Friday, November 16, 2012

GUGON TUHON, TIDAK SEKEDAR “ORA ILOK: (9): MENYAPU DAN CUCI PIRING

Melanjutkan tulisan: Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok” (8): Kebersihan dan kesehatan perorangan, kita dapatkan juga bahwa dalam hal menyapu (lantai) dan mencuci (piring, barang pecah belah) pun tidak bisa sembarangan. Di bawah adalah beberapa contoh perilaku yang perlu diperhatikan, karena pada masa sekarang hal-hal tersebut (menyapu dan mencuci) masih kita lakukan baik di desa maupun di kota.
 
 
 
1. YEN NYAPU ORA RESIK, BESUK BOJONE BREWOK.
 
Maksud orang tua kita dulu kepada anak-anaknya dalam hal ini khususnya anak perempuan, kalau mengerjakan sesuatu mbok yang sempurna. Menyapu tidak bersih hanya buang energi sia-sia. Tenaga keluar, hasil tidak ada. Ancamannya: Dapat suami brewok. Dulu orang brewok dianggap kotor. Jaman sudah berubah, sekarang orang brewok bisa macho bisa pula tetap kotor. Tetapi dalam urusan menyapu, jaman dulu maupun sekarang tidak berubah: harus bersih.
 
2. YEN NYAPU AJA NGENDHEGAKE UWUH ANA ING DALAN, MUNDHAK SIYAL OLEHE GOLEK BOJO
 
Ada orang menyapu, setengah jalan berhenti, kotoran parkir di tengah jalan. Walaupun nanti dilanjutkan lagi, tetapi orang yang melihat ada kotoran terkumpul di tengan ruangan atau di salah satu sudut ruangan akan merasa aneh dan tidak merasakan masuk ke ruangan yang bersih, bahkan merasa terganggu kenyamanannya. Ancamannya sama dengan orang yang duduk di tengah pintu: terhambat dalam mencari jodoh.
 
3. BENGI-BENGI AJA NYAPU, MUNDHAK KEMALINGAN ENTEK-ENTEKAN
 
Mestinya sore-sore setelah sholat Ashar, ruangan kita sapu. Bukan malam hari. Alasannya sederhana saja. Pada malam hari debu yang beterbangan tidak kelihatan. Kita menyapu agak keras, dikira aman-aman saja padahal sebenarnya debu terbang kemana-mana. Sedangkan pada malam hari pada umumnya keluarga berkumpul di rumah. Demikian pula bila teledor, saat kita asyik menyapu ada maling masuk atau bisa saja kita lupa mengunci pintu selesai menyapu,  mempermudah maling untuk masuk. Ancamannya masuk akal: Bisa kemalingan habis-habisan.



4. BENGI-BENGI AJA ASAH-ASAH BALA PECAH, MUNDHAK ORA ILOK
 
Mencuci barang pecah belah harus hati-hati. Risikonya pecah atau belah. Pada malam hari, disamping gelap kemungkinan yang mencuci juga sudah mengantuk. Baiknya dikumpulkan saja yang rapi, besok pagi-pagi baru dicuci. Amat masuk akal, sayang reasoningnya hanya “ora ilok”.
 
Sebagai ilustrasi, adalah seorang pembantu dari desa, tidak mau disuruh “asah-asah” pada malam hari. Padahal malam itu di rumah induk semangnya baru selesai selamatan. Piring mangkuk kotor bertumpuk. Si pembantu hanya mengumpulkan rapi di tempat aman. Ketika nyonya rumah menegur, kenapa tidak diselesaikan sekalian, jawabnya pendek saja: “Mboten ilok, Bu. Saya cuci besok pagi saja habis sholat Subuh”. Untung nyonya rumah cukup bijak untuk memahami keengganan pembantunya mencuci piring pada malam hari.
 
 
KESIMPULAN
 
Bersih-bersih harus tuntas sekali jadi. Menyelesaikan separo kemudian dilanjutkan nanti sama dengan belum melakukan apa-apa. Demikian pula bersih-bersih jangan dilakukan pada malam hari. Dalam kegelapan kemungkinan untuk tidak bersih menjadi besar, kemungkinan pecah atau rusak juga besar. Termasuk kemungkinan kecurian. (IwMM)
 
 

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST