Bila kita melakukan “Ziarah Wali Sanga”, salah satu tempat tujuan kita adalah makan Sunan Drajat di Kabupate Lamongan, Jawa Timur. Beliau dikenal amat cerdas, putra Sunan Ampel. Nama kecilnya adalah Raden Qasim. Nama “Drajat” diambil dari tempat beliau berkiprah di Pesantren Dalem Duwur, Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
Di Jaman dunia berupaya keras untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015 yang sasaran pertama dari 8 sasarannya adalah Pengentasan Kemiskinan (Eradicate Extreme Poverty and Hunger), marilah sejenak kita kembali dari tahun 2015 ke sekitar abad 15 di bagian utara Jawa Timur.
Sunan Drajat adalah sosok pejuang pengentasan kemiskinan pada masanya. Gelar Sunan Mayang Madu dianugerahkan oleh Raden patah, Sultan Demak sebagai penghargaan atas jasa-jasa Sunan Drajat dalam penyebaran Agama Islam sekaligus mengentas kemiskinan dan menyejahterakan rakyatnya.
Filosofi Sunan Drajat terpateri dalam tujuh sap tangga kompleks Makam Sunan Drajat. Makna filosofis ke tujuh sap tangga dapat dibaca pada wikipedia ada tujuh dan yang saya tulis di bawah ini adalah yang nomor tujuh yang menjadi bahan diskusi kami di atas bis sekeluar dari kompleks Makam Sunan Drajat. Yang nomor satu sampai enam mungkin agak sulit, atau menyangkut kewajiban kita untuk diri sendiri, sehingga kalau dibahas jangan-jangan malah menyindir diri sendiri. Tapi yang nomor tujuh ini memang operasionalisasinya, misinya, atau bantingtulangnya dalam mensejahterakan rakyat sebagai berikut:
“Menehana teken marang wong kang wuta. Menehana mangan marang wong kang luwe. Menehana busana wong kang wuda. Menehana ngiyup wong kang kudanan”
TERJEMAHANNYA: Berilah tongkat kepada orang yang buta (maksudnya memberi ilmu supaya pandai sehingga bisa memanfaatkan ilmunya untuk kesejahteraan lahir dan batin).
Berilah makan orang yang lapar (maksudnya mensejahterakan kehidupan masyarakat miskin. Pengertian saya disini adalah orang kalau bisa makan pasti bisa bekerja apalagi sudah dibekali ilmu sebelumnya)
Berilah pakaian orang yang telanjang (maksudnya mengajari kesusilaan pada orang yang belum mengerti malu. Kita diskusi panjang tentang hal ini, karena pengertian susila disini pasti bukan sekedar tindakan amoral terkait dengan seks saja, pasti amoral dalam pengertian lebih luas, minimal “Ma Lima”)
Berilah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan (Maksudnya adalah memberi perlindungan orang yang sengsara. Perlu dicatat bahwa Sunan Drajat adalah penguasa wilayah perdikan atau daerah otonomi Drajat.)
Jadi ada empat kata kunci sekaligus indikator: “Teken, mangan, busana dan ngiyup”. (IwMM)
No comments:
Post a Comment