Kalau
kita sedang ngomong kemudian dipotong. Hati pasti merasa tidak senang. Tetapi
orang yang suka memotong pembicaraan orang bukannya sedikit. Orang lain yang
ikut dalam pembicaraan bisa berkomentar dalam hati bahwa orang yang
menginterupsi ini tidak tahu tepa slira.
Jaman
sekarang “interupsi” semakin marak dan cara menginterupsinya juga semakin
ngawur. Bisa jadi orang sudah semakin kehilangan sifat sabar untuk menunggu
kesempatan bicara, bisa juga karena dengan menginterupsi pusat perhatian akan
pindah, dan jadi pusat perhatian itu rasanya nikmat. Tapi ada wacana lain dari
Mas Parmo, katanya jaman sekarang ini orang bicara tidak hanya ngalor ngidul
tetapi juga tidak mau berhenti. Terapinya harus diinterupsi. “Makanya ada
larangan merokok di ruangan tertutup atau ber AC, Dik”, Demikian Mas Parmo
menekankan.
Saya
sering garuk-garuk kepala kalau bersama Mas Parmo yang dalam bahasa gaul Jawa
sekarang ini bisa dinamai orang koplak. “Nuwun sewu, Mas. Apa korelasinya
antara larangan merokok dengan interupsi?”
Mas
Parmo ngakak sampai terbatuk-batuk, katanya: “Di ruangan yang tidak ada
larangan merokok kan disediakan asbak. Lha kalau yang ngomong tidak mau
berhenti, di-interupsi juga pura-pura tidak tahu, lama-kelamaan akan ada asbak
terbang. Makanya sekarang larangan merokok ada dimana-mana dan asbak pun raib
entah kemana”.
INTERUPSI DAN PARIBASAN JAWA
Kita
tinggalkan dulu Mas Parmo teman saya yang perokok ini. Kita pindah ke “paribasan
Jawa”. Adalah tatakrama Jawa bahwa orang muda sebaiknya tidak menginterupsi
yang lebih tua, bawahan tidak menginterupsi atasan, sebelum diberi kesempatan
bicara.
Secara
umum orang Jawa tidak memasalahkan “interupsi”
sepanjang “empan papan” dan nyambung. Yang dipersoalkan adalah interupsi yang “waton
muni”. Di bawah dapat dipirsani beberapa paribasan Jawa yang terkait dengan
perilaku memotong pembicaraan.
NYARU WUWUS
Kata
“saru” diartikan sebagai perilaku atau pembicaraan yang tidak pantas. Wuwus berarti
“bicara”. Nyaru wuwus adalah menyela, atau mengganggu orang yang sedang bicara,
sehingga yang sedang bicara menjadi berhenti. Dapat kita lihat disini bahwa
menyela itu tidak pantas. Jadi sebaiknya bagaimana? Tunggu sampai selesai, atau
tunggu ada “pause” kemudian mohon ijin untuk bicara: ”Keparenga sumela ing atur”.
CATHOK GAWEL
Arti
harfiahnya adalah dua orang yang bergandengan tangan dengan jari-jari tangan
saling diselipkan selang-seling antara yang satu dengan yang lain. Dalam paribasan
Jawa pengertiannya adalah orang yang suka ikut campur pembicaraan orang lain
sekalipun tidak diajak bicara. Bisa menyela, bisa juga mencela.
CARANG CANTHEL
“Carang”
adalah dahan kecil-kecil yang ada di batang bambu yang secara umum juga
digunakan untuk menyebut dahan kecil-kecil pada pohon lainnya. Sedangkan salah
satu arti “canthel” adalah semua yang melengkung dan bisa berperan seperti
kait. Dengan demikian kita bisa membayangkan ada batang besar dan lurus
(melambangkan orang sedang bicara) kemudian ada yang mengait di carangnya yang
kecil (memotong pembicaraan).
MBARUNG SINANG
Pengertian
“mBarung” adalah bersamaan (untuk suara), tetapi juga bisa diartikan “mengganggu”.
Kata “sinang” mempunyai arti “sinar semu merah”. Pengertian menutupi sinar bisa
diartikan dengan memotong pembicaraan.
NYUWUK KEMPUL
Kempul
adalah salah satu jenis gamelan Jawa, seperti gong kecil. Adapun “nyuwuk” dalam
pengertian yang terkait dengan “gamelan” berarti menghentikan. Arti harfiah “nyuwuk
kempul” adalah menghentikan gamelan. Dalam peribahasa berarti mengganggu
pembicaraan orang.
DURUNG CUNDHUK ACANDHAK
Salah
satu pengertian “cundhuk” adalah cocok (untuk pembicaraan), sedangkan “candhak”
adalah tangkap. Maksud peribahasa ini adalah orang yang belum mengerti maksud
pembicaraan sudah nimbrung ikut bicara. Ya banyak tidak sambungnya.
DUDU BERASE DITEMPURAKE
Nempur:
beli beras; Ditempurake: Beras dijual. Arti harfiahnya menjual beras yang bukan
milik kita. Dalam paribasan Jawa diartikan sebagai orang yang ikut-ikut bicara
padahal tidak sesuai dengan topik yang dibicarakan.
ORA NGERTI KENTHANG KIMPULE:
Kenthang
(kentang) dan kimpul adalah sejenis umbi-umbian. Pengertiannya adalah orang
yang tidak tahu asal mula masalah yang dibahas (diibaratkan sebagai umbi
kentang dan kimpul yang berada di dalam tanah) tetapi ikut nimbrung bicara.
CALAK CANGKOL, KENDHALI BOL, CEMETHI
TAI
Calak:
Mendahului bicara; Cangkol: Gantungan; Kendhali: peralatan untuk mengatur
jalannya kuda, bisa juga berarti mencegah; Bol: Ujung terbawah usus atau dubur;
Cemethi: Cambuk pendek yang dipakai penunggang kuda; Tai: Tinja. Pengertiannya adalah
orang yang suka menyela pembicaraan orang lain, tetapi tidak ada manfaatnya. Modal
yang ia pakai sebagai kendhali dan cemethi hanyalah bol dan tai. Tentu saja
calaknya akan kecangkol. Jarang ada paribasan Jawa dengan ucapan yang termasuk
kasar seperti ini.
PENUTUP:
Memotong
pembicaraan orang, nimbrung bicara tetapi tidak tahu topik yang dibahas,
semuanya tidak baik. Jadi sebelum kita angkat tangan sekaligus angkat bicara
untuk interupsi, pikirkan dua kali lebih dahulu. Bagaimanapun diam itu emas. Setidak-tidaknya
dengan “diam” tolol kita tidak ketahuan (Iwan MM)
No comments:
Post a Comment