Thursday, August 9, 2012

SABDA PANDITA RATU (2): KISAH WISRAWA DAN DEWABRATA

Melanjutkan tulisan “Sabda Pandita Ratu: Kisah Dasarata dan Santanu” yang menggambarkan beratnya menetapi “Sabda Pandita Ratu”, bahkan keberhasilannya perlu pengorbanan, saya mencoba menuliskan pada episode ini bahwa tidak semua orang berhasil mempertahankan “Sabda Pandita Ratu” yang harus “sepisan dadi” dan tidak dilanggar, melalui kisah Begawan Wisrawa dan Dewabrata. Yang satu gagal, satunya berhasil, walaupun keberhasilannya tidak “happy ending”


BEGAWAN WISRAWA


Prabu Lokawarna adalah raja Lokapala. Pada usia tua sang raja lengser keprabon dan madheg pandita berjejuluk Begawan Wisrawa dan bermukim di padepokan Girijembangan. Kerajaan diserahkan putranya yang bernama mirip dengan orang tuanya, yaitu Wisrawana, yang juga bergelar Prabu Danapati atau Prabu Danaraja.

Alkisah di kerajaan Alengka, Prabu Sumali mengadakan sayembara tanding. Siapa saja yang dapat menjelaskan makna ilmu “Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” akan dinikahkan dengan putrinya, Dewi Sukesi.

Prabu Danapati ingin mempersunting Dewi Sukesi. Tetapi ilmu Sastrajendra yang begitu tinggi itu hanya dikuasai oleh ayahnya, Begawan Wisrawa. Maka sang anak pun memohon bantuan orang tuanya, dan Begawan Wisrawa bersedia mengikuti sayembara tanding demi dan atas nama anaknya, Prabu Danapati.

Singkat ceritera Begawan Wisrawa berhasil menjelaskan makna “Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” kepada Dewi Sukesi. Masalahnya bukan Dewi Sukesi kemudian diboyong untuk diserahkan kepada Prabu Danapati. Yang terjadi kedua insan Sukesi dan Wisrawa justru saling jatuh cinta. Ada juga ceritera bahwa ilmu tersebut hanya milik para Dewa, dan Begawan Wisrawa telah melanggar aturan Dewa. Batara Guru marah besar, lalu merasuk ke tubuh Begawan Wisrawa, sementara isterinya, Batari Uma masuk ke tubuh Dewi Sukesi. Keduanya pun menikah. Bagi Dewi Sukesi tidak ada masalah karena yang berhasil mengajarkan ilmu tersebut memang Begawan Wisrawa, bukan Raja Danapati. Sedangkan Begawan Wisrawa telah melanggar janji kepada anaknya.

Danapati tidak seperti Dewabrata yang seedia mengalah demi membahagiakan ayahnya. Begawan Wisrawa yang kembali ke Lokapala pun diusir. Dikemudian hari Danapati menyerbu Alengka untuk menghukum ayahnya. Ada ceritera bahwa Danapati berhasil membunuh ayahnya, ada pula ceritera bahwa pertempuran dilerai Batara Narada yang menjelaskan bahwa Sukesi memang jodoh ayahnya. Sebagai imbalan maka Danapati akan diberi kedudukan sejajar dengan para dewa.

Mungkin merupakan hukuman bagi Begawan Wisrawa karena melanggar “Sabda Pandita ratu” sekaligus mengajarkan ilmu yang tidak seharusnya diajarkan. Dalam perjalanan kembali ke Alengka, Dewi Sukesi yang sudah mengandung melahirkan gumpalan daging. Gumpalan tersebut menjelma jadi tiga raksasa, yaitu: Rahwana dan Sarpakenaka, keduanya bersifat angkara murka, lalu Kumbakarna yang raksasa juga tetapi berbudi luhur. Ketika pertaubatan Begawan Wisrawa diterima, maka anak ke empat lahir sebagai ksatria tampan luhur budi, diberi nama Gunawan Wibisana.


DEWABRATA (BISMA SEMASA MUDA)


Dewi Satyawati, istri Prabu Santanu melahirkan dua putra: Citragada dan Wicitrawirya. Ketika di Kerajaan Kasi (Jawa: Giyantipura) mengadakan sayembara tanding untuk memperebutkan tiga puteri: Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambiki, maka Dewabrata berangkat atas nama kedua adik tunggal bapaknya. Ia berhasil mengalahkan semua peserta dan memboyong ketiga puteri.

Dewi Amba yang menurut cerita sebenarnya sudah punya tunangan Raja Salwa (Jawa: Citramuka) minta dikembalikan ke Salwa. Dewabrata mengijinkan tetapi Salwa atau Citramuka merasa sudah menjadi pecundang sehingga ia menolak Dewi Amba. Dewabrata lah yang berhak memiliki Dewi Amba.  Nasib Dewi Amba jadi terkatung-katung: Ditolak raja Salwa, malu kembali ke rumah, tetapi juga tidak mau menjadi isteri Raja Hastina. Ia menginginkan dinikahi sang penakluk, yaitu Dewabrata. Sementara Dewabrata yang sudah terikat sumpah untuk wadat (tidak menikah) tentusaja menolak.

Kemanapun Dewabrata pergi, Dewi Amba mengikuti. Dewabrata (Bisma) menakut-nakuti dengan panah. Karena terlalu lama dipegang, jari-jarinya berkeringat, lepaslah anak panah ke dewi Amba yang mengakibatkan kematiannya. Bisma menangis menyesali kesalahan dan nasibnya. Sebelum meninggal, Dewi Amba berpesan bahwa ia akan menitis ke tubuh Dewi Srikandi, anak Raja Drupada dari Pancalaradya. Disitulah kelak, dalam perang agung Bharatayuda, mereka akan dipersatukan kembali.


LIDING DONGENG

Melanggar “Sabda Pandita Ratu” ada risikonya. Dalam kisah ini Begawan Wisrawa mendapatkan keturunan raksasa paling angkara, Rahwana. Kokoh demi “Sabda Pandita Ratu” dalam kisah Dewabrata juga bisa berakhir pilu. Kembali kepada kata kunci “memegang komitmen”, maka Begawan Wisrawa punya komitmen pada orang lain (anak) sedangkan Dewabrata punya komitmen pada diri sendiri. Yang pertama gagal, yang kedua berhasil walau berdarah-darah. (IwMM)

Dilanjutkan ke Sabda Pandita Ratu (3): Sindiran dari tempe

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST