Dulu
ada teman (bukan pegawai negeri) minta berhenti dari tempat kerjanya. Padahal sepertinya ya sudah
lumayan, sebagai pegawai yang baru bekerja beberapa tahun. Ketika saya tanya
apa alasannya, dengan enteng ia menjawab: “Cari yang lebih menantang dan
menjanjikan, mas. Habis paribasan cuma disuruh cablek-cablek lemut”.
Maksud
teman saya dengan kata “Cablek-cablek lemut” (lemut: nyamuk) adalah “tidak
diberi peran” atau kalau ada peran maka peran tersebut tidak berarti. Bukan
seperti “Timun wungkuk jaga imbuh” yang dipakai sebagai tambah-tambah, misal ke pasar beli timun sepuluh
dapat imbuh satu tetapi dikasih yang jelek, (dapat dibaca pada mentimun dalam ungkapan Jawa). Tetapi memang dia diberi peran kecil, paling tidak menurut pendapat dia sendiri.
“Kamu
kan baru kerja dua tahun. Kalau taberi
(rajin dan menurut) kan lama-lama dipercaya juga jadi kepala bagian”.
“Wah
ya nggak tahu, mas. Jangan-jangan setelah cablek-cablek lemut lalu disuruh njaga lawang butulan. Kan kecut, mas”.
Istilah
“jaga lawang butulan” (pintu belakang) sama maknanya dengan “cablek-cablek
lemut”: Diberi peran kecil. Saya pikir teman saya ini cuma kurang sabar dan
kurang nerima saja. Pada dasarnya ia memang orang yang tidak sabaran.
APAKAH PERUMPAMAANNYA YANG SALAH?
Peribahasa
“cablek-cablek lemut” sudah lama sekali tidak saya dengar. Kebetulan sebulan
setelah itu, saya mendapat penugasan ke Somalia sebagai konsultan (jaman perang saudara
1993). Salah satu perbekalan yang diberikan oleh Depkes adalah kelambu
berinsektisida. Afrika memang daerah malaria. Saya jadi ingat ucapan teman saya
tentang “cablek-cablek lemut”.
Wah
kalau gitu salah dong peribahasa warisan nenek moyang saya. Membunuh nyamuk
justru tugas penting. Kalau orang yang tinggal di Jawa mengatakan malaria bukan
masalah, itu kan sekarang. Dulu malaria juga masalah besar. Hari Kesehatan
Nasional yang pertama 12 Nopember 1964 ditandai dengan penyemprotan malaria di
Kalasan, DIY, oleh Bung Karno, Presiden RI waktu itu.
Sekarang
pun malaria masih menjadi ancaman di dunia dan sebagian wilayah Indonesia
terutama di kawasan timur. Di Jawa pun masih ada kantong-kantong Malaria dan
habitatnya juga banyak. Dengan kemajuan transportasi, pergerakan dan perilaku
manusia, bisa saja malaria “comeback”. Oleh sebab itu bersama AIDS dan
Tuberkulosis, Malaria termasuk sasaran dalam goal ke 6 Millennium Development
Goals tahun 2015.
Pembawa
malaria adalah nyamuk Anopheles. Jadi “cablek-cablek lemut” ternyata penting.
Demikian pula “njaga lawang butulan”, lebih-lebih pada jaman banyak maling seperti sekarang
ini; bisa kecurian habis-habisan kalau pintu belakang rumah kita tidak aman.
YANG SALAH ORANGNYA
Dua perumpamaan di atas, adalah ungkapan tidak puas dari orang yang merasa tidak diberi peran semestinya. Yang memberi peran (dalam hal ini pimpinan) pasti tidak merasa demikian. Kalau kita melihat filem-filem silat, si calon jagoan kita pasti tidak langsung diajari ilmu bela diri. Bisa-bisa disuruh menimba air atau membelah kayu. Apakah ini "cablek-cablek lemut?"
Tiga
tahun lalu secara tidak terduga saya bertemu dengan si tukang “cablek-cablek
lemut”. Penampilannya tetap sederhana tetapi kelihatan kalau ia sudah menjadi
pria sukses. Inilah yang dia katakan kepada saya:
“Semua
harus diawali dari cablek-cablek lemut, mas. Belum tentu apa yang kita anggap
sepele itu tidak ada artinya. Di tempat baru, saya kembali disuruh
cablek-cablek lemut. Betul kata panjenengan, yang penting taberi. Rajin, menurut
dan dapat dipercaya. Lama-lama saya dipercaya dan saya pertahankan supaya tetap
dapat dipercaya. Tapi lawang butulan
juga harus dijaga, mas. Fitnah banyak. Jangan sampai lena. Bukankah yitna yuwana, lena kena?” (IwMM)
No comments:
Post a Comment