Thursday, July 19, 2012

AIR (BANYU) DAN UNGKAPAN JAWA (2)

Sebagai lanjutan “Air dan ungkapan Jawa (1) pada tulisan ini saya lanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan air yang tidak menggunakan kata “banyu”.

A. WARIH

“Warih” adalah dasanama (sinonim) dari “banyu”.

1.     Ngangsu apikulan warih”. “Ngangsu” adalah menimba. Kata menimba selalu dikaitkan dengan ilmu. Jadi kalau kita menimba sudah membawa air (warih), artinya kita menuntut ilmu (ngangsu kawruh) sudah membawa bekal dasar-dasar ilmu tersebut. Kalau sudah punya dasar-dasar ilmunya tentu tidak akan kesulitan menyerap ajaran-ajaran yang akan diberikan.

2.    Angin silem ing warih: Angin menyelam di air. Berbuat buruk dengan sembunyi-sembunyi

B. TIRTA
“Tirta” juga dasanama air. Kata “Tirta” umumnya digunakan untuk sesuatu yang yang dianggap suci
1.    Tirta perwita sari: Air yang digunakan untuk siraman calon pengantin dalam adat Jawa. Diambil dari tujuh sumber yang berbeda

2.    Tirta amreta: Air yang menyebabkan tidak bisa mati (A: Tidak; Mreta: Mati). Para dewa dalam dunia pewayangan konon tidak bisa mati karena sudah meminum tirta amreta ini. Dalam konteks sekarang mungkin air yang tidak terkontaminasi kuman adalah “tirta amreta” Sering juga disebut “amerta”. Bukannya yang minum terus tidak bisa mati tetapi terhindar dari penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air. Seperti tifus, kolera,dll.

3.    Tirta candra geni raditya: Gambaran pengadilan yang adil, tidak berat sebelah. Tegak rata seperti “tirta” (air). Cara menanyai halus seperti “Candra” (rembulan). Menjatuhkan vonis tegas seperti “geni” (api). Memeriksanya terang terbuka seperti “Raditya” (matahari)

C. SAGARA

“Sagara” adalah lautan. Umumnya menggambarkan sesuatu yang besar atau luas

1.    Jembar sagarane: Luas lautannya. Menggambarkan seorang yang pemaaf, lapang dada

2.    Rupak sagarane: Rupak adalah sempit. Kebalikan dari “jembar sagarane” maka orang yang “rupak sagarane” adalah orang yang tidak mudah memberi maaf kesalahan orang lain

3.    Ati sagara: Hampir mirip dengan “jembar sagarane”, orang yang berhati seperti lautan, berarti daya tampungnya besar. Ia adalah orang yang pandai ”momong” perasaan orang banyak. Orang yang akomodatif.

4.    Uyah kecemplung sagara: Laut airnya sudah asin, dimasuki garam. Gambaran memberi sesuatu pada orang kaya. Ungkapan serupa adalah “Nguyahi segara”

D. SUMUR
Sumur adalah sumber air. Sehingga kata sumur digunakan untuk menggambarkan seseorang yang merupakan narasumber. Bisa ilmu, pertolongan bahkan pemberitaan.
1.    Sumur lumaku tinimba: Ini ceritera sumur yang bisa berjalan, kemudian sepanjang jalan ditimba airnya. Menggambarkan seseorang yang kemana-mana selalu ditanya untuk minta petunjuk.

2.    Sumur sinaba: Sumur yang selalu didatangi orang. Tentusaja sumur yang banyak airnya, bukan sumur kering. Gambaran seseorang yang menjadi tempat tujuan orang lain untuk dimintai pertolongan.

3.    Sumur gumuling: Kalau sumur bisa terguling, tentu airnya tumpah. Ini bukan tumpahan rejeki melainkan tumpahan omongan. Gambaran seseorang yang samasekali tidak bisa menyimpan rahasia. Sama dengan “anggenthong umos”, genthong yang rembes.

E. GUSKARA
“Guskara” adalah dasanama “sumur” dalam bahasa Kawi. Sumur (tanpa kata tambahan di belakangnya) adalah sumber air yang diam. Dalam pengertian airnya tidak mengalir. Sehingga kalau orang dikatakan “angguskara” mengibaratkan orang yang yang punya wewenang (khususnya menggugat) tetapi tidak dilakukan

F. KEDHUNG
“Kedhung” adalah bagian sungai yang dalam (palung). Sungai di Jawa betapapun besarnya tentu tidak sebesar dan sedalam airnya seperti sungai di Sumatra atau Kalimantan. Adanya kedung mempunyai arti khusus.
1.    Dhayung oleh kedhung: Kalau ketemu palung, tentunya enak untuk mendayung. Menggambarkan seseorang yang punya rencana kemudian menemukan jalan yang mudah untuk mencapainya.

2.    Kedhung jero kena dijajagi, balik atine wong sapa sing ngerti: Dalamnya palung bisa dijajagi tetapi siapa yang tahu dalamnya hati.

3.    Kali ilang kedhunge, pasar ilang kumandhange: Kali hilang palungnya dan pasar hilang gemanya. Gambaran masyarakat yang hidupnya serba susah. Sungai kering dan pasar sepi.

G. GROJOGAN
“Grojogan” adalah air terjun. Ada ungkapan “kriwikan dadi grojogan”. Selokan kecil berubah jadi air terjun. Menggambarkan perkara kecil berubah menjadi urusan besar.Oleh sebab itu selesaikan sebelum masalah menggurita.

H. BUN
“Bun” adalah embun. Tetes-tetes lembut air yang menempel di dedaunan pada pagi hari. Gambaran sesuatu yang kecil dan belum tentu ada

1.    Adhang-adhang tetesing bun: Mengharapkan belas kasihan seadanya dan belum pasti dapat.

2.    Ngebun-bun enjang, njejawah sonten: Ini wangsalan. “Bun enjang” (embun pagi) dasanamanya adalah “awun-awun” sedangkan “njejawah sonten” (hujan sore-sore) disebut “rarabi”. Maksudnya: Nyuwun rabi (minta kawin). Mengenai “wangsalan” dapat dilihat pada Menyampaikan pitutur dengan wangsalan (1)

I. UDAN

“Udan” adalah hujan: Air yang jatuh dari langit secara merata

1.    “Udan tangis” dan “Udan mimis”: sama dengan hujan tangis dan hujan peluru

2.    Kakehan gludhug kurang udan: Omong besar tanpa isi

3.    Perilaku hujan: Orang Jawa memberi nama khusus. (a) “Udan kethek” adalah hujan tetapi matahari kelihatan sinarnya (b) “Udan sinemeni” adalah hujan yang belum turun tetapi suara hujan sudah terdengar karena hujan masih berada di tempat lain (c) “Udan woh” maksudnya hujan yang butirannya besar (woh: buah). Bisa disertai es (d) “Udan barat” adalah hujan dengan angin

Demikianlah ungkapan mengenai macam-macam air. Selanjutnya dalam Air dan ungkapan Jawa(3) akan saya sampaikan mengenai perilaku atau sifat air (IwMM)


 



No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST