Makan tidak akan lepas
dari kehidupan manusia. Setidaknya manusia makan tiga kali sehari. Demikian
pula dalam paribasan Jawa, ada beberapa yang terkait dengan urusan makan ini.
Umumnya adalah perilaku makan yang kurang sopan, seperti contoh di bawah:
A.
RAKUS
1.
KERE NEMONI MALEM
Pada acara “maleman” (maksudnya peringatan Maulud
Nabi Muhammad SAW), pasti ada selamatan, nasi dengan lauk pauk komplit. Dapat
dibayangkan bagaimana makannya seorang Kere (pengemis) yang biasanya serba
kurang ketika bertemu dengan makanan yang disajikan pada “maleman”. Pasti ambil
banyak, makan banyak dengan cepat supaya bisa ambil lagi. Hati-hati jangan
sampai saat kita makan bersama (kalau makan sendirian urusan sendiri)
teman-teman kemudian ada yang nyemoni atau ngasani “mangane kok kaya kere
nemoni malem”. Kita pasti malu kecuali termasuk golongan orang tidak tahu malu.
(Dapat dibaca di tulisan Dua Peribahasa Dengan Kere)
2.
CANGKEM RUSAK GODHONG JATI KRASA OPAK
Gambaran orang yang
rakus (Jawa: nggragas). Dikatakan “cangkem
rusak” (mulutnya sudah rusak, dalam kaitan dengan cita rasa makanan).
Sehingga apa saja walau tidak enak akan dia makan. Dalam hal ini dikatakan “Godhong jati (daun jati) krasa opak (terasa seperti opak, yaitu
sejenis makanan seperti kerupuk).
3.
MOGEL ILATE
Mogel: Bergerak-gerak
ujungnya (seperti ekor); Ilat: Lidah. Pengertian umumnya: Lidah yang
menari-nari. Mengggambarkan orang yang suka makan enak.
4.
WADHUK BERUK
Wadhuk: Lambung, perut;
Beruk: Tempurung kelapa yang digunakan untuk menakar beruk. Jaman dulu di desa
orang kalau beli beras ukurannya bukan kilo tetapi beruk. Seorang dikatakan
“wadhuk beruk” (perutnya seperti tempurung takaran beras) kalau jatah
makanannya banyak sekali diluar ukuran orang normal. Tidak hanya suka makan,
tetapi makannya juga amat banyak.
B.
HANYA NONTON SAJA, TIDAK IKUT MAKAN
Bila pada contoh di
atas menggambarkan orang yang nggragas, rakus dan banyak makan maka yang satu
ini gambaran orang yang (bisa rakus) tetapi tidak ikut makan karena tidak
ditawari. ketika ditanya temannya: “Lawuhe enak-enak ya Mas?”, maka ia akan
menjawab dengan muka asam: “Enak mbahmu, wong mung PANEN MATA PAILAN GULU”.
Keterangan:
Panen
mata: Matanya panen
bisa melihat makanan banyak dan enak. Pailan
(paceklik) gulu (leher):
Pengertiannya tidak ada makanan yang melewati lehernya (saluran makan). Hanya
melihat saja tetapi tidak ada yang masuk mulutnya.
C.
TIDAK KEBAGIAN MAKAN
Andaikan kita datang
terlambat, bukan hanya terlambat dari aspek waktu tetapi juga orang-orang sudah
selesai makan (karena ada hidangan makan) maka kita akan dikatakan: SEKUL PAMIT. (Sekul: Nasi). Dalam hal
ini kita datang, nasinya sudah berpamitan.
D.
TIDAK KHAWATIR SOAL MAKAN
Yang ini mengandung
makna filosifis tinggi. Gambaran orang yang nerima tetapi optimis. ANA DINA ANA UPA. Dina: hari; Upa:
butir nasi). Sepanjang masih ada “hari” (dimana kita bisa bekerja) pasti bisa
makan. (Dapat dibaca pada tulisan Ana dina ana sega; Ana awan ana pangan)
LIDING
DONGENG
Makan pun ceriteranya
bisa banyak. Selama kita hidup bermasyarakat, sebaiknya dalam hal makan kita
perlu hati-hati supaya tidak dianggap tidak mengerti subasita atau tatakrama.
Mengenai hal ini dapat merujuk ke tulisan Subasita Jawa (9): Makan
No comments:
Post a Comment