Wednesday, December 5, 2012

SERAT WULANGREH: DEN KEREP TETAKON AJA ISIN NGATOKKEN BODHONE

“Malu bertanya sesat di jalan” adalah peribahasa Indonesia yang sudah amat kita kenal. Banyak orang enggan bertanya karena takut dikira bodoh. Padahal di dunia ini tidak ada orang yang sempurna. Pasti ada kekurangan dan ketidak-tahuan. Itulah gunanya ada orang lain, untuk tempat bertanya. Ada teman yang memplesetkan peribahasa ini menjadi “lebih baik malu bertanya, daripada sesat di jalan”. Alasannya ia pernah menanyakan “jalan” tetapi orang yang ditanya sengaja menunjukkan arah yang berbeda.

Dalam Serat Wulangreh, Pupuh Mijil bait ke 22, Sri Pakubuwana IV menyebutkan yang intinya kurang lebih: “Oleh sebab itu pesan saya; seringlah bertanya; jangan malu menunjukkan kebodohan; karena dari bodohlah asal mula kepandaian; hanya Nabi saja; yang pandai tanpa diajari.
Lengkapnya bait ke 22 sebagai berikut:

Kata kuncinya adalah: Banyaklah bertanya, jangan malu dianggap bodoh, karena sebelum menjadi pandai kita ini bodoh. Bertanya disini maksudnya “berguru” dan kalau ada yang tidak tahu jangan diam saja, tetapi tanyakan.
Dalam kehidupan sehari-hari pun kalau ada yang tidak tahu, ya harus bertanya. Hal ini dijelaskan pada bait ke 23 bahwa lumrah dalam hidup ini bahwa manusia harus pandai bertanya.
Sasaran pesan ini adalah kawula muda. Jadi Sri Pakubuwana IV melanjutkan: Oleh sebab itu wahai anak muda, rajinlah; menuntut ilmu supaya menyadi penguat lahir dan batin(pikukuh).
Lengkapnya bait ke 23 sebagai berikut:

Kata kunci disini adalah: Orang pandai akan kokoh dan asal mula pandai adalah dari banyak bertanya. Kalau kita kembali ke bait 22 maka syarat orang mau banyak tanya adalah tidak malu dikatakan bodoh.
 
LIDING DONGENG
Banyak diantara kita punya sifat “malu bertanya” karena merasa “mahatahu”. Justru sifat “mahatahu” inilah kita menjadi suka “ngendhak gunaning janma” atau meremehkan kemampuan orang lain. Akibatnya yang rugi diri sendiri: Tanpa sadar tersesat dalam kebodohan.
Dalam bahasa yang sederhana, merujuk ke bait 22 di atas: Kita ini bukan Nabi. Nabi pun merasa “tidak” maha tahu. Hanya Allah SWT yang maha tahu. Kembali kita diingatkan untuk “Mulat sarira”, mawas diri, atau introspeksi diri. (IwMM)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST