Melanjutkan
tulisan Bungah lan susah (4): Tiap orang ukurannya tidak sama, saat itu arloji
saku Baskara sudah menunjukkan lewat pukul sembilan malam. Sudah larut untuk ukuran
orang kecil di desa, lebih-lebih esok pagi-pagi mereka harus memulai lagi
rutinitas kehidupan, guna memenuhi panggilan ana dina ana sega; ana awan ana pangan maka untuk urip dan mangan harus nyambutgawe.
“Maaf mbok, malam sudah larut. Tapi saya masih ingin tanya satu lagi”.
“Lha mangga. Kalau saya bisa menjawab, dan panjenengan bungah, saya lebih bungah lagi”.
“Orang hidup ngoyak (mengejar) drajat, semat dan kramat itu salah apa tidak?”
“Namanya orang hidup ya harus mencari ketiganya, ndara, tapi kalau boleh jangan ngoyak, yang lebih bener NGGOLEK (mencari) bukan NGOYAK (mengejar)”.
MERI DAN PAMBEGAN
“Tetapi kenapa mbok, kebanyakan cara orang NGGOLEK umumnya dengan NGOYAK?"
Mbok Sadrana tersenyum. “jawabnya sederhana Ndara, karena ia punya karep yang dirusak oleh rasa MERI dan PAMBEGAN”. Selanjutnya mbok Sadrana menjelaskan secara sederhana:
“Maaf mbok, malam sudah larut. Tapi saya masih ingin tanya satu lagi”.
“Lha mangga. Kalau saya bisa menjawab, dan panjenengan bungah, saya lebih bungah lagi”.
“Orang hidup ngoyak (mengejar) drajat, semat dan kramat itu salah apa tidak?”
“Namanya orang hidup ya harus mencari ketiganya, ndara, tapi kalau boleh jangan ngoyak, yang lebih bener NGGOLEK (mencari) bukan NGOYAK (mengejar)”.
MERI DAN PAMBEGAN
“Tetapi kenapa mbok, kebanyakan cara orang NGGOLEK umumnya dengan NGOYAK?"
Mbok Sadrana tersenyum. “jawabnya sederhana Ndara, karena ia punya karep yang dirusak oleh rasa MERI dan PAMBEGAN”. Selanjutnya mbok Sadrana menjelaskan secara sederhana:
1. MERI atau “iri” adalah perasaan kalah.
Misalnya kalah pandai, kalah disayangi, kalah cantik, kalah uangnya dan
lain-lain
2. PAMBEGAN adalah perasaan harus menang.
harus menang kaya, menang terhormat, menang cantik, menang pandai, dan sebagainya
3. Perasaan kalah dan harus ingin menang
ini meracuni hidup manusia. Sehingga ia jungkir balik harus mengejar yang ini ini
atau supaya tidak menjadi seperti itu. Akibatnya tidak sekedar NGGOLEK, tapi NGOYAK. Kalau
perlu NGGOROK leher orang pun akan dilakukan.
4. Kalau rasa MERI dan PAMBEGAN ini bisa
dihilangkan, hidup orang akan tenteram. Ia akan NGGOLEK tanpa NGOYAK
derajat, semat dan kramat. Ia bisa nggolek dengan tenteram pula karena tidak
dihantui perasaan kalah dan ingin menang.
Baskara mengangguk-angguk mengerti. Sifat MERI dan PAMBEGAN lah penyakit yang merusak hidup manusia. Ia ganti bertanya pada pak Sadrana: “Pak Sadrana, siapa sebenarnya mbok Sadrana ini? Dia seorang wanita yang amat bijak sekaligus pandai".
SUAMI ISTERI SADRANA
Pak
Sadrana menjelaskan bahwa mbok Sadrana waktu muda dulu ikut priyayi yang baik
di kota. Melihat gadis dusun ini cukup cerdas, maka bendaranya mengajari
macam-macam ketrampilan dan kagunan: memasak,
baca tulis bahkan tembang-tembang macapat. Karena ia ketengen (disayangi), pintar
dan cantik, lama-lama timbullah rasa meri
dan pambegan diantara pembantu-pembantu yang lain. Akhirnya mbok Sadrana tidak
kuat dan memilih mencari kedamaian hidup, pulang ke desa. Walaupun bendaranya berusaha mencegah, Tetapi
tekad mbok Sadrana sudah bulat.
Baru
kali ini Baskara mendengar mbok Sadrana tertawa, kemudian ia menimpali ceritera suaminya: “Pak
Sadrana sendiri teman satu desa yang menjadi tukang kebun bendara kami. Melihat
saya pulang dia ikut pulang lalu kami menikah. Anak kami tiga, sudah cekel gawe. semua.
Walau tidak jadi priyayi tetapi kami bungah sekali”.
Ada
kelebihan lain dari suami isteri Sadrana. Pak Sadrana pandai memetik
“siter” (alat musik Jawa) dan mbok
Sadrana pandai nembang. Keahlian ini sering bisa memberikan penghasilan
tambahan kalau ada permintaan untuk menambah semaraknya acara-acara keluarga di
desanya.
Setelah
mendapat kode dari isterinya, Pak Sadrana mengeluarkan siter dari biliknya.
Bersila di bawah, Pak Sadrana memetik siternya sambil melagukan solo tembang
Pucung dari Serat Wedhatama.
angkara gung nèng ôngga anggung gumulung |
gêgolonganira | tri loka lêkêre kongsi | yèn dèn umbar ambabar dadi rubeda ||
Irama
berubah ke tembang Pangkur, dan mbok Sadrana melanjutkan, masih dari Serat
Wedhatama,
socaning
jiwangganira | jêr katara lamun pocapan pasthi | lumuh asor kudu unggul | sumungah
sêsongaran | yèn mangkana kêna ingaran katungkul | karêm ing rèh kaprawiran |
nora enak iku kaki ||
LIDING DONGENG
Baskara
menangkap pesan yang tersirat dari tembang yang dilantunkan suami isteri itu.
1. Dari Pak Sadrana ia mendapat pesan
bahwa nafsu angkara yang bergulung dalam jiwa kita, kalau diumbar akan
menimbulkan masalah besar (angkara gung neng angga anggung gumulung ....... yen
den umbar ambabar dadi rubeda). Biang rubeda tersebut adalah setan yang bernama “Angkara”
2. Kemudian Mbok sadrana mengingatkan
kembali tentang orang yang terlena dengan sifat MERI dan PAMBEGAN, tidak mau
kalah, harus unggul ( ..... lumuh asor
kudu unggul .... yen mangkana kena ingaran katungkul). Itulah dua jenis racun yang
disebar setan berjejuluk ANGKARA: Yang pertama LUMUH ASOR dan yang kedua KUDU
UNGGUL
No comments:
Post a Comment