Orang
Jawa dulu mungkin banyak yang suka minum bahkan sampai mabok. Orang pesta
dengan “tayuban” juga bisa plus “miras”. Tanpa “miras” mungkin menarinya tidak
seru. Serunya menari sebenarnya karena orang sudah “wuru” atau mabuk.
Banyak
tulisan dalam buku-buku lama berbahasa Jawa yang membahas kejahatan minuman
keras. Bahkan perilaku orang yang minum mulai dari satu “dhasar” (satu bumbung
kecil atau satu sloki) sampai sepuluh dhasar ada panyandranya.
Tulisan
ini adalah lanjutan Panyandra: Pepindhan untuk sesuatu yang khusus (3): Musim.
Telah dijelaskan: Secara umum “panyandra” adalah “pepindhan” khusus. Misalnya
bagian tubuh manusia (khususnya wanita, dan lebih khusus lagi yang dinilai
“indah). “Panyandra” juga diberikan untuk menggambarkan suatu keadaan. Misalnya
“panyandra untuk musim” dalam “pranatamangsa” Jawa, demikian pula panyandra
gambaran orang minum (minuman keras) mulai satu sloki sampai sepuluh sloki.
Panyandra
orang minum, dijelaskan secara runtut (Merujuk “Serat Bauwarna”, Ki
Padmasusastra, 1898 dan “Majalah Kejawen”, Balai Pustaka, 14 januari
1928), dalam 10 tahapan sebagai berikut:
SEPULUH TAHAPAN MABOK
MINUM
“SADHASAR”: EKA PADMASARI
Eka:
Satu; Padma: Bunga teratai; Sari: Bisa berarti bunga atau indah. Orang yang
minum satu sloki (sadhasar) ibaratnya bunga teratai yang indah. Alkohol masih
dalam pengaruh yang baik. Orang yang minum menyenangkan dalam pergaulan, ibarat
bunga yang indah
MINUM
“RONG DHASAR”: DWI AMARTANI
Dwi:
Dua; Martani: Memberi kabar, menghibur. Orang yang minum habis dua sloki (rong
dhasar) bicaranya masih baik dan menyenangkan.
MINUM
“TELUNG DHASAR”: TRI KAWULA BUSANA
Tri:
Tiga; Kawula: Abdi; Busana: Pakaian. Orang yang minum tiga sloki (telung
dhasar) ibaratnya pembantu yang hari-hari berpakaian sederhana, kini berbusana
(indah). Mulai kehilangan rasa minder, dan berani berdekatan dengan tuannya.
Pada “sloki ke tiga” ini pengaruh buruk alkohol mulai tampak. Mestinya ia
menghentikan pada sloki ke dua, pada tahap “Dwi amartani”. Tetapi siapa yang
mampu mengendalikan diri kalau teman minumnya banyak? Maka masuklah kita pada
tahap ke empat
MINUM
“PATANG DHASAR”: CATUR WANARA RUKEM
Catur:
Empat; Wanara: Kera; Rukem: Tanaman yang buahnya enak. Orang yang minum habis
empat sloki (patang dhasar) ibaratnya kera rame-rame makan buah-buahan. Betapa
kacaunya. Pasti berebut dan suaranya riuh rendah.
MINUM
“LIMANG DHASAR”: PANCA SURA PANGGAH
Panca:
Lima; Sura: Berani; Panggah: Kokoh, tidak bergeming. Orang yang minum habis
lima sloki (limang dhasar) pasti menjadi amat berani dan tidak pakai
perhitungan lagi. Walaupun badannya kurus kering ia akan berani menantang orang
yang tinggi besar. Disini keberanian timbul karena akal sehat sudah tergusur
dari otaknya.
MINUM
“NEM DHASAR”: SAD GUNA WEWEKA
Sad:
Enam; Guna: Kemampuan, kelebihan; Weweka: Kewaspadaan. Orang yang minum habis
enam sloki (nem dhasar) kewaspadaan meningkat dengan manifestasi gampang
curiga. Gerak-gerik orang lain bisa dianggap ancaman, pembicaraan orang lain
bisa dikira “ngrasani buruk” tentang dia. Karena pada sloki ke lima
keberaniannya meningkat, dapat dibayangkan apa yang terjadi kalau ia curiga
pada orang lain
MINUM
“PITUNG DHASAR”: SAPTA KUKILA WARSA
Sapta:
Tujuh; Kukila; Burung; Warsa: Salah satu arti “warsa” adalah “hujan”. Orang
yang minum habis tujuh sloki (pitung dhasar) ibaratnya seperti burung
kehujanan. Badan gemetar, mengeluarkan suara-suara tidak jelas.
MINUM
“WOLUNG DHASAR”: ASTA SACARA-CARA
Asta:
Delapan; Cara: Perilaku. Orang tang minum habis delapan sloki (wolung dhasar)
perilakunya sudah rusak samasekali. Ia akan bicara sembarangan, hilang rasa
malunya. Kalau ada yang memancing, semua rahasia bisa keluar tanpa disadarinya.
Kalau sudah sampai disini barangkali diteruskan saja sampai tahap berikutnya
MINUM
“SANGANG DHASAR” NAWA WAGRA LAPA
Nawa:
Sembilan; Wagra: Macan; Lapa: kelaparan. Orang yang minum habis sembilan sloki
(sangang dhasar) ibaratnya harimau yang kelaparan, dalam pengertian sudah lemah
karena lama tidak makan. Orang sudah menjadi lesu, lemah, tanpa daya.
Keberingasan sudah hilang samasekali.
MINUM
“SAPULUH DHASAR” DASA BUTA MATI
Dasa:
Sepuluh; Buta: Raksasa; Mati: Mati. Orang yang minum habis sepuluh sloki
(sapuluh dhasar) ibaratnya raksasa yang sudah mati. Ibarat bangkai raksasa.
Biar besar dan semula galak, tidak ada yang takut lagi.
LIDING
DONGENG
Yang
disebut “wuru dawa” adalah orang
mabok yang ngelantur. Ini bisa bicara macam-macam, mulai omong yang
biasa-biasa, yang lucu, yang saru,
sampai yang rahasia).
Tanda-tanda
mabok muncul pada sloki ke tiga. Jadi kalau mau minum alkohol harus pakai
deduga dan prayoga. Pertimbangannya (deduga) bagaimana dan sebaiknya (prayoga)
bagaimana. Hasilnya pasti “Prayogane aja nginum” (sebaiknya tak usah minum),
daripada mabok dan kecanduan
Kalau
tidak mampu mengendalikan diri (dan umumnya manusia demikian) tidak usahlah
minum, karena di pesta seperti itu pasti kita akan ditantang, dan menjadi
panas. Lama-kelamaan syaraf dan organ tubuh pun rusak, khususnya hati (liver)
dan ginjal. Ingat bagian terakhir adalah DASA BUTA MATI. Awalnya memang
“seperti” raksasa mati, lama-lama mati betulan.
Kita sudah diingatkan melalui
“panyandra” orang yang minum. Mulanya seindah “PADMASARI” sehingga lupa pada
akhir yang amat tidak menyenangkan, yaitu “BUTA MATI”. Ingat wewaler Sri
Pakubuwana IV dalam Serat Wulangreh: Jangan mabok-mabokan .... lawan ana waler malih, aja sok
anggung kawuron ...” (IwanMM)
No comments:
Post a Comment