Ucapan “Yen wania ing gampang wedia ing ewuh sebarang nora tumeka” dapat kita jumpai di “Serat Rama”, kisah Ramayana gubahan Pujangga Ki Yasadipura I yang hidup pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana III dan IV di Surakarta.
Terjemahannya gampang-gampang saja dan maknanya tidak perlu penjelasan panjang lebar: “Kalau kita hanya mau mengerjakan yang mudah-mudah saja dan enggan mengerjakan yang sulit maka semua tidak akan kesampaian.
Dalam “Serat Rama” ucapan itu disampaikan oleh Prabu Rama kepada Hanoman sang kera putih maha sakti. Kala itu Hanoman (Ramandayapati) merasa takjub bahwa Sri Rama berhasil mencapai puncak Gunung Reksamuka yang konon amat angker bahkan para dewa pun tidak berani ke situ. Hanoman juga pernah mencoba lewat jalur udara (terbang) tetapi gagal. Maka bersabdalah Prabu Ramawijaya: Hai Hanoman, mudah dan susah itu kan ada yang membuat. Kalau hanya berani yang gampang dan enggan yang susah, kamu tak akan sampai kemana-mana. Mudah dan susah itu kalau diniati dengan tekad bulat, pada awalnya semua tidak ada.
Tulisan lengkapnya dalam pupuh Dhandhanggula sebagai berikut:
Kuneng lingnya Ramandayapati; Angandika Sang Ramawijaya; Heh bebakal sira kuwe; Gampang kalawan ewuh; Apan ana ingkang akardi; Yen wania ing gampang; Wedia ing ewuh; Sabarang nora tumeka; Yen antepen gampang ewuh dadi siji; Ing purwa nora nana.
Apabila kita menjadi Hanoman, mendapat wejangan Sri Rama seperti di atas, tentunya ada pikiran yang bergerak di otak dan ada rencana tindak untuk bergerak. Bisa macam-macam, antara lain:
Terjemahannya gampang-gampang saja dan maknanya tidak perlu penjelasan panjang lebar: “Kalau kita hanya mau mengerjakan yang mudah-mudah saja dan enggan mengerjakan yang sulit maka semua tidak akan kesampaian.
Dalam “Serat Rama” ucapan itu disampaikan oleh Prabu Rama kepada Hanoman sang kera putih maha sakti. Kala itu Hanoman (Ramandayapati) merasa takjub bahwa Sri Rama berhasil mencapai puncak Gunung Reksamuka yang konon amat angker bahkan para dewa pun tidak berani ke situ. Hanoman juga pernah mencoba lewat jalur udara (terbang) tetapi gagal. Maka bersabdalah Prabu Ramawijaya: Hai Hanoman, mudah dan susah itu kan ada yang membuat. Kalau hanya berani yang gampang dan enggan yang susah, kamu tak akan sampai kemana-mana. Mudah dan susah itu kalau diniati dengan tekad bulat, pada awalnya semua tidak ada.
Tulisan lengkapnya dalam pupuh Dhandhanggula sebagai berikut:
Kuneng lingnya Ramandayapati; Angandika Sang Ramawijaya; Heh bebakal sira kuwe; Gampang kalawan ewuh; Apan ana ingkang akardi; Yen wania ing gampang; Wedia ing ewuh; Sabarang nora tumeka; Yen antepen gampang ewuh dadi siji; Ing purwa nora nana.
Apabila kita menjadi Hanoman, mendapat wejangan Sri Rama seperti di atas, tentunya ada pikiran yang bergerak di otak dan ada rencana tindak untuk bergerak. Bisa macam-macam, antara lain:
1. Sri Rama kan titisan Dewa Wisnu, wajar saja kalau kesaktiannya melebihi Dewa-dewa kebanyakan dan tidak ada masalah menaklukkan Gunung Reksamuka.
2. Kalau mudah dan susah itu sama saja lha untuk apa saya melakukan sesuatu. Mau lakukan yang gampang, disalahkan. Mau mengerjakan yang susah, risikonya besar.
3. Kalau begitu aku akan menyatukan tekad dengan penuh semangat. Mudah dan susah sama saja. Semua bisa dicapai. Buat apa mengerjakan yang mudah-mudah. “Menang ora kondhang, kalah ngisin-isini” (menang tidak tenar, kalah memalukan).
Kisah ini terjadi sebelum “Rama Tambak”. Jadi sebelum Rama menyeberang ke Alengka dalam perjuangannya merebut kembali Dewi Shinta yang diculik Rahwana, Raja Alengka. Dalam melaksanakan tugasnya, Hanoman tidak pernah mengecewakan. Hanoman selalu berhasil. Seperti iklan dalam majalah pada jaman saya masih kecil dulu "Giman selalu berhasil". (IwMM)
No comments:
Post a Comment