Friday, April 6, 2012

SUBASITA JAWA (4): YANG KELUAR DARI MULUT DAN HIDUNG


Segala sesuatu yang keluar dari mulut dan hidung kita, bisa benda atau bunyi, amat tidak mengenakkan bagi orang yang mellihat atau mendengarnya. Apa yang keluar, bisa akibat penyakit, bisa pula karena perilaku. Bila karena penyakit, mestinya kita tak usah keluar apalagi bertamu. Bila karena perilaku seharusnya bisa diperbaiki. Apa yang ditulis oleh Ki Padmasusastra, Ngabehi Wirapustaka di Surakarta, tahun 1914, dalam Serat Subasita rasanya masih relevan untuk saat ini.

MELUDAH

Di negara kita ini masih banyak orang meludah sebarang tempat, tetapi tidak ada tanda larangan meludah (Jawa: Idu) sebarangan plus denda seperti halnya di Cina. Meludah sembarangan disamping tidak sopan juga memudahkan penularan penyakit. Tatakrama Jawa masih mengijinkan kita meludah (dikaitkan dengan kebiasaan “nginang” pada masa itu). Tetapi harus meludah di tempat yang telah ditetapkan (disebut paidon). Waktu meludah mulut dilindungi dari samping dengan tangan. Dikaitkan dengan budaya Belanda yang tidak mengijinkan meludah, maka kalau sedang bersama orang Belanda (Serat Subasita ditulis tahun 1914) upayakan untuk tidak meludah.

BUANG INGUS

Terkait dengan tatakrama dan penularan penyakit, jangan buang ingus (Jawa: Ingus = umbel dan tindakan membuang ingus = sisi) sembarang tempat dan suasana. Memang perilaku yang “nggilani” apalagi didukung bunyi “sentrap-sentrup” dari hidung karena kita berupaya mengisap ingus yang mau keluar. Ketika daya tampung rongga hidung sudah maksimal kita buang dengan memijat hidung pakai ibu jari dan jari telunjuk lalu udara kita dorong keras-keras melalui hidung. Ingus yang tertampung di tangan kita kibaskan dan sisa yang tertinggal kita usapkan ke baju atau dinding atau apa saja yang dekat dengan kita. Kenapa tidak pakai saputangan atau tissue dan kita keluarkan dengan bunyi minimal. Syukur kalau bisa menyingkir dulu dari orang banyak, baru sisi untuk membuang umbel.

BERSIN

Bersin (Jawa: wahing) bisa terjadi karena banyak hal. Rangsangan debu halus, alergi atau sakit flu. Bersin juga terkait dengan penularan penyakit dan tatakrama. Bila kita bersih sebaiknya menoleh ke samping kiri atau kanan yang tidak ada orang dan mulut kita lindungi dengan telapak tangan. Bila keluar ingus bersihkan dengan saputangan atau tissue. Bersin kalau terjadi memang sulit dicegah dan ditahan, tetapi sedapat mungkin upayakan supaya suaranya tidak terlalu membuat orang lain tidak nyaman.

BATUK

Batuk juga amat terkait dengan penularan penyakit dan tatakrama. Penyakit Tuberkulosis amat terkait dengan batuk. Sakit Influenza mempunyai gejala batuk, juga bersin, keluar ingus dan pasti meludahkan dahak (Jawa: riak). Ketika tahun 2009 dunia mengalami pandemi Influenza H1N1 yang secara salah kaprah disebut “Flu Babi”. Kementerian Kesehatan melancarkan kampanye penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat besar-besaran, khususnya mengenai “Cough Ethics”, tatakrama batuk. Batuk dan bersin sedapat mungkin menoleh, lindungi dengan tangan atau lengan baju. Masih ditambah “pakai masker” supaya apa yang kita batukkan atau bersinkan tidak mengenai orang lain.

DEHEM

Dehem” adalah batuk-batuk ringan dan buatan ... ehemm, ehemm. Biasanya orang bertamu, Assalamualaikum, belum ada sahutan lalu dehem dehem. Sekedar menunjukkan kalau di luar ada orang, supaya tuan rumah keluar. Tidak disebut sebagai perbuatan tidak sopan. Dehem yang tidak sopan adalah dehem bila kita sedang berada di dekat atau berpapasan dengan wanita. Hal ini dianggap menggoda dan termasuk perilaku “degsura”.

BERSENDAWA

Lain bangsa lain budaya. Walaupun dalam budaya Jawa glegeken atau antob dianggap kurang sopan, di tempat lain ada yang berlaku sebaliknya. Jadi dalam masalah sendawa, kita harus bijak, lihat-lihat dulu sedang bersama siapa.

CEGUKAN

Cegukan (hiccup) bisa karena tersekat makanan atau penyakit, tidak bisa berhenti maupun dicegah. Walaupun suaranya tidak mengenakkan, orang yang melihat orang lain cegukan reaksinya bisa tertawa sampai kasihan. Orang yang cegukan sebaiknya menyingkir dahulu sampai cegukannya berhenti. Kalau berkepanjangan lebih baik pulang saja.

PENUTUP

Semua yang keluar dari mulut dan hidung kita, terkait dengan dua hal: penyakit dan “subasita”. Penyakit bisa menular (Influenza, Tuberculosis) bisa tidak menular (cegukan). Adab dalam hal batuk, bersin, meludah dan buang ingus dan dikaitkan dengan subasita Jawa sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi sampai sekarang masih harus diingatkan. Selama bangsa kita masih menganggap “Flu itu sakit biasa” maka batuk dan bersin akan dianggap biasa pula. Dulu waktu sekolah di Amerika Serikat, saya pernah batuk beberapa kali di kelas. Dosen selesai mengajar mendatangi saya: “Iwan kalau kamu sakit, pulang saja, istirahat satu dua hari”. Saya tahu maksudnya, supaya tidak menulari yang lain. Memang benar demikian. Kalau kita batuk dan bersin kemudian meludah dan buang ingus, ingatlah etikanya harus bagaimana. Tapi kalau sakit, pulang dan istirahat di rumah. Ini juga tatakrama (IwMM)

Sambungan dari: Subasita Jawa (3): Kentut, Berak dan Kencing
Dilanjutkan ke: Subasita Jawa (5): Marah

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST