Contoh
tindak hati-hati dalam kehidupan Jawa dapat dibaca pada tulisan-tulisan
terdahulu. Semua berkesan menimbulkan “kelambatan”. Tetapi kalau dari aspek
waktu semua sudah direncanakan dengan bai, kelambatan itu pasti tidak akan
terjadi.
1. Dalam melaksanakan
segala sesuatu harus melalui pertimbangan matang seperti ajaran dalam Serat
Wulangreh, dengan Deduga, Prayoga, Watara dan Reringa.
2. Tujuan akhir adalah
“Titis” yang artinya tepat pada sasaran. Langkah-langkahnya adalah Tata, Titi,Tatas dan Titis.
3. Apabila menyangkut
keuangan, maka harus pandai menyimpan, pandai menggunakan dan berhati-hati.
Gemi dan Nastiti adalah rumusnya
Paribasan
yang bernada Alon-alon waton klakon, adalah manifestasi tidak hati-hati, seperti
telah ditulis pada Tindak hati-hati dalam paribasan Jawa (1): Mau rindhik atau rikat?. Mengenai pesan-pesan tindak hati-hati dalam paribasan Jawa, dapat
dibaca pada beberapa contoh di bawah:
PARIBASAN DAN OPERASIONALISASI
TINDAK HATI-HATI
EMBAT-EMBAT CLARAT (Embat-embat:
ditimbang-timbang; Clarat: Cleret gombel, bunglon). Warna kulit bunglon
pelan-pelan akan berubah seperti warna dasar tempat ia bertengger. Dapat
diibaratkan sebagai sikap hati-hati dan waspada kalau dikaitkan dengan kata
depannya yaitu “embat-embat”. Dapat kita katakan “embat-embat clarat” sebagai
sikap kewaspadaan umum sebelum bertindak. Meminjam istilah yang sering saya
dengar tahun 1980an, waspada terhadap
ATHG (Ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan)
ANA BAPANG SUMIMPANG (Bapang: Papan
dengan tiang yang dipasang di pinggir jalan untuk tanda petunjuk nama desa,
nama jalan dan sebagainya).
Dalam paribasan ini “bapang" dianggap sebagai papan
melintang yang menghalangi perjalanan kita. Lebih baik kita "sumimpang" saja daripada berkeras menerjang bapang.
Pengertiannya: Hal-hal yang menimbulkan masalah lebih baik kita singkiri dan cari jalan lain.
Pertimbangannya: “Mengapa harus diterjang kalau kita bisa menyimpang”.
ANA CATUR MUNGKUR (Catur: pembicaraan;
Mungkur: membelakangi, dalam hal ini diartikan sebagai menyingkir).
Pengertiannya:
Kita tidak perlu ikut-ikut urusan orang lain. Sebagai contoh, jangan gatal kemudian ikut nimbrung kalau ada orang bicara tidak baik tentang orang lain (ngrasani). Risikonya kita bertambah musuh, salah-salah kena perkara. Akibatnya waktu dan energi terbuang hanya untuk mengurusi hal-hal yang seharusnya tidak perlu ada.
ANGON IRIBAN (Angon: Momong,
mengasuh; Irib: arti harfiahnya adalah “mirip”). Pengertiannya adalah memahami
hati atau memahami “mood” seseorang sebelum kita bicara. Kalau “mood” pas tidak
baik, lebih baik kita bicara lain waktu saja.
ANGON KOSOK (Kosok: membersihkan).
Pengertiannya hampir sama dengan “angon iriban” di atas. Sebelum berurusan
dengan orang lain, kita harus pahami lebih dahulu perilakunya. Kita “kosoki”
(teliti menyeluruh) semuanya, sehingga dalam bertindak kita bisa lebih empan
papan.
Kosok juga berarti “rebab” (alat musik Jawa yang digesek). Bila kita
“niyaga” (penabuh gamelan), harus dengarkan nada “rebab”. Misalnya jangan
sampai kita gunakan nada yang beda saat rebab berbunyi “pathet manyura”. Dalam
hal ini kita menjadi orang yang ORA ANGON KOSOK.
ANGON MANGSA (Mangsa: Waktu).
Dalam bertindak apapun, termasuk menemui seseorang, kita harus mencari waktu
yang pas.
Angon iriban, angon kosol dan angon mangsa termasuk kegiatan memanajemen manusia, yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan ungkapan "mrangkani kudhi". Momong orang sulit.
DIKENA IWAKE AJA
NGANTI BUTHEK BANYUNE (Tertangkap ikannya tetapi jangan sampai keruh airnya). Tujuan
tercapai tetapi tidak membuat heboh. Contoh sederhana misalnya menangkap
penjahat dan menaggulangi wabah penyakit. Penyahat tertangkap, wabah tertangani
tetapi jangan membuat rakyat (diibaratkan dengan “banyu”) panik.
LIDING DONGENG:
Semua
yang “rindhik” dan tidak “rikat” di atas pada dasarnya karena manusia harus
“ngati-ati” dalam segala hal. Ngati-ati berarti harus selalu waspada. Oleh
sebab itu kita juga diingatkan bahwa orang yang waspada akan selamat, dan orang
yang tidak waspada bisa celaka: YITNA YUWANA LENA KENA.
PUPUR SADURUNGE BENJUT adalah gambaran bahwa
“mencegah lebih baik daripada mengobati”. Mencegah merupakan tindakan rutin dan
orang bosan dengan segala sesuatu yang berbau rutinitas. Banyak sekali
contohnya: mencegah maling dengan siskamling rutin, mencegah kecelakaan dengan
pemeriksan mesin mobil secara berkala, mencegah demam berdarah dengan
pembersihan sarang nyamuk seminggu sekali.
Manusia
biasanya lalai, dan merasa lebih heroik apalagi bisa bisa punya bahan ceritera
seru tentang: Mengejar maling, tabrakan dan opname. Manusia ternyata lebih
memilih PUPUR SAWISE BENJUT.
YUWANA MATI LENA adalah peribahasa
yang mengingatkan kita bahwa orang
baik-baik bisa mendapat celaka karena tidak hati-hati atau tidak waspada. Bukankah
kita semua orang YUWANA? Eman-eman (sayang) kalau sampai MATI LENA. (IwanMM)
No comments:
Post a Comment