Saturday, December 22, 2012

SERAT RAMA DAN ASTA BRATA (3): MEMIMPIN HARUS “KRAMA TUHU” DAN “AJA ATINGGAL SARAT”

Melanjutkan  Serat Rama dan dan Astabrata (2): Pulihna praja Ngalengka, Bait ke 10 pupuh Pangkur diawali dengan kata “ngentekna pituturira”. Sri Rama rupanya ingin menuntaskan habis-habisan wejangannya, dalam upaya menyiapkan Wibisana memegang tampuk kekuasaan tertinggi di Ngalengka sepeninggal Rahwana.
 
 
TAN KURANG ING WIWEKA, NORANTEK ING KRAMA TUHU
 
Disini Gunawan Wibisana yang terkenal baik hati diingatkan untuk senantiasa waspada (tan kurang ing wiweka). Sudah jamak bahwa orang kalau diingatkan supaya tidak kehilangan kewaspadaan maka ia menjadi “over”, dengan perilaku “mudah curiga”. Oleh sebab itu dilanjutkan dengan kata “norantek ing krama tuhu”. Tetaplah memegang teguh tatakrama. Subasita jangan ditinggalkan. ”Krama tuhu” dapat disamakan dengan susila anor raga yang telah saya tulis beberapa bulan yang lalu.
 
Lengkapnya bait ke 10 sebagai berikut:

 

AJA ATINGGAL SARAT
Susahnya orang memberi pitutur adalah: Ngomong gampang tetapi apa ia juga menetapi pituturnya sendiri? Ini yang sering menjadi bumerang bagi pimpinan yang pandai ngomong tetapi lupa omongannya sendiri. Kalau ia memerintahkan apel pagi jam 07.00 tepat kemudian ia baru “kledhang-kledhang” datang setelah jam 08 tentu hilang kredibilitasnya di mata bawahan. Satu contoh lagi yang banyak dilanggar adalah pada “era bebas asap rokok” seperti sekarang ini maka kita dilarang untuk merokok di ruangan. Bapak dan Ibu sudah tahu kelanjutannya, jadi tidak saya teruskan.
Pada baris akhir pupuh Pangkur bait ke 10 di atas yang dilanjutkan ke bait 11 dikatakan: Kalau kita memerintah bawahan untuk berbuat baik supaya mereka mau mengikuti, maka “aja atinggal sarat”. Artinya: Syarat yang telah kita berikan jangan dilanggar sendiri. Itu kewajiban orang yang memberi pitutur: Komitmen kepada ucapannya sendiri. Dapat dibaca pada tulisan saya tentang “Sabda Pandita Ratu” yang dapat di “klik” pada tulisan “memimpin” pada gambar “pandawa” di sebelah kanan. Adapun bait ke 11 lengkapnya sebagai berikut:

 
LIDING DONGENG

Kalau kita sudah bisa menetapi apa yang kita ucapkan maka tidak sulit mengendalikan anak buah. Akan mudah bagi kita untuk membiasakan anak buah agar berperilaku baik dengan dilandasi tatakrama (reh ayu kramaniti) yang sewajarnya.

Hal ini dapat kita baca pada bait ke 12 sebagai berikut:

Mengapa Sri Rama menekankan dua hal: (1) Nora entek ing krama tuhu dan (2) Reh ayu kramaniti (krama tuhu) karena satu hal yang perlu diingat para calon pemimpin bahwa wajibing raja agawe tuladan bêcik (yang merupakan judul tulisan berikutnya (IwMM)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST