Tuesday, December 11, 2012

SERAT WULANGREH: TIDAK NARIMA YANG BAIK DAN TIDAK NARIMA YANG TIDAK BAIK

Ini lagi satu bukti bahwa yang namanya “Narima” itu tidak sekedar pasrah “srah” tanpa upaya. Bila pada tulisan sebelumnya diceriterakan tentang “Narima yang tidak baik dan Narima yang baik” maka sekarang kebalikannya. Bila yang pertama “Narima bisa salah” maka yang ini “tidak narima bisa betul”. Oleh sebab itu bila ada orang mengatakan “Aku ora trima” jangan cepat-cepat disalahkan walau jangan cepat-cepat pula dibenarkan. Lihat-lihat dulu situasinya.
 
Kebetulan hari Minggu yang lalu Darman mampir ke rumah. Ia ceritera barusan membantu tetangga yang SK Pensiunnya macet sudah hampir setahun. “Pak Drana itu betul-betul Jawa banget. Masa SK tidak keluar dia diam-diam saja. Dia bilang nanti kan ya keluar, dapat rapelan. Malah saya yang ora trima, Mas. Salahkan saya?”
“Tidak, Man”. Jawab saya tidak menggebu seperti ceritera Darman. “Ora trima itu boleh, kok. Yang bilang Sri Pakubuwana IV lho, Man. Dalam Serat Wulangreh”. Saya masuk ke kamar mengambil buku Wulangreh. Tapi ya harus menjelaskan, karena teman saya yang satu ini bukan orang Jawa.
 
SEKOLAH SAMPAI TINGGI: CONTOH ORA NARIMA YANG BECIK
Ada satu "tuladha" yang diberikan melalui pupuh Mijil bait ke 12 dan 13, bahwa “ora narima yang becik” itu ada. Contohnya adalah orang yang mencari ilmu. Sudah pandai tetapi masih belum puas karena merasa belum cukup. Ini narima yang baik.
Lengkapnya bait ke 12 dan 13 sebagai berikut:
12. wong kang tan narima dadi bêcik | titahing Hyang Manon | iki iya kita rerupane | kaya wong kang angupaya ngèlmi | lan wong sêdya ugi | kapintêran iku ||
13. uwis pintêr nanging iku maksih | gonira ngupados | ing undhake ya kapintêrane | utawa unggahing kawruh yêkti | durung marêm batin | lamun durung tutug ||
Memang bukan masalah SK terlambat keluar, tapi dari bait ke 12 dan 13 di atas dapat diambil kesimpulan bahwa “ora terima” itu bisa baik dan bisa dibolehkan. SK kan “hak”. Kalau kita menuntut hak masa nggak boleh. Tentunya dengan cara yang baik, kita klarifikasi dengan kepala tetap dingin. Pak Drono ya salah kalau dia adhem-ayem saja. Jangan-jangan ada berkas yang kurang, tetapi pemberitahuannya tidak sampai ke dia.
 
MAU CEPAT-CEPAT: CONTOH ORA NARIMA YANG JELEK
Adapun contoh “ora narima” yang jelek adalah orang yang “mau cepat-cepat”. Pokoknya yang serba mau cepat adalah tidak baik. Dalam kasus SK pensiun tadi, kalau baru sebulan kita tanyakan “Mana SK saya?” Tentunya tidak tepat. Kan harus diproses dan simpulnya cukup panjang. Beda dengan minta keterangan sakit ke Dokter, hari itu kita minta, hari itu pula kita dapat.
Pada bait ke 15 masih dalam Serat Wulangreh pupuh Mijil disebutkan:
15. yèn wong kang kurang narima ugi | iku luwih awon | barang gawe aja age-age | anganggoa sabar lawan ririh | dadi barang kardi | rêsik tur rahayu ||
Kita lihat bahwa “barang gawe aja age-age; anganggoa sabar lawan ririh”. Pokoknya yang mau serba cepat umumnya merupakan sifat “ora narima” yang jelek.
 
LIDING DONGENG
Kelebihan Darman, dia kalau diberi penjelasan selalu mendengar dengan saksama dan terakhir ia akan menyimpulkan dengan satu kalimat pendek:
“Jadi mas, nrima tanpa upaya adalah jelek. Tetapi upaya kalau kesusu, kembali jadi jelek. Masalahnya sekarang banyak orang kesusu, mas. Kesusu mau cepat kaya, mau cepat naik pangkat, mau cepat berkuasa. Pokoknya mau cepat-cepat dapat jeneng dan jenang. (IwMM)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST