“Wani” dalam pengertian
umum bahasa Jawa adalah “berani”, sama dengan pengertian “Purun” dalam “Guna, kaya dan purun”, yaitu keberanian yang dilandasi tekad
dan komitmen kuat untuk melaksanakan sesuatu tugas.
PENGGUNAAN KATA “WANI”
Penggunaan kata “wani”
bergantung kalimatnya. Sebagai contoh:
(1) Kalau
orang mengatakan “Bocah kok wani karo wong tuwa”. Pengertian “wani” disini adalah anak yang tidak hormat pada orang tua
(2) Kalimat
“Aja wani-wani karo aku” maksudnya semacam tantangan kalau ada orang mau kurang
ajar kepada kita. “Jangan berani-beraninya sama saya.
(3) Pengertian
“Wani angas” adalah kiasan untuk orang yang kelihatannya berani tetapi
sebenarnya takut. (angas: gertak;
diangasi: digertak; wani angas kurang lebihnya: Gertak sambal)
(4) Kita
juga kenal peribahasa “Wani silit wedi rai”. Gambaran orang-orang yang
beraninya hanya kalau di belakang. Kalau berhadap-hadapan muka, dia diam seribu
bahasa atau malah ngacir.
(6) Kalimat
“Yen wania ing gampang wedia ing ewuh samubarang nora tumeka” adalah nasihat
Sri Rama kepada Hanoman. Jangan hanya berani mengerjakan yang mudah-mudah saja
tapi gamang dengan yang sulit. Kalau semua orang seperti itu maka semuanya
tidak akan kesampaian.
(7) “Yen wedi aja wani-wani, yen wani aja wedi-wedi”, adalah nasihat supaya orang tidak
ragu. Kalau memang takut ya jangan berani, kalau memang berani ya jangan
maju-mundur lagi.
MULAT
SARIRA HANGRASA WANI
Kalimat
“Mulat Sarira Hangrasa Wani” adalah butir ke tiga dari “Tri Dharma”, ajaran Sri
Mangkunegara I yang kita kenal dengan nama Pangeran Sambernyawa. Butir pertama
dan keduanya adalah “Rumangsa melu handarbeni” dan “Wajib melu hangrungkebi”.
Kapankah
kita akan “Hangrasa Wani?” Tumbuh rasa keberanian dalam diri kita? Tentusaja
yang dimaksud adalah keberanian dalam pengertian “purun”, sehingga kita tidak akan:
(1)
“Mau wani-wani tetapi rasanya wedi, disisi lain mau
wedi-wedi tetapi sepertinya mampu, atau
(2)
Mau mengerjakan yang sulit sepertinya kok risikonya terlalu tinggi, tetapi kalau pilih
mengerjakan yang gampang-gampang saja nanti dikatakan seandainya menang ora kondang, dan
kalau kalah malah wirang, atau
(3)
Nekad tanpa petung sebagai orang yang “kaduk wani kirang deduga.” Pasti
akan dikatakan “bonek” dan angka keberhasilannya juga rendah.
(4) Atau mau melakukan sesuatu dengan sebelumnya bertanya: "Wani pira?"
Tentu kita tidak mau yang seperti itu.
(4) Atau mau melakukan sesuatu dengan sebelumnya bertanya: "Wani pira?"
Tentu kita tidak mau yang seperti itu.
Oleh
sebab itu untuk “Hangrasa Wani” kita harus “Mulat Sarira” terlebih dahulu.
“sarira” adalah badan. Maksudnya ya diri kita sendiri. Apa yang harus dilakukan
diri sendiri sebelum “Hangrasa Wani?” Jawabannya adalah “mulat”. Pengertian
umum “mulat” adalah “waspada”. Jadi kita ukur diri sendiri “Mampukah kita?” Berarti
kita harus melakukan “self introspection” berarti dalam hidup ini kita senantiasa harus punya “sense of
introspection”. Kita harus menata apa yang kita pikirkan, kita ucapkan yang
yang lebih penting lagi adalah apa yang kita lakukan”.
Ringkasnya kita harus
selalu “mawas diri” sebelum melangkah. Perlu digarisbawahi bahwa berani
mengatakan “tidak” adalah salah satu bentuk keberanian yang masih perlu
ditingkatkan. Kalau sudah “Mulat Sarira” dan pikiran kita mengatakan “tidak”,
mengapa yang kita lakukan justru sebaliknya? Berarti kita tidak melakukan "Mulat sarira" (IwMM)
No comments:
Post a Comment