Apa yang ditulis oleh Ki Padmasusastra Ngabehi Wirapustaka di Surakarta, 1914 dalam Serat Subasita mengenai “marah” adalah tatakrama bila kita menerima tamu atau bertamu. Intinya: Menahan diri, jangan marah.
MARAH SAAT MENERIMA TAMU
Bila sedang menerima tamu jangan marah kepada siapapun. Bila ada salahnya, biarkanlah dulu, marahlah atau luruskan kesalahannya setelah tamu pulang. Marah saat menerima tamu akan membuat tamu merasa tidak nyaman, bahkan bisa merasa diusir secara halus, sehingga tamu pamit pulang. Apa kita tidak menyesal?
Sebuah pitutur yang aneh barangkali. Mungkinkah kita marah saat menerima tamu? Bisa saja. Banyak hal bisa membuat kita marah. Oleh sebab itu Ki Padmasusastra mengingatkan kita semua. Sering juga kita sudah tahu tetapi lupa. Sebagai contoh, saat pembantu rumah tangga membawa minuman teh panas dalam gelas, yang mestinya dalam cangkir, maka istri kita ngamuk hebat. Mestinya tunda dulu marahnya setelah tamu pulang. Kepada tamu sampaikan maaf bahwa pembantu kita masih baru, belum tahu unggah-ungguh. Pembantu kalau masih baru, mana tahu bedanya bahwa teh panas harus disajikan dalam cangkir sedangkan es teh dalam gelas. Apalagi dia juga kita buat bingung karena tidak tahu reasoningnya mengapa untuk tukang kebun kita suruh buatkan teh dalam gelas yang besar, bukan cangkir.
IKUT MARAH SAAT BERTAMU
Demikian pula bila kita sedang bertamu. Jangan ikut memarahi kalau tamu sedang marah kepada seseorang. Misalnya tuan rumah memarahi anaknya, pembantunya atau orang lain yang pas datang saat kita bertamu. Disamping membuat orang yang dimarahi tidak senang kepada kita, belum tentu tuan rumah suka kalau kita ikut campur urusannya. Biarkanlah ia marah dan sikap terbaik kita adalah pura-pura tidak tahu.
CATATAN
Di atas adalah adab marah saat bertamu atau menerima tamu yang berlaku pula di pergaulan yang lebih luas. Dalam Pitutur Kumpulan 4 dapat dibaca bahwa kalau kita harus marah maka: kendalikan dulu hati yang panas, kalau bisa yang mau kita marahi kita suruh menyingkir atau kita yang menyingkir (supaya tidak keluar amarah) dan kalau harus marah jangan berlebihan (jangan kehilangan akal sehat). IwMM
Sambungan dari: Subasita Jawa (4): Yang Keluar dari Mulut dan Hidung
Dilanjutkan ke: Subasita Jawa (6): Bicara
No comments:
Post a Comment