Episode
ke 4 dari 6 tulisan: Kelengkapan Ksatria Jawa Paripurna: Wisma, Wanodya,
Turangga, Kukila, Curiga
“Turangga” adalah kuda. Pastilah kuda adalah tunggangan. Ksatria jaman sekarang tentunya bukan kuda lagi sebagai tunggangannya. Bisa motor bisa mobil dalam berbagai jenis dan ukuran. Kuda walaupun sudah tidak terlalu digunakan sebagai tunggangan kecuali pada tempat tertentu dan event tertentu, tetapi tenaga kuda “horse power” masih digunakan sebagai ukuran kekuatan mesin. Pasukan berkuda dulu disebut kavaleri. Sekarang yang namanya kavaleri adalah pasukan “tank”, mobil lapis baja.
Kuda digunakan para ksatria untuk membawanya ke tempat tujuan dalam rangka melaksanakan tugas-tugas mulia. Oleh sebab itu makna simbolis kuda disini adalah sarana untuk mencapai cita-cita. Tentusaja tulisan ini tidak membicarakan partai sebagai kendaraan mencapai tujuan. Dulu belum ada partai bukan?
Apa tunggangan kita untuk mencapai tujuan? Ada banyak sekali. Pertama adalah “iman”. Hanya ksatria yang beriman yang akan selamat sampai tujuan. Mengingat kuda harus dikendalikan, maka “turangga” juga bermakna pengendalian diri. Dilandasi iman yang kuat maka sang ksatria mampu mengendalikan diri dari segala godaan dan sukses lahir dan batin.
Kedua adalah ilmu pengetahuan. Tanpa ilmu pengetahuan maka seorang ksatria tidak punya kompetensi. Tanpa kompetensi apa yang bisa diperbuat. Kompetensi banyak ragamnya. Mulai kemampuan olah “jaya kawijayan” dalam pengertian olah kaprajuritan untuk bela diri dan bela negara, kemampuan tata negara untuk mengendalikan roda pemerintahan dan masih banyak lagi kompetensi teknis dan fungsional. Sarjana tehnik, kedokteran, astronomi dan lain-lain. Seorang ksatria profesional harus senantiasa belajar. Belajar adalah aktifitas sampai mati. Peningkatan kompetensi harus terus dilaksanakan guna meningkatkan “profesionalisme”
Anggaran adalah yang ketiga. “Jer basuki mawa beya”, beya dalam pengertian umum adalah dana (walaupun pengertian “jer basuki mawa beya” jauh lebih luas lagi). Dia butuh anggaran untuk melaksanakan misinya. Oleh sebab itu ia perlu membuat rencana anggaran di “wisma”nya. Anggaran yang rasional, cost effectice. Tidak sekedar minta SPJ (istilah salah kaprah). Tidak sekedar menyerap anggaran.
Sekarang bukan jamannya “lone ranger” lagi, atau “one man army”, seorang yang bergerak sendiri, menyelesaikan tugas sendiri dan menikmati hasilnya sendiri. Di jaman yang makin maju, “interdependency” justru semakin meningkat. Sehingga yang ke empat adalah seorang ksatria harus mampu melakukan “networking”, baik melalui tatap muka maupun virtual (facebook tidak saya masukkan katagori ini), dengan stakeholders dan lintas program serta lintas sektor terkait. Sekarang ini tidak ada lagi tujuan program yang dapat diselesaikan sendiri. Semua saling terkait. Hanya dengan “bersama” kita “bisa”
LIDING
DONGENG:
Barangkali
melihat saya mendengarkan secara sungguh-sungguh apa yang ia katakan dari awal,
maka laki-laki tua ini tidak engganmelanjutkan penjelasannya ke “turangga”: “Jaran iku
tumpakan. Jaman saiki kowe dipundhutke honda karo ramamu. Nanging elinga
tumpakan iku sayektine dudu jaran dudu honda. Sing kudu dadi tumpakanmu ya budi
rahayu dikanteni iman lan takwa dumateng Gusti Allah sing Maha Agung.
Insyaallah uripmu slamet”. (IwMM)
No comments:
Post a Comment