Menyesal di belakang
hari adalah sesuatu yang amat tidak enak. Orang yang tidak kuat iman bisa
melakukan tindak bunuh diri. Suatu hal yang dilarang agama. Getun, cuwa dan sumelang adalah
romantika kehidupan yang harus dihadapi dengan tabah.
Tulisan ini adalah
lanjutan dari MENGHADAPI JALAN BUNTU DALAM PARIBASAN JAWA: JANGAN BERDIAM DIRI.
Di bawah adalah
beberapa paribasan Jawa yang terkait dengan penyesalan, kiranya dapat dijadikan
rujukan.
GAGAL
Pada umumnya yang
disesali manusia adalah keinginan yang tidak kesampaian. Dalam paribasan Jawa
dikatakan UCUL SAKA KUDANGAN. (Ucul:
lepas; Kudang: menimang bayi atau anak. Cara menimang bisa macam-macam, mulai
sekedar dibuai sampai diangkat-angkat ke atas. Dalam hal ini anak yang kita
timang terlepas dari pegangan kita).
TERLAMBAT
Sesuatu yang
terlambat juga amat disesali manusia. Manusia terlambat umumnya karena
perilakunya sendiri yang tidak menghargai waktu. Bayangkan kita pas masuk peron
tetapi kereta sudah berangkat beberapa menit yang lalu.
Dalam hal ini ada
peribahasa Jawa yang menjelaskan sesuatu yang amat terlambat: KASEP-LALU WONG METENG SESUWENGAN.
(Kasep: Terlambat; Wong meteng: Orang, dalam hal ini wanita, yang hamil;
Sesuwengan: Memakai giwang)
Penjelasannya agak
panjang. Disini yang diibaratkan adalah wanita. Pada masa gadisnya ia tidak
pernah bersolek (ora besus), ia mulai bersolek pada saat hamil (digambarkan
dengan kata sesuwengan, atau memakai
giwang). Padahal dalam budaya Jawa, orang hamil sebaiknya tidak mengenakan
perhiasan: Semua perhiasan emas: Gelang, kalung, giwang, cincin, semua dilepas.
Jadi kalau orang mengatakan “bareng wis meteng sesuwengan” artinya “terlambat”.
Peribahasa di atas kaitannya bukan kelambatan dari aspek waktu tetapi kelambatan bertindak. Misalnya dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk demam berdarah, kita baru melakukan PSN setelah ada korban. mestinya PSN dilakukan seminggu sekali.
TERLANJUR
Sesuatu yang sudah
terjadi, tidak bisa kembali seperti semula. Dalam peribahasa Indonesia, menanak
nasi dijadikan contoh. Kita kenal: Nasi sudah menjadi bubur. Kita tidak mungkin
lagi mengubah bubur menjadi nasi. Oleh sebab itu kita harus sejak awal
berhati-hati. Kalau memang mau bikin bubur, air harus banyak. Tapi kalau mau
bikin nasi, jangan kebanyakan air.
Dalam paribasan Jawa
kita kenal: BERAS WUTAH ARANG BALI MENYANG TAKERE. Arti harfiahnya: Beras yang sudah tumpah, jarang akan
kembali (ke tempatnya) seperti kondisi semula. Jelas sekali bahwa beras yang
tumpah akan tersebar kemana-mana. Tidak semua akan dapat ditemukan, dan yang
ditemukan pasti tercemar dengan debu maupun kotoran lainnya. Pengertian
peribahasa ini, sesuatu yang sudah berubah tidak bisa pulih seperti sediakala.
Contoh paling mudah
adalah untuk menjelaskan penyakit. Seorang penderita tekanan darah tinggi
dianjurkan dokter untuk tidak merokok, tidak makan makanan berlemak, tidak
minum kopi, istirahat yang cukup dll. Karena nasihat dokter tidak dituruti,
terjadilah stroke. Ketika sembuh dari stroke nya, nyaris seperti normal, tetapi
tidak senormal dulu lagi.
Demikian pula anjuran
menggunakan helm bagi pengendara sepeda motor. Anjuran memasang sabuk pengaman
bagi pengendara mobil dan masih banyak lagi anjuran-anjuran yang pada
hakekatnya mengingatkan kita semua bahwa “beras wutah arang bali menyang
takere".
MENYESAL
Pikir dahulu
pendapatan, sesal kemudian tak berguna. Demikian ungkapan bahasa Indonesia
mengatakan. Menyesali semua yang sudah terjadi, tidak ada manfaatnya. Menjadi
hati-hati setelah merasakan sendiri akibatnya, yang dalam paribasan Jawa
dikatakan: PUPUR SAWISE BENJUT
seharusnya disikapi lebih awal dengan tindak hati-hati sesuai peribahasa PUPUR SADURUNGE BENJUT.
Orang-orang yang
menyesali kejadian yang sudah berlalu ini dalam paribasan Jawa dikatakan
sebagai KEDUWUNG NGUNTAL WEDHUNG
(Keduwung: menyesal; Nguntal: menelan; Wedhung: Sejenis senjata genggam,
ujungnya runcing perutnya agak membulat). Mau apa lagi, wedhung sudah terlanjur masuk perut.
LIDING DONGENG
Pada akhirnya
orang-orang yang gagal, terlambat, terlanjur dll hanya bisa menyesali nasibnya
yang terlanjur nguntal wedhung,
sudah terlanjur benjut baru pupur
dan ia hanya bisa MILANG TATU:
menghitung dan menyesali kemalangannya. (Iwan MM)
No comments:
Post a Comment