Sapa nandur ngundhuh.
Peribahasa ini mengandung makna yang dalam. Barang siapa menanam ia akan
menuai. Bergantung apa yang ditanam: kebaikan atau kejahatan. Bahkan bisa lebih
berat panenannya, sesuai peribahasa Barang siapa menabur angin akan menuai
badai. Oleh sebab itu, hidup sebaiknya diisi dengan menanam kebaikan.
Celaka karena
perbuatan sendiri tidak selalu perkara kejahatan kepada orang lain. Di bawah
adalah beberapa contoh dalam dua episode, mengenai orang yang apes terutama karena
ucapan dan kesombongan sendiri. Kiranya dapat dijadikan rujukan:
A. AKIBAT UCAPAN SENDIRI
Dimanapun kita bicara
memang harus hati-hati. Jangan sampai kita ngomong car-cor kaya kurang janganan
(ceplas ceplos tanpa dipikir) oleh sebab itu aja omong waton, ngomonga nganggo
waton. Jangan asal bicara, bicaralah pakai aturan.
1. INA SABDA PRALENA
Ina sabda: ucapan
yang tidak baik; Lena: lengah, mati. Menggambarkan orang yang celaka karena
ucapannya sendiri.
2. KATALA WACANA
Pengertiannya
sama: Mengalami kerugian karena ucapannya sendiri. Sering disingkat dengan: KACALA-WACA
3. TEKEK MATI ULONE
Disini mengambil
contoh binatang: Tokek yang suaranya memang besar. Yang dimaksud dengan mati ulone adalah: Mati karena menelan
makanan.
Kalau makanan yang ditelan terlalu besar, si tokek bisa tercekik dan
tidak mampu bersuara. Artinya sama: Celaka karena ucapan sendiri.
Menggarisbawahi
contoh no. 1 s/d 3, ucapan yang membuat kita celaka tidak harus hal yang
berat-berat.
Adalah ceritera pada jaman saya muda dulu, seorang teman isterinya
ngidam, minta suaminya memetikkan mangga muda yang pohonnya ada di halaman
tetangga.
Pak tetangga dengan senang hati memenuhi permintaannya, bahkan mau
mencarikan galah. Tapi teman saya dengan gagah menjawab: “Ah saya panjat saja
Mas, beres”.
Memanjat ternyata gampang, tapi ketika mau turun ia tidak berani.
Alhasil Pak tetangga bukannya cari galah tetapi cari tangga ke rumah saya.
Ceriterapun cepat tersebar, seperti kata peribahasa Sadawa-dawane lurung isih dawa gurung.
4. DHALANG KERUBUHAN PANGGUNG
Dalang dalam
memainkan perannya sebagai juru ceritera duduknya di atas panggung. Tetapi
dalam ini ki dhalang justru kerobohan panggung. Maksudnya adalah orang yang
mendadak terhenti pembicaraannya karena “keweleh”
(sulit mencari bahasa Indonesianya yang pas: Dipermalukan, terbuka rahasianya)
akibat kata-kata yang diucapkannya (kecuali tidak tahu malu).
5. NUTUTI BALANG WIS TIBA
Arti harfiahnya
kurang lebih: Mengejar batu yang telah dilemparkan. Dalam hal ini kata atau
mungkin janji sudah terlanjur terucap, mau ditarik kembali ada rasa malu, maka
harus dipenuhi. Andaikan kita tidak ngomong apa-apa, tentu tidak ada beban
mental.
6. KETONJOK BLOLOK
Bloloken: Silau,
sehingga kita tidak bisa melihat sesuatu yang ada di depan kita dengan jelas.
Pengertian peribahasa ini adalah: Ngrasani
seseorang padahal yang dirasani ada
disitu. Hati-hati untuk orang yang suka ngrasani.
Lihat-lihat dulu sebelum ngrasani,
atau tidak usah ngrasani.
7. TUNGGAK KALINGAN RONE
Arti harfiahnya: kayu
tertutup daunnya. Tidak melihat kayu karena kerimbunan daunnya. Pengertiannya
sama dengan ketonjok blolok. Ngrasani seseorang,
tidak tahunya yang dirasani ada
disitu.
B. AKIBAT KESOMBONGAN SENDIRI
LADAK KECANGKLAK.
Ladak: Angkuh,
sombong. Cangklak, nyangklak: Sakit disekitar ketiak. Peribahasa ini menekankan
penggunaan purwakanthi AK. sehingga mengapa orang sombong sakit di ketiaknya
akan sulit dijelaskan.
Yang jelas orang
sombong akan sakit, dalam pengertian bisa celaka karena kesombongannya.
Ketika kelinci
atau dalam dongeng Indonesia binatangnya adalah kancil, menyombongi kura-kura bahwa ia jago lari,
maka ia dipermalukan karena ternyata kalah.
Demikian pula ketika kancil
menantang hantu sawah dalam kisah kancil nyolong timun, ia kalah karena hantu
sawahnya sudah diberi perekat oleh pak tani.
No comments:
Post a Comment