Tuesday, September 3, 2013

PERILAKU MAKAN DAN PARIBASAN JAWA

Makan tidak akan lepas dari kehidupan manusia. Setidaknya manusia makan tiga kali sehari. Demikian pula dalam paribasan Jawa, ada beberapa yang terkait dengan urusan makan ini. Umumnya adalah perilaku makan yang kurang sopan, seperti contoh di bawah:
 
 
A. RAKUS
 
1. KERE NEMONI MALEM
 
Pada acara “maleman” (maksudnya peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW), pasti ada selamatan, nasi dengan lauk pauk komplit. Dapat dibayangkan bagaimana makannya seorang Kere (pengemis) yang biasanya serba kurang ketika bertemu dengan makanan yang disajikan pada “maleman”. Pasti ambil banyak, makan banyak dengan cepat supaya bisa ambil lagi. Hati-hati jangan sampai saat kita makan bersama (kalau makan sendirian urusan sendiri) teman-teman kemudian ada yang nyemoni atau ngasani “mangane kok kaya kere nemoni malem”. Kita pasti malu kecuali termasuk golongan orang tidak tahu malu. (Dapat dibaca di tulisan Dua Peribahasa Dengan Kere)
 
2. CANGKEM RUSAK GODHONG JATI KRASA OPAK
 
Gambaran orang yang rakus (Jawa: nggragas). Dikatakan “cangkem rusak” (mulutnya sudah rusak, dalam kaitan dengan cita rasa makanan). Sehingga apa saja walau tidak enak akan dia makan. Dalam hal ini dikatakan “Godhong jati (daun jati) krasa opak (terasa seperti opak, yaitu sejenis makanan seperti kerupuk).
 
3. MOGEL ILATE
 
Mogel: Bergerak-gerak ujungnya (seperti ekor); Ilat: Lidah. Pengertian umumnya: Lidah yang menari-nari. Mengggambarkan orang yang suka makan enak.
 
4. WADHUK BERUK
 
Wadhuk: Lambung, perut; Beruk: Tempurung kelapa yang digunakan untuk menakar beruk. Jaman dulu di desa orang kalau beli beras ukurannya bukan kilo tetapi beruk. Seorang dikatakan “wadhuk beruk” (perutnya seperti tempurung takaran beras) kalau jatah makanannya banyak sekali diluar ukuran orang normal. Tidak hanya suka makan, tetapi makannya juga amat banyak.
 
 
B. HANYA NONTON SAJA, TIDAK IKUT MAKAN
 
Bila pada contoh di atas menggambarkan orang yang nggragas, rakus dan banyak makan maka yang satu ini gambaran orang yang (bisa rakus) tetapi tidak ikut makan karena tidak ditawari. ketika ditanya temannya: “Lawuhe enak-enak ya Mas?”, maka ia akan menjawab dengan muka asam: “Enak mbahmu, wong mung PANEN MATA PAILAN GULU”.
 
Keterangan:
 
Panen mata: Matanya panen bisa melihat makanan banyak dan enak. Pailan (paceklik) gulu (leher): Pengertiannya tidak ada makanan yang melewati lehernya (saluran makan). Hanya melihat saja tetapi tidak ada yang masuk mulutnya.
 
C. TIDAK KEBAGIAN MAKAN
 
Andaikan kita datang terlambat, bukan hanya terlambat dari aspek waktu tetapi juga orang-orang sudah selesai makan (karena ada hidangan makan) maka kita akan dikatakan: SEKUL PAMIT. (Sekul: Nasi). Dalam hal ini kita datang, nasinya sudah berpamitan.
 
 
D. TIDAK KHAWATIR SOAL MAKAN
 
Yang ini mengandung makna filosifis tinggi. Gambaran orang yang nerima tetapi optimis. ANA DINA ANA UPA. Dina: hari; Upa: butir nasi). Sepanjang masih ada “hari” (dimana kita bisa bekerja) pasti bisa makan. (Dapat dibaca pada tulisan Ana dina ana sega; Ana awan ana pangan)
 
 
LIDING DONGENG
 
Makan pun ceriteranya bisa banyak. Selama kita hidup bermasyarakat, sebaiknya dalam hal makan kita perlu hati-hati supaya tidak dianggap tidak mengerti subasita atau tatakrama. Mengenai hal ini dapat merujuk ke tulisan Subasita Jawa (9): Makan



No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST