Saturday, March 16, 2013

ORANG-ORANG KENA PERKARA DALAM PARIBASAN JAWA (3): YANG KENA PERKARA


Jaman dulu mungkin sudah banyak orang yang berperkara dan masuk ke proses hukum. Trik-trik orang berperkara pun rupanya sudah ada juga, sehingga cukup banyak peribahasa yang terkait dengan urusan peradilan ini.
 
 
Di bawah adalah peribahasa yang terkait dengan orang yang diperkara, saya cuplik dari Sarine Basa Jawa, Padmasukaca, 1967 dan sebagian terdapat juga pada Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939.
 
Silakan dicocokkan sendiri dengan situasi abad 21 ini, apakah hal-hal seperti ini masih ada.
 
 
A. UNGKAPAN ORANG YANG KENA PERKARA
 
1. KAPARAG PEH
 
Arti harfiahnya: Diterjang air (parag: kena terjang; peh: aliran air, bisa juga berarti celaan). Pengertiannya: Orang yang terpaksa kena perkara.
 
2. KETIBAN AWU ANGET
 
Arti harfiahnya: Kejatuhan abu hangat. Pengertiannya: Tidak tahu apa-apa mendapat dakwaan.
 
3. KETIBAN TAI BAYA
 
Arti harfiahnya: Kejatuhan tahi buaya. Dalam ungkapan Jawa, buaya selalu melambangkan hal tidak baik atau berbahaya. Disini maksudnya adalah: Orang yang didakwa melakukan perbuatan tidak baik
 
4. LENGAR KETIBAN UNCEG
 
Arti harfiahnya: Dahi (lengar: dahi yang lebar) kejatuhan unceg (unceg: semacam bor, atau besi panjang dan tajam untuk melobangi kayu). Pengertiannya: Orang yang tidak melakukan apa-apa tiba-tiba didakwa melakukan perbuatan tidak baik.
 
 
B. PERILAKU ORANG YANG KENA PERKARA
 
1. ABALISWARA
 
Arti harfiahnya: Mengembalikan (bali) suara (swara). Pengertiannya: Digugat lalu membalas menggugat
 
2.  ANDAKA KETAWAN WISAYA
 
Arti harfiahnya: banteng tertangkap perangkap (andaka: banteng; tawan: tangkap; wisaya: perangkap). Maksudnya: Orang kena perkara, sudah tahu kalau akan kalah lalu melarikan diri.
 
3. ANIRNA PARUSA
 
Arti harfiahnya: menghilangkan paksaan (nir: hilang, tanpa; parusa: paksa). Maksudnya: Mengembalikan atau menolak perintah pengadilan
 
4. ANIRNA PATRA
 
Arti harfiahnya menghilangkan surat (nir: hilang/tanpa; patra: surat). Pengertiannya: Memungkiri atau mengingkari surat perjanjian yang telah ditulis
 
5. (m)BALITHUK KUKUM
 
Arti harfiahnya: Menipu hukum (blithuk: kena tipu termasuk kena tipu dengan pemalsuan; mbalithuk, mblithuk: menipu; kukum: hukum). Pengertiannya: Berupaya (dengan segala cara) supaya lepas dari jerat hukum
 
6. (m)BUKA SABDA
 
Arti harfiahnya: Memulai pembicaraan (sabda). Pengertiannya: Dalam pengadilan, belum ditanya sudah mendahului bicara
 
7. BAHNI NEMPUH BANYU
 
Arti harfiahnya: Api (bahni) melawan (nempuh) air (banyu). Pengertiannya: Orang kena perkara setelah ada putusan pengadilan kemudian menggugat yang mengadili
 
8. NGREKA PATRA
 
Arti harfiahnya: mereka-reka surat perjanjian (patra). Pengertiannya: mengubah, memalsu, merekayasa surat perjanjian supaya bisa mnemenangkan urusannya
 
9. NRAJANG GAWAR
 
Arti harfiahnya: Menerjang pagar pembatas. Pengertiannya: Melanggar undang-undang negara.
 
10. SANDHANG-SANDHANG ROWANG
 
Arti harfiahnya: Memberi pakaian teman (sandhang: pakaian; rowang: teman). Pengertiannya: kena tuduhan/dakwaan lalu menyeret teman/saudara.
 
11. CATATAN: Perilaku yang terkait hubungan dengan saksi dapat dibaca di Orang-orang kena perkara dalam paribasan Jawa (1): Terkait dengan saksi
 
 
C. NASIB ORANG YANG KENA PERKARA
 
1. ANDAKA INA TAN WRIN UPAYA
 
Arti harfiah: Banteng yang hina (ina) tidak (tan) tahu (wrin) usaha (upaya). Pengertiannya: Orang yang didakwa mencuri tetapi tidak mengaku, akhirnya disuruh mencari barang yang hilang. Catatan: Mungkin perkara yang dimaksud disini, bukan perkara yang masuk proses peradilan formal)
 
2. KEPATHAK KELACAK
 
Arti harfiahnya: Kepala terlacak. Pathak berarti pukul atau kepala. Konon riwayat dari peribahasa ini pada jaman dulu ada orang kehilangan kerbau, ketika dilacak ke rumah orang yang dicurigai, kerbaunya tidak ada, tetapi kepala (pathak) kerbau yang hilang ditemukan disitu. Pengertiannya: Orang yang sudah tidak bisa mungkir lagi karena perbuatannya sudah terbukti.
 
 
LIDING DONGENG
 
Orang berperkara ternyata dari jaman dulu sudah banyak. Perilaku orang-orang yang diperkara dan memperkara termasuk proses peradilannya ternyata juga sudah dicatat sejak jaman dulu.
 
Apapun perilaku orang yang kena perkara hukum, pengadilan harus tidak emban cindhe emban siladan, harus adil dan tidak berat sebelah. Harus meneladani empat unsur: Tirta candra geni raditya: Tegak rata seperti “tirta” (air). Cara menanyai halus seperti “Candra” (rembulan). Menjatuhkan vonis tegas seperti “geni” (api). Memeriksanya terang terbuka seperti “Raditya” (matahari)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST