Melanjutkan
tulisan “Sabda Pandita Ratu: Kisah Dasarata dan Santanu” yang menggambarkan
beratnya menetapi “Sabda Pandita Ratu”, bahkan keberhasilannya perlu
pengorbanan, saya mencoba menuliskan pada episode ini bahwa tidak semua orang
berhasil mempertahankan “Sabda Pandita Ratu” yang harus “sepisan dadi” dan tidak dilanggar, melalui kisah Begawan Wisrawa
dan Dewabrata. Yang satu gagal, satunya berhasil, walaupun keberhasilannya
tidak “happy ending”
BEGAWAN
WISRAWA
Prabu Lokawarna adalah raja Lokapala. Pada usia tua sang raja lengser keprabon dan madheg pandita berjejuluk Begawan Wisrawa dan bermukim di padepokan Girijembangan. Kerajaan diserahkan putranya yang bernama mirip dengan orang tuanya, yaitu Wisrawana, yang juga bergelar Prabu Danapati atau Prabu Danaraja.
Prabu Lokawarna adalah raja Lokapala. Pada usia tua sang raja lengser keprabon dan madheg pandita berjejuluk Begawan Wisrawa dan bermukim di padepokan Girijembangan. Kerajaan diserahkan putranya yang bernama mirip dengan orang tuanya, yaitu Wisrawana, yang juga bergelar Prabu Danapati atau Prabu Danaraja.
Alkisah
di kerajaan Alengka, Prabu Sumali mengadakan sayembara tanding. Siapa saja yang
dapat menjelaskan makna ilmu “Sastrajendra
Hayuningrat Pangruwating Diyu” akan dinikahkan dengan putrinya, Dewi
Sukesi.
Prabu
Danapati ingin mempersunting Dewi Sukesi. Tetapi ilmu Sastrajendra yang begitu
tinggi itu hanya dikuasai oleh ayahnya, Begawan Wisrawa. Maka sang anak pun
memohon bantuan orang tuanya, dan Begawan Wisrawa bersedia mengikuti sayembara
tanding demi dan atas nama anaknya, Prabu Danapati.
Singkat
ceritera Begawan Wisrawa berhasil
menjelaskan makna “Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” kepada Dewi
Sukesi. Masalahnya bukan Dewi Sukesi kemudian diboyong untuk diserahkan kepada
Prabu Danapati. Yang terjadi kedua insan Sukesi dan Wisrawa justru saling jatuh
cinta. Ada juga ceritera bahwa ilmu tersebut hanya milik para Dewa, dan Begawan
Wisrawa telah melanggar aturan Dewa. Batara Guru marah besar, lalu merasuk ke
tubuh Begawan Wisrawa, sementara isterinya, Batari Uma masuk ke tubuh Dewi
Sukesi. Keduanya pun menikah. Bagi Dewi Sukesi tidak ada masalah karena yang
berhasil mengajarkan ilmu tersebut memang Begawan Wisrawa, bukan Raja Danapati.
Sedangkan Begawan Wisrawa telah melanggar janji kepada anaknya.
Danapati
tidak seperti Dewabrata yang seedia mengalah demi membahagiakan ayahnya.
Begawan Wisrawa yang kembali ke Lokapala pun diusir. Dikemudian hari Danapati
menyerbu Alengka untuk menghukum ayahnya. Ada ceritera bahwa Danapati berhasil
membunuh ayahnya, ada pula ceritera bahwa pertempuran dilerai Batara Narada
yang menjelaskan bahwa Sukesi memang jodoh ayahnya. Sebagai imbalan maka
Danapati akan diberi kedudukan sejajar dengan para dewa.
Mungkin
merupakan hukuman bagi Begawan Wisrawa karena melanggar “Sabda Pandita ratu”
sekaligus mengajarkan ilmu yang tidak seharusnya diajarkan. Dalam perjalanan
kembali ke Alengka, Dewi Sukesi yang sudah mengandung melahirkan gumpalan
daging. Gumpalan tersebut menjelma jadi tiga raksasa, yaitu: Rahwana dan
Sarpakenaka, keduanya bersifat angkara murka, lalu Kumbakarna yang raksasa juga
tetapi berbudi luhur. Ketika pertaubatan Begawan Wisrawa diterima, maka anak
ke empat lahir sebagai ksatria tampan luhur budi, diberi nama Gunawan Wibisana.
DEWABRATA
(BISMA SEMASA MUDA)
Dewi Satyawati, istri Prabu Santanu melahirkan dua putra: Citragada dan Wicitrawirya. Ketika di Kerajaan Kasi (Jawa: Giyantipura) mengadakan sayembara tanding untuk memperebutkan tiga puteri: Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambiki, maka Dewabrata berangkat atas nama kedua adik tunggal bapaknya. Ia berhasil mengalahkan semua peserta dan memboyong ketiga puteri.
Dewi Satyawati, istri Prabu Santanu melahirkan dua putra: Citragada dan Wicitrawirya. Ketika di Kerajaan Kasi (Jawa: Giyantipura) mengadakan sayembara tanding untuk memperebutkan tiga puteri: Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambiki, maka Dewabrata berangkat atas nama kedua adik tunggal bapaknya. Ia berhasil mengalahkan semua peserta dan memboyong ketiga puteri.
Dewi
Amba yang menurut cerita sebenarnya sudah punya tunangan Raja Salwa (Jawa:
Citramuka) minta dikembalikan ke Salwa. Dewabrata mengijinkan tetapi Salwa atau
Citramuka merasa sudah menjadi pecundang sehingga ia menolak Dewi Amba.
Dewabrata lah yang berhak memiliki Dewi Amba.
Nasib Dewi Amba jadi terkatung-katung: Ditolak raja Salwa, malu kembali
ke rumah, tetapi juga tidak mau menjadi isteri Raja Hastina. Ia menginginkan dinikahi sang
penakluk, yaitu Dewabrata. Sementara Dewabrata yang sudah terikat sumpah untuk wadat (tidak
menikah) tentusaja menolak.
Kemanapun
Dewabrata pergi, Dewi Amba mengikuti. Dewabrata (Bisma) menakut-nakuti dengan
panah. Karena terlalu lama dipegang, jari-jarinya berkeringat, lepaslah anak
panah ke dewi Amba yang mengakibatkan kematiannya. Bisma menangis menyesali
kesalahan dan nasibnya. Sebelum meninggal, Dewi Amba berpesan bahwa ia akan
menitis ke tubuh Dewi Srikandi, anak Raja Drupada dari Pancalaradya. Disitulah
kelak, dalam perang agung Bharatayuda, mereka akan dipersatukan kembali.
LIDING
DONGENG
Melanggar
“Sabda Pandita Ratu” ada risikonya. Dalam kisah ini Begawan Wisrawa mendapatkan
keturunan raksasa paling angkara, Rahwana. Kokoh demi “Sabda Pandita Ratu”
dalam kisah Dewabrata juga bisa berakhir pilu. Kembali kepada kata kunci
“memegang komitmen”, maka Begawan Wisrawa punya komitmen pada orang lain (anak)
sedangkan Dewabrata punya komitmen pada diri sendiri. Yang pertama gagal, yang
kedua berhasil walau berdarah-darah. (IwMM)
Dilanjutkan ke Sabda Pandita Ratu (3): Sindiran dari tempe
Dilanjutkan ke Sabda Pandita Ratu (3): Sindiran dari tempe
No comments:
Post a Comment