Melanjutkan tulisan: Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok” (8): Kebersihan dan kesehatan perorangan, kita dapatkan juga
bahwa dalam hal menyapu (lantai) dan mencuci (piring, barang pecah belah) pun tidak bisa
sembarangan. Di bawah adalah beberapa contoh perilaku yang
perlu diperhatikan, karena pada masa sekarang hal-hal tersebut (menyapu dan
mencuci) masih kita lakukan baik di desa maupun di kota.
1. YEN NYAPU ORA RESIK, BESUK BOJONE BREWOK.
Maksud orang
tua kita dulu kepada anak-anaknya dalam hal ini khususnya anak perempuan, kalau
mengerjakan sesuatu mbok yang sempurna. Menyapu tidak bersih hanya buang energi
sia-sia. Tenaga keluar, hasil tidak ada. Ancamannya: Dapat suami brewok. Dulu
orang brewok dianggap kotor. Jaman sudah berubah, sekarang orang brewok bisa
macho bisa pula tetap kotor. Tetapi dalam urusan menyapu, jaman dulu maupun
sekarang tidak berubah: harus bersih.
2. YEN NYAPU AJA NGENDHEGAKE UWUH ANA ING DALAN,
MUNDHAK SIYAL OLEHE GOLEK BOJO
Ada orang
menyapu, setengah jalan berhenti, kotoran parkir di tengah jalan. Walaupun
nanti dilanjutkan lagi, tetapi orang yang melihat ada kotoran terkumpul di
tengan ruangan atau di salah satu sudut ruangan akan merasa aneh dan tidak
merasakan masuk ke ruangan yang bersih, bahkan merasa terganggu kenyamanannya.
Ancamannya sama dengan orang yang duduk di tengah pintu: terhambat dalam
mencari jodoh.
3. BENGI-BENGI AJA NYAPU, MUNDHAK KEMALINGAN
ENTEK-ENTEKAN
Mestinya
sore-sore setelah sholat Ashar, ruangan kita sapu. Bukan malam hari. Alasannya
sederhana saja. Pada malam hari debu yang beterbangan tidak kelihatan. Kita
menyapu agak keras, dikira aman-aman saja padahal sebenarnya debu terbang
kemana-mana. Sedangkan pada malam hari pada umumnya keluarga berkumpul di
rumah. Demikian pula bila teledor, saat kita asyik menyapu ada maling masuk atau bisa saja kita lupa mengunci pintu selesai menyapu, mempermudah maling untuk masuk. Ancamannya masuk akal: Bisa kemalingan
habis-habisan.
4. BENGI-BENGI AJA ASAH-ASAH BALA PECAH, MUNDHAK ORA ILOK
4. BENGI-BENGI AJA ASAH-ASAH BALA PECAH, MUNDHAK ORA ILOK
Mencuci
barang pecah belah harus hati-hati. Risikonya pecah atau belah. Pada malam
hari, disamping gelap kemungkinan yang mencuci juga sudah mengantuk. Baiknya
dikumpulkan saja yang rapi, besok pagi-pagi baru dicuci. Amat masuk akal,
sayang reasoningnya hanya “ora ilok”.
Sebagai ilustrasi, adalah
seorang pembantu dari desa, tidak mau disuruh “asah-asah” pada malam hari.
Padahal malam itu di rumah induk semangnya baru selesai selamatan. Piring
mangkuk kotor bertumpuk. Si pembantu hanya mengumpulkan rapi di tempat aman.
Ketika nyonya rumah menegur, kenapa tidak diselesaikan sekalian, jawabnya
pendek saja: “Mboten ilok, Bu. Saya cuci besok pagi saja habis sholat Subuh”.
Untung nyonya rumah cukup bijak untuk memahami keengganan pembantunya mencuci
piring pada malam hari.
KESIMPULAN
Bersih-bersih
harus tuntas sekali jadi. Menyelesaikan separo kemudian dilanjutkan nanti sama
dengan belum melakukan apa-apa. Demikian pula bersih-bersih jangan dilakukan
pada malam hari. Dalam kegelapan kemungkinan untuk tidak bersih menjadi besar,
kemungkinan pecah atau rusak juga besar. Termasuk kemungkinan kecurian. (IwMM)
Dilanjutkan
ke: Gugon tuhon, tidak sekedar “ora ilok” (10): Sikap tubuh
No comments:
Post a Comment