Kata
berjenjang, dengan purwakanti yang manis didengar. Ini adalah sebuah
perjalanan yang tidak pendek: Orang harus "tekun" supaya memperoleh "teken" guna mencapai tujuan hidupnya (Tekan).
1. TEKUN
Kurang
lebih artinya sama dengan “temen” yang telah saya tulis di Sapa temen nemu temen. Aja nganggep mokal ganthamu. Yaitu mengerjakan sesuatu dengan rajin,
serius, tidak mudah putus asa, tahan uji. Orang senang melihat pekerja yang
tekun atau temen ini. Saya ingat almarhum ibu pernah ngrasani pembantu: Tidak
pinter tetapi “temen”. Tekun sudah tentu dalam hal apa saja. Baik menuntut ilmu,
maupun melaksanakan tugas. Kata tekun disini lebih banyak diarahkan pada orang mencari
ilmu. “Ngelmu iku kelakone kanti laku”, dapat dibaca pada Serat Wulangreh: Laku ing sasmita amrih lantip. Lakunya macam-macam tetapi intinya ketekunan.
Hasil dari “tekun”, kita akan memperoleh “teken”
2. TEKEN
Mendengar
kata “teken” bayangan kita tentu orang tua yang berjalan dibantu tongkat. Atau
seorang tuan yang jalan bergaya dengan tongkat. Disini makna kata "teken" adalah
pedoman, atau alat untuk melaksanakan misi kita. Bisa berupa ilmu atau
ketrampilan sesuai kompetensi kita. Tanpa teken tentunya kita tidak akan
menjadi orang yang kompeten. Kalau dikaitkan dengan Serat Wedhatama: Wirya, Arta, Winasis, yang dimaksud “teken” adalah ”wirya arta dan winasis”.
Tanpa itu kita akan menjadi “aji godhong jati aking”. Oleh sebab itu Sunan Drajat
mengajari kita untuk “menehana teken wong
kang wuta”.
Kata
“Teken” dapat dibaca pada Piwulang Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan:
“Menehana teken marang wong kang wuta. Menehana mangan marang wong kang luwe.
Menehana busana wong kang wuda. Menehana ngiyup wong kang kudanan”
Dengan
“teken” yang diperoleh dari “tekun” maka kita akan sampai pada tahapan berikutnya
yaitu:
3. TEKAN:
Jelas
arti “tekan” adalah sampai pada tujuan dengan selamat tidak kurang suatu apa.
Mission accomplished! Visi kita sudah tercapai. Kita boleh bersorak gembira, tetapi jangan lupa bahwa
“tekan” kita adalah hasil dari kemampuan menggunakan “teken”.
Seberapa baguskah “teken” kita bergantung pada “ketekunan” kita dalam ngangsu kawruh. Seberapa efisien dan efektif kah “teken” kita, seberapa mampu kita mengatasi hambatan dan tantangan, bergantung kepiawaian kita menerapkan ilmu dalam pelaksanaan tugas.
KESIMPULAN
Perlu dicatat orang selalu menilai bahwa yang namanya TEKAN adalah hal biasa dan seharusnya memang demikian. Tetapi kalau kita TIDAK TEKAN maka orang akan TAKON (tanya), apesnya mengusut, bagaimana kita menggunakan “teken” tersebut: Untuk alat bantu jalan, memukul anjing, atau gagah-gagahan. Oleh sebab itu, HATI-HATI DALAM MEMPERGUNAKAN TEKEN, KARENA KALAU KITA TIDAK TEKAN-TEKAN MAKA OTANG PASTI TAKON. (IwMM)
Seberapa baguskah “teken” kita bergantung pada “ketekunan” kita dalam ngangsu kawruh. Seberapa efisien dan efektif kah “teken” kita, seberapa mampu kita mengatasi hambatan dan tantangan, bergantung kepiawaian kita menerapkan ilmu dalam pelaksanaan tugas.
KESIMPULAN
Perlu dicatat orang selalu menilai bahwa yang namanya TEKAN adalah hal biasa dan seharusnya memang demikian. Tetapi kalau kita TIDAK TEKAN maka orang akan TAKON (tanya), apesnya mengusut, bagaimana kita menggunakan “teken” tersebut: Untuk alat bantu jalan, memukul anjing, atau gagah-gagahan. Oleh sebab itu, HATI-HATI DALAM MEMPERGUNAKAN TEKEN, KARENA KALAU KITA TIDAK TEKAN-TEKAN MAKA OTANG PASTI TAKON. (IwMM)
No comments:
Post a Comment