Thursday, April 5, 2012

SUBASITA JAWA (3): KENTUT, BERAK DAN KENCING


Sumber tulisan ini adalah “Serat Subasita” karangan Ki Padmasusastra, Ngabehi Wirapustaka di Surakarta, tahun 1914. Apakah orang Jawa kira-kira 100 tahun yang lalu perilaku toiletnya masih amburadul sehingga dimasukkan dalam buku tentang sopan-santun, entahlah. Dalam penulisannya, ki Padmasusastra juga mengaitkan dengan perilaku orang Belanda pada saat itu

KENTUT

Kalau ada cangkriman: “Nembak mengisor kena mendhuwur” (nembak ke bawah kena di atas) tidak ada jawaban lain selain kentut. Kentut merupakan kebutuhan. Orang yang tidak bisa kentut akan berurusan dengan dokter, sementara orang yang “ngentutan” akan berurusan dengan “subasita” walaupun bisa lucu juga.

Kalau kita terpaksa “kebrojolan” kentut apalagi keluar bunyi, cepat-cepatlah mohon maaf pada teman di dekat kita. Jangan diam-diam saja. Mereka pasti memaafkan walaupun dalam hati berkata “asem kecut”. Wanita sering malu mengakui padahal kentut tidak membedakan gender.

Bangsa kita barangkali termasuk tukang kentut (mungkin pengaruh makanan kita) yang malu mengakui (padahal kentut kita amat bau apalagi kalau suka makan pete). Sehingga di internet banyak kita jumpai banyolan tentang kentut, salah satunya adalah ini:

Sikap dan perilaku orangdari berbagai negara kalau kentut: Orang Amerika bilang “Excuse me”; orang Inggris bilang “Pardon me”; Orang Singapura bilang “I am sorry”; orang Indonesia pasti bilang “Not me, not me”. lelucon bertopik kentut ini masih banyak di internet, silakan cari sendiri.

BERAK

Kebelet berak juga sesuatu yang tidak bisa ditahan. Dalam “subasita” Jawa termasuk tidak sopan, tetapi mau tidak mau, suka tidak suka, kalau sedang bertamu kita harus berterusterang, minta ijin dan mohon maaf pada tuan rumah. Bila kita menjadi tuan rumah harus cukup arif untuk memberi ijin. Oleh sebab itu WC kita harus selalu bersih. Sehingga kalau ada tamu kita tidak malu mempersilakan tamu kita untuk menggunakannya.

KENCING

Tatakrama Jawa masih membolehkan bila kita bertamu dan kebelet pipis, mohon ijin kepada tuan rumah untuk menggunakan kamar kecilnya. Walau demikian sedapat mungkin, sebelum bertamu kita selesaikan dulu urusan perkencingan ini sehingga tidak perlu mengganggu toilet yang empunya rumah.

Dikaitkan dengan tatakrama Belanda pada masa itu, masalah toilet adalah rahasia. Tidak ada orang Belanda pamit kencing. Jadi kita harus empan papan. Kalau bertamu ke rumah orang Belanda, ya jangan pamit kencing.

Rumus umum, kalau bertamu selain bawa oleh-oleh kalau bisa jangan meninggalkan kotoran di rumah yang kita datangi (IwMM)

Sambungan dari: Subasita Jawa (2): Perilaku Jari dan Tangan
Dilanjutkan ke: Subasita Jawa (4): Yang Keluar Dari Mulut dan Hidung

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST