Wednesday, October 17, 2012

UNGKAPAN JAWA DENGAN “WANI”

“Wani” dalam pengertian umum bahasa Jawa adalah “berani”, sama dengan pengertian “Purun” dalam “Guna, kaya dan purun”, yaitu keberanian yang dilandasi tekad dan komitmen kuat untuk melaksanakan sesuatu tugas.
 
 
PENGGUNAAN KATA “WANI”
 
Penggunaan kata “wani” bergantung kalimatnya. Sebagai contoh:
 
(1) Kalau orang mengatakan “Bocah kok wani karo wong tuwa”. Pengertian “wani” disini adalah anak yang tidak hormat pada orang tua
 
(2) Kalimat “Aja wani-wani karo aku” maksudnya semacam tantangan kalau ada orang mau kurang ajar kepada kita. “Jangan berani-beraninya sama saya.
 
(3) Pengertian “Wani angas” adalah kiasan untuk orang yang kelihatannya berani tetapi sebenarnya takut.  (angas: gertak; diangasi: digertak; wani angas kurang lebihnya: Gertak sambal)
 
(4) Kita juga kenal peribahasa “Wani silit wedi rai”. Gambaran orang-orang yang beraninya hanya kalau di belakang. Kalau berhadap-hadapan muka, dia diam seribu bahasa atau malah ngacir. 
 
(5) “Kaduk wani kurang deduga” adalah gambaran orang yang terlalu berani tetapi tanpa perhitungan. (Kaduk: kelebihan)
 
(6) Kalimat “Yen wania ing gampang wedia ing ewuh samubarang nora tumeka” adalah nasihat Sri Rama kepada Hanoman. Jangan hanya berani mengerjakan yang mudah-mudah saja tapi gamang dengan yang sulit. Kalau semua orang seperti itu maka semuanya tidak akan kesampaian.
 
(7) Yen wedi aja wani-wani, yen wani aja wedi-wedi”, adalah nasihat supaya orang tidak ragu. Kalau memang takut ya jangan berani, kalau memang berani ya jangan maju-mundur lagi.

 
MULAT SARIRA HANGRASA WANI
 
Kalimat “Mulat Sarira Hangrasa Wani” adalah butir ke tiga dari “Tri Dharma”, ajaran Sri Mangkunegara I yang kita kenal dengan nama Pangeran Sambernyawa. Butir pertama dan keduanya adalah “Rumangsa melu handarbeni” dan “Wajib melu hangrungkebi”.
 
Kapankah kita akan “Hangrasa Wani?” Tumbuh rasa keberanian dalam diri kita? Tentusaja yang dimaksud adalah keberanian dalam pengertian “purun”, sehingga kita tidak akan:  
 
(1) “Mau  wani-wani tetapi rasanya wedi, disisi lain mau wedi-wedi tetapi sepertinya mampu, atau
 
(2) Mau mengerjakan yang sulit sepertinya kok risikonya terlalu tinggi, tetapi kalau pilih mengerjakan yang gampang-gampang saja nanti dikatakan seandainya menang ora kondang, dan kalau kalah malah wirang, atau
 
(3) Nekad tanpa petung sebagai orang yang “kaduk wani kirang deduga.” Pasti akan dikatakan “bonek” dan angka keberhasilannya juga rendah.

(4) Atau mau melakukan sesuatu dengan sebelumnya bertanya: "Wani pira?"

Tentu kita tidak mau yang seperti itu.
 
Oleh sebab itu untuk “Hangrasa Wani” kita harus “Mulat Sarira” terlebih dahulu. “sarira” adalah badan. Maksudnya ya diri kita sendiri. Apa yang harus dilakukan diri sendiri sebelum “Hangrasa Wani?” Jawabannya adalah “mulat”. Pengertian umum “mulat” adalah “waspada”. Jadi kita ukur diri sendiri “Mampukah kita?” Berarti kita harus melakukan “self introspection” berarti dalam hidup ini kita senantiasa harus punya “sense of introspection”. Kita harus menata apa yang kita pikirkan, kita ucapkan yang yang lebih penting lagi adalah apa yang kita lakukan”.
 
Ringkasnya kita harus selalu “mawas diri” sebelum melangkah. Perlu digarisbawahi bahwa berani mengatakan “tidak” adalah salah satu bentuk keberanian yang masih perlu ditingkatkan. Kalau sudah “Mulat Sarira” dan pikiran kita mengatakan “tidak”, mengapa yang kita lakukan justru sebaliknya? Berarti kita tidak melakukan "Mulat sarira" (IwMM)
 

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST