Kebutuhan dasar manusia diwakili oleh tiga kata: Sandang, pangan dan papan. Sandang adalah pakaian sehingga orang dapat menutup auratnya dengan sempurna dan tampil wajar di muka umum. Pangan tentusaja makanan yang memenuhi syarat empat sehat lima sempurna sekaligus memenuhi kriteria menu gizi seimbang. Dengan demikian manusia mampu memenuhi kecukupan gizinya untuk tumbuh kembang dan bekerja. Adapun papan pasti berarti tempat tinggal. Sudah barang tentu yang dimaksud adalah rumah sehat: Ada jamban, air bersih, tidak lembab, ventilasi dan lain-lain. Dengan rumah sehat plus gizi baik, penghuninya pun akan semakin sehat.
Ada pepatah "Di atas langit masih ada langit" kalau tidak salah berasal dari Cina. Maknanya kurang lebih menasihati supaya kita tidak sombong. Masih ada yang lebih tinggi dari kita. Bisa jadi kita kemudian sadar dan mawas diri. Bisa pula kita justru tergelitik untuk mencapai langit yang lebih tinggi itu. Bukan manusia kalau ia puas begitu saja dengan apa yang telah kita punyai. Kata-kata "nrima ing pandum" semakin tertutup karat jaman. Kenapa hanya "sandang, pangan dan papan", tiga kata yang murni bahasa Jawa tetapi sudah diadopsi oleh bahasa Indonesia. Kebutuhan yang lebih tinggi bukankah masih ada: "Drajat, Semat dan Kramat"
DRAJAT bisa diartikan jabatan atau posisi. Ada orang yang posisinya mandek. Dari dulu tidak pernah naik. Berhenti di tempat, atau berputar-putar seperti obat nyamuk bakar, sampai mati pada putaran pendek terakhir. Orang harus berupaya, kalau perlu dengan "jalan apapun" sampai drajatnya meningkat.
SEMAT kurang lebih berarti harta, yang seharusnya tidak diartikan dengan nilai kebendaan. Manusia mulai tersesat ketika berpendapat "drajat" meningkat penampilan harus sesuai drajat. Pakaian harus lebih necis, mobil tentunya harus lebih bergengsi. Kalau perlu istri yang usia 50 diganti. Angka tetap 50 tetapi 25X2. Untuk bisa memperoleh semua itu tentu harus didukung dengan kemampuan meningkatkan semat.
KRAMAT bukan berarti angker. Tempat kramat adalah tempat yang dihormati sekaligus ditakuti orang, demikian pula pengertian kramat untuk manusia. Drajat dan semat saja masih kurang, harus ada "kramat". Ada orang berpikir, hanya orang berkuasa sajalah yang punya kramat. Begitulah ketika orang mulai menterjemahkan kekuasaan dengan kramat maka ia sudah terlalu jauh tersesat.
Sesungguhnya masyarakat menilai drajat, semat dan kramat seseorang bukan dari itu semua. Masyarakat melihatnya dari Karakter, Kompetensi dan komitmen (IwMM).
Posting terkait:
Petruk:Pernah Tidak Kuat Drajat, Semat dan Kramat
Posting terkait:
Petruk:Pernah Tidak Kuat Drajat, Semat dan Kramat
No comments:
Post a Comment