Monday, October 8, 2012

SERAT WULANGREH: AJA KAKEHAN SANGGUP


Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai orang-orang yang mulutnya begitu mudah mengatakan kalimat bermakna “sanggup”. Di telinga memang sedap, kalau kita mendengar: “O beres, jangan kawatir” atau “Sipil mas, panjenengan saiki sare bae sesuk wis dadi”.

Kita juga mengenal ungkapan “inggah-inggih nanging ora kepanggih”. Di tempat lain orang mengatakan: “Sebentar, pak”. Padahal kenyataannya bisa sebentar siang, sebentar sore atau sebentar malam.
 
Sri Pakubuwana IV dalam Serat Wulangreh, pupuh Gambuh bait ke 16 di bawah menyebutkan:

Wulangreh, Gambuh bait ke 16

Terjemahannya kurang lebih: Jangan terlalu banyak mengatakan sanggup (pengertiannya: Menyanggupi untuk melaksanakan sesuatu atau mengetahui suatu masalah); Belum tahu masalahnya, tetapi banyak omongnya; Mendengar dari orang lain sepertinya mengetahui sendiri; Perasaannya banyak orang yang memuji (kemampuannya mengerjakan atau keluasan pengetahuannya); Sebenarnya mereka yang sudah tahu pada melengos (kuranglebihnya melengos berarti membuang muka plus mencibirkan bibir).
 
Jadi orang ini dalam bahasa Jawa dikatakan “kaya iya-iya-a” padahal tidak “sembada”’ Kalau kita belum terlalu kenal, ya pasti percaya dengan omongannya yang meyakinkan. Sedangkan yang sudah kenal, akan “melengos”.
 
Selanjutnya pada bait ke 17 Sri Pakubuwana IV mewanti-wanti:

Wulangreh, Gambuh, bait ke 17

Terjemahannya kurang lebih: Janganlah kalian mempunyai; Kelakuan yang seperti itu; Nanti pasti akan ketahuan; oleh teman dan sanak saudaranya; Tidak akan ada yang mempercayainya.
 
Pepatah Jawa mengatakan “Becik ketitik ala ketara”. Kelakuan baik dan buruk lama-lama pasti ketahuan. Kalau orang sudah terkenal dengan sifat buruknya (dalam hal ini: “Kakehan sanggup”) lama-lama akan dijauhi semua orang, termasuk keluarganya.
 
 
HARUS BISA MEMBEDAKAN UCAPAN DAN PERBUATAN
 
Kesanggupan harus didukung dengan perbuatan nyata. “Promise made must be promise kept” Itulah bedannya antara ucapan kesanggupan dengan hasil kesanggupan. Orang yang tahu membedakannya disebut orang yang setia pada janji.
 
Ucapan dan perbuatan adalah “two in one” sehingga ada kalimat “satunya kata dan perbuatan”. Dalam bahasa Jawa kita kenal “Sabda Pandita Ratu dan “Bawa Laksana”. Ada beberapa tulisan mengenai bicara dan tindakan ini, yaitu:


 
TIDAK PERLU JAIM

Mengapa ada orang yang “kakehan sanggup”, antara lain karena mau jaga image, ada motif pribadi, atau memang gawan bayi gampang mengatakan inggih yang tidak pernah kepanggih. Padahal “sanggup” membawa konsekwensi besar. Sebenarnya orang yang tidak menggampangkan “sanggup” lebih enteng hidupnya. Yang jadi masalah, tidak banyak orang yang mau ngomong prasaja seperti Bima: Cekak aos blaka suta.
 
Sebuah cerita lama,  saya dan satu teman dipanggil pimpinan, kemudian diberi tugas. Teman saya langsung mengatakan: Siap, Pak”. Di luar saya tanya: “Kamu kok langsung mengatakan siap apa dasarnya?” Dengan enteng dia menjawab: “Yang penting sanggup dulu. Kalau bilang tidak sanggup, kita bisa dianggap tolol dan mungkin juga tidak loyal. Buntutnya bisa panjang. Dan satu hal lagi, mas. Kalah cacak menang cacak”.
 
Kalimat terakhir teman saya ini ada benarnya: “Kalah cacak menang cacak, semua dicoba dulu".
 
 
KESIMPULAN:
 
Dengan adanya orang-orang yang “murah sanggup” ini maka lesson learned yang kita peroleh adalah jangan menjagakan kesanggupan orang karena ibaratnya mengandalkan barang yang belum jelas. Kalau kita seorang pemimpin perlulah “check dan recheck” yang dilakukan bawahan kita.
 
Untuk diri kita sendiri, sebaiknya belajar untuk tidak gampang menjual sanggup sebelum melakukan deduga, prayoga, watara dan reringa. Setidak-tidaknya tidak disalahkan kalau ada salahnya. Bukankah masih lebih baik “tidak sanggup” tetapi “nyata” daripada “sanggup” tetapi “tidak nyata, karena yang pertama adalah “jujur” dan yang kedua “bohong” (IwMM)


Aja Kakehan Sanggup

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST