Tidak hanya laki-laki seperti
pada tulisan sebelum ini: Perilaku Laki-laki Dalam Paribasan Jawa, maka cukup banyak juga paribasan Jawa
tentang wanita. Di bawah adalah beberapa contoh, khususnya perilaku dan nasib
yang kurang baik. Perlu diingat dan dimaklumi bahwa paribasan ini usianya sudah
cukup lama. Isu “pemberdayaan perempuan” pada masa itu belum ada.
A.
BERGANTUNG LAKI-LAKI
1.
WONG WADON IKU SWARGA NUNUT NRAKA KATUT
Wanita itu senang atau
susah nasibnya bergantung suaminya. Suami jadi pejabat ikut mukti, suami jadi
penjahat dan ditangkap aparat ikut menderita. Jaman sekarang nasib wanita yang
seperti ini sudah banyak berkurang karena sudah amat banyak wanita
berpendidikan tinggi dan mempunyai penghasilan sendiri yang tinggi pula.
2.
WONG WADON COWEK GOPEL
Derajat wanita diibaratkan
Cowek (Cobek) yang Gopel (Retak dan sebagian pecah), tidak
ada harganya samasekali. Cowek yang gopel mau dipakai masih bisa, mau dibuang dan
ganti yang lain tidak masalah. Terserah laki-laki. Tentunya di era “kesetaraan
gender” sekarang ini hal tersebut sudah amat berkurang.
3.
GONDHELAN KOLOR KATHOK
Pada masa itu yang
kathoknya (celana) pakai kolor hanya laki-laki; Luarnya akan ditutup dengan bebed (kain panjang untuk laki-laki).
Wanita diibaratkan hanya bisa gondhelan
kolor kathok, dengan pengertian wanita hanya bisa menurut pada suaminya.
Dulu mayoritas wanita
nasibnya seperti ini. Walau demikian, laki-laki yang kalah sama isterinya juga
ada. Dapat dibaca pada tulisan sebelum ini (Perilaku Laki-laki Dalam Paribasan
Jawa).
4.
GLUNDHUNG SEMPRONG
Wanita yang sejak awal
hidup berkeluarga tidak membawa apa-apa. Jadi pokoknya glundhung semprong ikut saja sama suami. Wanita seperti ini posisi
tawarnya (bargaining position) rendah. Sebaliknya laki-laki yang sejak awal
berkeluarga tidak membawa apa-apa, pokoknya ikut isteri (yang barangkali kaya)
disebut sebagai GLUNDHUNG SULING.
Mengapa yang satu sejmprong sedang satunya suling, sumangga.
B.
ORANG TUA PUN KURANG MENGHARGAI
Dulu bahkan orang tua
pun ada yang menganggap anak perempuannya tidak terlalu berharga.
1.
NITIPAKE DAGING SAEREP
Menitipkan daging
sepotong. Diucapkan orangtua yang menyerahkan anak perempuannya kepada calon
besan atau calon menantu.
2.
NUMPANG SAJI
Ini perilaku orang tua
yang nakal. Sudah menerima uang tukon (semacam mas kawin) dari laki-laki yang
melamar anak perempuannya, tetapi anak perempuan tersebut dinikahkan dengan
laki-laki lain yang juga sudah memberi uang. Jadi si bapak menerima uang dua
kali.
C.
TUGASNYA BERANAK
1.
LENGKAK-LENGKOK ORA WURUNG NGUMBAH POPOK
Wanita yang berbelit-belit
masih enggan punya suami, lama-lama terpaksa juga menikah dan akhirnya punya
anak yang digambarkan dengan: ngumbah (mencuci) popok bayi.
2.
JUMAMBAK MANAK JUMEBENG METENG
Gambaran wanita yang
tiap tahun (sering) beranak. Pada saat rambut anaknya sudah bisa dijambak
(ditarik dengan tangan), ia melahirkan (manak). Sebelum itu pada saat rambut
anaknya (bayinya) baru dapat dijebeng (sebelum bisa dijambak, hanya bisa
dipegang tapi belum bisa ditarik), si ibu hamil (meteng).
D. WARISAN
Warisan untuk wanita bagiannya tidak sebanyak laki-laki. Kita kenal paribasan SAPIKUL SAGENDHONGAN. Laki-laki dapat satu pikul yang berarti dua bagian dan wanita dapat satu gendongan yang berarti satu bagian (memikul: dua wadhah; menggendong: satu wadah).
E. YANG TIDAK LAKU
Gadis kenes tetapi tidak laku karena tidak ada laki laki yang mau melamar. Dalam paribasan Jawa disebut dengan: GAMBRET SINGGANG MRAKATAK ORA ANA SING NGENENI.
Keterangan
Singgang: Tumbuhan padi yang muncul setelah sawah dipanen; Gambret: Singgang generasi kedua (gambretnya gambret). Ya siapa yang mau memanen (ngeneni) tumbuhan yang seperti ini. Mutunya pasti tidak baik.
E. PESOLEK YANG TIDAK EMPAN PAPAN
Wanita yang mengenakan perhiasan serba gemebyar dan menempuh jalan yang berbahaya (ada begal/rampok) digambarkan sebagai KUTUK NGGENDHONG KEMIRI. Ikan kutuk (ikan gabus) yang membawa buah kemiri.
F. WANITA NAKAL
Wanita yang mau memberikan kehormatannya kepada sebarang laki-laki (wanita nakal) disebut dengan KENDHO TAPIHE (Kendho: kendhor; Tapih: kain panjang yang dipakai wanita. Adapun wanita nakal (WTS) yang sudah sadar dan menghentikan perilakunya disebut LENDHI MAHAS. Lendhi: pelacuran; Mahas: pergi.
Guyonan dari seorang teman, ia mengatakan: Sekarang tidak ada lagi wanita nakal. Lho koq bisa gitu? Iya karena sekarang jarang kita temukan wanita pakai tapih.
LIDING DONGENG
Contoh paribasan di atas banyak mengemas kisah jaman dulu. Jaman sudah berubah. Satu contoh lagi pada masa sekarang apakah masih ada laki-laki Jawa yang menyebut isterinya sebagai “kanca wingking?” (wingking = belakang; badhe dateng wingking = mau ke kamar kecil).
Sebenarnya kata “kanca wingking” bukannya tidak menghormati wanita. Bagian “wingking” (belakang) sebenarnya adalah bagian yang rahasia. Dalam keluarga, siapa lagi tempat kita berbagi untuk hal-hal yang rahasia kalau bukan isteri kita sendir? (Iwan MM)
D. WARISAN
Warisan untuk wanita bagiannya tidak sebanyak laki-laki. Kita kenal paribasan SAPIKUL SAGENDHONGAN. Laki-laki dapat satu pikul yang berarti dua bagian dan wanita dapat satu gendongan yang berarti satu bagian (memikul: dua wadhah; menggendong: satu wadah).
E. YANG TIDAK LAKU
Gadis kenes tetapi tidak laku karena tidak ada laki laki yang mau melamar. Dalam paribasan Jawa disebut dengan: GAMBRET SINGGANG MRAKATAK ORA ANA SING NGENENI.
Keterangan
Singgang: Tumbuhan padi yang muncul setelah sawah dipanen; Gambret: Singgang generasi kedua (gambretnya gambret). Ya siapa yang mau memanen (ngeneni) tumbuhan yang seperti ini. Mutunya pasti tidak baik.
E. PESOLEK YANG TIDAK EMPAN PAPAN
Wanita yang mengenakan perhiasan serba gemebyar dan menempuh jalan yang berbahaya (ada begal/rampok) digambarkan sebagai KUTUK NGGENDHONG KEMIRI. Ikan kutuk (ikan gabus) yang membawa buah kemiri.
F. WANITA NAKAL
Wanita yang mau memberikan kehormatannya kepada sebarang laki-laki (wanita nakal) disebut dengan KENDHO TAPIHE (Kendho: kendhor; Tapih: kain panjang yang dipakai wanita. Adapun wanita nakal (WTS) yang sudah sadar dan menghentikan perilakunya disebut LENDHI MAHAS. Lendhi: pelacuran; Mahas: pergi.
Guyonan dari seorang teman, ia mengatakan: Sekarang tidak ada lagi wanita nakal. Lho koq bisa gitu? Iya karena sekarang jarang kita temukan wanita pakai tapih.
LIDING DONGENG
Contoh paribasan di atas banyak mengemas kisah jaman dulu. Jaman sudah berubah. Satu contoh lagi pada masa sekarang apakah masih ada laki-laki Jawa yang menyebut isterinya sebagai “kanca wingking?” (wingking = belakang; badhe dateng wingking = mau ke kamar kecil).
Sebenarnya kata “kanca wingking” bukannya tidak menghormati wanita. Bagian “wingking” (belakang) sebenarnya adalah bagian yang rahasia. Dalam keluarga, siapa lagi tempat kita berbagi untuk hal-hal yang rahasia kalau bukan isteri kita sendir? (Iwan MM)
Dilanjutkan ke: HUBUNGAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM PARIBASAN JAWA
No comments:
Post a Comment