Saturday, May 4, 2013

ORANG-ORANG YANG SENGSARA/CELAKA KARENA PERBUATANNYA SENDIRI DALAM PARIBASAN JAWA (1)

Sapa nandur ngundhuh. Peribahasa ini mengandung makna yang dalam. Barang siapa menanam ia akan menuai. Bergantung apa yang ditanam: kebaikan atau kejahatan. Bahkan bisa lebih berat panenannya, sesuai peribahasa Barang siapa menabur angin akan menuai badai. Oleh sebab itu, hidup sebaiknya diisi dengan menanam kebaikan.
 
Celaka karena perbuatan sendiri tidak selalu perkara kejahatan kepada orang lain. Di bawah adalah beberapa contoh dalam dua episode, mengenai orang yang apes terutama karena ucapan dan kesombongan sendiri. Kiranya dapat dijadikan rujukan:
 
 
A. AKIBAT UCAPAN SENDIRI
 
Dimanapun kita bicara memang harus hati-hati. Jangan sampai kita ngomong car-cor kaya kurang janganan (ceplas ceplos tanpa dipikir) oleh sebab itu aja omong waton, ngomonga nganggo waton. Jangan asal bicara, bicaralah pakai aturan.
 
1. INA SABDA PRALENA
 
Ina sabda: ucapan yang tidak baik; Lena: lengah, mati. Menggambarkan orang yang celaka karena ucapannya sendiri.
 
2. KATALA WACANA
 
Pengertiannya sama: Mengalami kerugian karena ucapannya sendiri. Sering disingkat dengan: KACALA-WACA
 
3. TEKEK MATI ULONE
 
Disini mengambil contoh binatang: Tokek yang suaranya memang besar. Yang dimaksud dengan mati ulone adalah: Mati karena menelan makanan.
 
Kalau makanan yang ditelan terlalu besar, si tokek bisa tercekik dan tidak mampu bersuara. Artinya sama: Celaka karena ucapan sendiri.
 
Menggarisbawahi contoh no. 1 s/d 3, ucapan yang membuat kita celaka tidak harus hal yang berat-berat.
 
Adalah ceritera pada jaman saya muda dulu, seorang teman isterinya ngidam, minta suaminya memetikkan mangga muda yang pohonnya ada di halaman tetangga.
 
Pak tetangga dengan senang hati memenuhi permintaannya, bahkan mau mencarikan galah. Tapi teman saya dengan gagah menjawab: “Ah saya panjat saja Mas, beres”.
 
Memanjat ternyata gampang, tapi ketika mau turun ia tidak berani. Alhasil Pak tetangga bukannya cari galah tetapi cari tangga ke rumah saya.
 
Ceriterapun cepat tersebar, seperti kata peribahasa Sadawa-dawane lurung isih dawa gurung.
 
4. DHALANG KERUBUHAN PANGGUNG
 
Dalang dalam memainkan perannya sebagai juru ceritera duduknya di atas panggung. Tetapi dalam ini ki dhalang justru kerobohan panggung. Maksudnya adalah orang yang mendadak terhenti pembicaraannya karena “keweleh” (sulit mencari bahasa Indonesianya yang pas: Dipermalukan, terbuka rahasianya) akibat kata-kata yang diucapkannya (kecuali tidak tahu malu).
 
5. NUTUTI BALANG WIS TIBA
 
Arti harfiahnya kurang lebih: Mengejar batu yang telah dilemparkan. Dalam hal ini kata atau mungkin janji sudah terlanjur terucap, mau ditarik kembali ada rasa malu, maka harus dipenuhi. Andaikan kita tidak ngomong apa-apa, tentu tidak ada beban mental.
 
6. KETONJOK BLOLOK
 
Bloloken: Silau, sehingga kita tidak bisa melihat sesuatu yang ada di depan kita dengan jelas. Pengertian peribahasa ini adalah: Ngrasani seseorang padahal yang dirasani ada disitu. Hati-hati untuk orang yang suka ngrasani. Lihat-lihat dulu sebelum ngrasani, atau tidak usah ngrasani.
 
7. TUNGGAK KALINGAN RONE
 
Arti harfiahnya: kayu tertutup daunnya. Tidak melihat kayu karena kerimbunan daunnya. Pengertiannya sama dengan ketonjok blolok. Ngrasani seseorang, tidak tahunya yang dirasani ada disitu.
 
 
B. AKIBAT KESOMBONGAN SENDIRI
 
LADAK KECANGKLAK.
 
Ladak: Angkuh, sombong. Cangklak, nyangklak: Sakit disekitar ketiak. Peribahasa ini menekankan penggunaan purwakanthi AK. sehingga mengapa orang sombong sakit di ketiaknya akan sulit dijelaskan.
 
Yang jelas orang sombong akan sakit, dalam pengertian bisa celaka karena kesombongannya.
 
Ketika kelinci atau dalam dongeng Indonesia binatangnya adalah  kancil, menyombongi kura-kura bahwa ia jago lari, maka ia dipermalukan karena ternyata kalah.
 
Demikian pula ketika kancil menantang hantu sawah dalam kisah kancil nyolong timun, ia kalah karena hantu sawahnya sudah diberi perekat oleh pak tani.
 

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST