Jaman dulu
mungkin sudah banyak orang yang berperkara dan masuk ke proses hukum. Trik-trik
orang berperkara pun rupanya sudah ada juga, sehingga cukup banyak peribahasa
yang terkait dengan urusan peradilan ini.
Tulisan ini
adalah lanjutan dari Orang-orang kena perkara dalam paribasan Jawa (1): Terkait dengan saksi dan Orang-orang kena perkara dalam paribasan Jawa (2): Perkara dan yang memperkara
Di bawah
adalah peribahasa yang terkait dengan orang yang diperkara, saya cuplik dari
Sarine Basa Jawa, Padmasukaca, 1967 dan sebagian terdapat juga pada Bausastra
Jawa, Poerwadarminta, 1939.
Silakan
dicocokkan sendiri dengan situasi abad 21 ini, apakah hal-hal seperti ini masih
ada.
A. UNGKAPAN ORANG
YANG KENA PERKARA
1. KAPARAG PEH
Arti
harfiahnya: Diterjang air (parag: kena terjang; peh: aliran air, bisa juga
berarti celaan). Pengertiannya: Orang yang terpaksa kena perkara.
2. KETIBAN AWU ANGET
Arti
harfiahnya: Kejatuhan abu hangat. Pengertiannya: Tidak tahu apa-apa mendapat
dakwaan.
3. KETIBAN TAI BAYA
Arti
harfiahnya: Kejatuhan tahi buaya. Dalam ungkapan Jawa, buaya selalu
melambangkan hal tidak baik atau berbahaya. Disini maksudnya adalah: Orang yang
didakwa melakukan perbuatan tidak baik
4. LENGAR KETIBAN
UNCEG
Arti
harfiahnya: Dahi (lengar: dahi yang lebar) kejatuhan unceg (unceg: semacam bor,
atau besi panjang dan tajam untuk melobangi kayu). Pengertiannya: Orang yang
tidak melakukan apa-apa tiba-tiba didakwa melakukan perbuatan tidak baik.
B. PERILAKU ORANG
YANG KENA PERKARA
1. ABALISWARA
Arti
harfiahnya: Mengembalikan (bali) suara (swara). Pengertiannya: Digugat lalu
membalas menggugat
2. ANDAKA KETAWAN WISAYA
Arti
harfiahnya: banteng tertangkap perangkap (andaka: banteng; tawan: tangkap;
wisaya: perangkap). Maksudnya: Orang kena perkara, sudah tahu kalau akan kalah
lalu melarikan diri.
3. ANIRNA PARUSA
Arti
harfiahnya: menghilangkan paksaan (nir: hilang, tanpa; parusa: paksa).
Maksudnya: Mengembalikan atau menolak perintah pengadilan
4. ANIRNA PATRA
Arti
harfiahnya menghilangkan surat (nir: hilang/tanpa; patra: surat). Pengertiannya:
Memungkiri atau mengingkari surat perjanjian yang telah ditulis
5. (m)BALITHUK KUKUM
Arti
harfiahnya: Menipu hukum (blithuk: kena tipu termasuk kena tipu dengan
pemalsuan; mbalithuk, mblithuk: menipu; kukum: hukum). Pengertiannya: Berupaya
(dengan segala cara) supaya lepas dari jerat hukum
6. (m)BUKA SABDA
Arti
harfiahnya: Memulai pembicaraan (sabda). Pengertiannya: Dalam pengadilan, belum
ditanya sudah mendahului bicara
7. BAHNI NEMPUH BANYU
Arti
harfiahnya: Api (bahni) melawan (nempuh) air (banyu). Pengertiannya: Orang kena
perkara setelah ada putusan pengadilan kemudian menggugat yang mengadili
8. NGREKA PATRA
Arti
harfiahnya: mereka-reka surat perjanjian (patra). Pengertiannya: mengubah,
memalsu, merekayasa surat perjanjian supaya bisa mnemenangkan urusannya
9. NRAJANG GAWAR
Arti
harfiahnya: Menerjang pagar pembatas. Pengertiannya: Melanggar undang-undang
negara.
10. SANDHANG-SANDHANG
ROWANG
Arti
harfiahnya: Memberi pakaian teman (sandhang: pakaian; rowang: teman).
Pengertiannya: kena tuduhan/dakwaan lalu menyeret teman/saudara.
11. CATATAN: Perilaku yang
terkait hubungan dengan saksi dapat dibaca di Orang-orang kena perkara dalam paribasan Jawa (1): Terkait dengan saksi
C. NASIB ORANG YANG
KENA PERKARA
1. ANDAKA INA TAN
WRIN UPAYA
Arti
harfiah: Banteng yang hina (ina) tidak (tan) tahu (wrin) usaha (upaya).
Pengertiannya: Orang yang didakwa mencuri tetapi tidak mengaku, akhirnya
disuruh mencari barang yang hilang. Catatan: Mungkin perkara yang dimaksud
disini, bukan perkara yang masuk proses peradilan formal)
2. KEPATHAK KELACAK
Arti
harfiahnya: Kepala terlacak. Pathak berarti pukul atau kepala. Konon riwayat
dari peribahasa ini pada jaman dulu ada orang kehilangan kerbau, ketika dilacak
ke rumah orang yang dicurigai, kerbaunya tidak ada, tetapi kepala (pathak)
kerbau yang hilang ditemukan disitu. Pengertiannya: Orang yang sudah tidak bisa
mungkir lagi karena perbuatannya sudah terbukti.
LIDING DONGENG
Orang
berperkara ternyata dari jaman dulu sudah banyak. Perilaku orang-orang yang
diperkara dan memperkara termasuk proses peradilannya ternyata juga sudah
dicatat sejak jaman dulu.
Apapun
perilaku orang yang kena perkara hukum, pengadilan harus tidak emban cindhe
emban siladan, harus adil dan tidak berat sebelah. Harus meneladani empat
unsur: Tirta candra geni raditya: Tegak rata seperti “tirta” (air). Cara menanyai halus
seperti “Candra” (rembulan).
Menjatuhkan vonis tegas seperti “geni”
(api). Memeriksanya terang terbuka seperti “Raditya”
(matahari)
No comments:
Post a Comment