Paribasan Jawa demikian
kayanya. Perilaku laki-laki dalam kaitan dengan kelaki-lakiannya pun ada dalam
paribasan, seperti contoh di bawah.
A.
SUKA MENGGANGGU PEREMPUAN
1.
BRAMARA MANGUN LINGGA
Gambaran laki-laki yang
gemagus (suka jual tampang) khususnya
dihadapan wanita yang menarik hatinya. (Bramara: kumbang; Mangun: membentuk
supaya serasi; Lingga: Bisa diartikan tubuh atau kemaluan laki-laki).
2.
NGRABEKAKE SIKUT
Laki-laki yang sengaja
menjenggol wanita ditempat keramaian. Diibaratkan dengan mengawinkan (rabi,
ngrabekake) siku (sikut). Mungkin anak muda jaman sekarang akan komentar:
“nyenggol saja kok sampai jadi paribasan”. Ya, jaman dulu bisa nyenggol memang
sudah hebat.
3.
NGOYAG-OYAG TURUS IJO
Ngoyag-oyang:
mengguncang-guncang; Turus: Batang tanaman yang masih kecil; Ijo: Hijau.
Pengertiannya: Laki-laki yang suka mengganggu gadis yang belum dewasa.
4.
NGRUSAK PAGER AYU:
Mengganggu wanita yang sudah bersuami
5.
ANGRONG PASANAKAN:
Menyukai istri saudara atau teman
B.
ADA MAKSUD TIDAK LANGSUNG
1.
NUGRAHA ATI KIRDA
Nugraha: Ganjaran;
Kirda: Krida. Maksudnya: Seorang laki-laki yang memberi sesuatu pada seorang
wanita (bukan saudara sendiri) dengan maksud supaya wanita tersebut
menyukainya.
2.
SAWAT ABALANG WOHE
Sering juga dikatakan:
Nyawat mbalang wohe. Disini ada dua kata yang artinya sama yaitu sawat dan
balang, yaitu sesuatu yang dipakai untuk melempar. Dalam hal ini pengertian
harfiah kalimat tersebut adalah: Kita melempar dengan sesuatu (katakanlah:
batu) untuk mendapatkan buahnya (woh).
Maksud paribasan ini:
Kita mendekati seorang wanita melalui saudaranya, supaya lebih mudah. Jelasnya:
Pakai perantara. Anak muda sekarang mungkin akan tanya: “Kok pakai perantara
segala?” Ya, jaman memang sudah beda. Jaman dulu untuk berkenalan dengan lawan
jenis sama-sama malunya.
C.
MENIKAH SAMA SIAPA?
1.
ASU MUNGGAH ING PAPAHAN
Munggah: naik; Papahan:
dalam bahasa jawa yang lain disebut “paga”
(semacam rak untuk menaruh makanan dan atau perlengkapan makan). Menggambarkan
seorang laki-laki yang menikahi janda saudara tuanya.
Dalam paribasan lain
yang sama artinya desebut juga dengan: NUNGGAK
BOJO.
2.
KURUNG MUNGGAH LUMBUNG:
Pembantu dijadikan isteri.
3.
ANAK-ANAKAN TIMUN
Mengambil anak angkat,
setelah dewasa dijadikan isteri. Mengapa menggunakan “timun” sebagai sanepa,
kita bisa merujuk ke tanaman mentimun. Waktu buahnya masih kecil kita rawat
baik-baik, setelah besar kita makan. Mengapa bukan mengambil contoh terong atau
durian? Barangkali mentimun yang sudah masak lebih pantas untuk
digendong-gendong. Kalau tidak, mengapa ada gadis cantik yang namanya
Timun Emas, bukan Terong Emas?
4.
NYUNGGI LUMPANG KENTHENG
Nyunggi: membawa barang
ditaruh di atas kepala; Lumpang kentheng: Lumpang besar dari batu. Bisa kita
bayangkan betapa beratnya, dan untuk apa disunggi-sunggi segala. Maksud
paribasan ini adalah seorang laki-laki yang cari isteri dengan derajat lebih
tinggi (misalnya: kebangsawanan, kekayaan, intelektual). Tujuannya cari shelter
alias nunut mukti. Ternyata pengayoman yang dia peroleh tidak imbang dengan
beban yang ia sangga. (diibaratkan dengan “nyunggi lumpang kentheng”).
D.
LAKI-LAKI YANG DI BAWAH TELAPAK KAKI PEREMPUAN
1.
DICEKOKI INDHING (KUDHUNG INDHING)
Dicekoki: Contohnya
anak yang tidak mau minum obat (mungkin karena pait) lalu diminumkan secara
paksa oleh orang tuanya. Indhing: Kain yang digunakan wanita saat datang bulan
(pembalut wanita).
Paribasan ini menggambarkan laki-laki
yang kalah wibawa dengan isterinya. Hanya menurut saja apa kata isterinya.
2.
GONDHELAN PONCODING TAPIH, NGETUTAKE PONCODING TAPIH dan KESASABAN TAPIH
Tiga paribasan, agak
sama, dan memang maksudnya sama. Gondhelan: berpegangan; Ngetutake: mengikuti;
Kesasaban: ketutupan, tertutup oleh ... ; Tapih: kain panjang yang dipakai
wanita.
Pengertiannya sama
dengan contoh pertama, yaitu laki-laki yang isterinya lebih berwibawa sehingga
ia hanya ikut apa kata isterinya.
LIDING
DONGENG
“Begitulah laki-laki,
dan apapun yang dia lakukan pada awal, banyak yang akhirnya tekuk lutut di
sudut kerling wanita”. Demikian Mas Parmo mengomentari penjelasan saya saat istirahat
pada acara kerjabakti tujuhbelasan yang lalu. Lalu dia sambung lagi: “Pokoke
aja dadi wong LANANG KEMANGI”.
“Apa maneh iku Mas?” Tanya
Mbah Harjo yang hari itu ikut meramaikan suasana kerjabakti RT.
“Wong
lanang sing jirih
(penakut)”. Jawab Mas Parmo dengan suara dikeraskan.
“Lire
piye kemangi kok dadi jirih?”
Mbah Harjo mengejar dengan pertanyaan. (catatan: pengertian “LIR” dapat dirujuk
ke tulisan Sering ditanyakan: Lir atau Nir
“Ya
embuh, kit biyen ngertiku ya ngono kuwi”. Mas Parmo mulai kisinan.
Barangkali Bapak Ibu ada yang tahu, mengapa laki-laki penakut disanepakan
dengan KEMANGI?
Dilanjutkan ke: NASIB DAN PERILAKU WANITA DALAM PARIBASAN JAWA
No comments:
Post a Comment