Harjuna: Anteng, Meneng, Jatmika |
Beberapa hari yang lalu
saya ketemu seorang teman yang kebetulan membaca tulisan saya, Anteng, meneng, jatmika. Komentarnya bagus sekali. Maksud saya bukan tulisan saya yang bagus
tetapi komentar dia yang bagus, paling tidak menurut pandangan saya. Demikian yang dia katakan:
“Mas, orang yang “anteng” berarti gerakannya tidak ribut
seperti buta Cakil. Kemudian orang “meneng”
pasti tidak banyak bicara, dia omong seperlunya seperti Yudistira. Lalu “jatmika” adalah tindak-tanduk yang “trapsila”, sesuai norma-norma
kesusilaan. Gabungan ketiganya akan memancarkan kewibawaan dan kharisma yang
menimbulkan daya tarik. Kalau ia pemimpin pasti dicintai rakyat. Kalau ia
laki-laki barangkali bisa dikejar-kejar perempuan. Betul gitu ya, mas”.
“Seratus plus bonus
sepuluh, nilaimu”, jawab saya.
“Iya, mas itu
pendahuluannya. Anteng, meneng dan
jatmika, kan merupakan sikap yang diharapkan untuk orang Jawa. Hanya sikap
ya, mas. Lalu tindakannya mana?”
“Wah hebat kamu, dik.
Memang harus ada lanjutannya. Orang yang yang sudah menguasai ilmu, orang yang bukan tong kosong, umumnya punya
SIKAP anteng meneng dan jatmika,
tetapi dalam sepak-terjangnya ia SEMBADA
dan WIRATAMA”.
SEMBADA
Kalau ada orang
mengatakan: “Uwong kok ora sembada karo
omongane” atau mungkin juga: “Gayane
kaya iya-iya-a nanging ora sembada”. Kira-kira maksudnya yang pertama
orangnya “kakehan gludhug kurang udan”
alias omdo, omong doang, ketika ditagih berdalih, dan yang satunya lagi
lebih-kurangnya orang pelit. penampilan aksi tetapi tidak mau kontribusi. Jadi
secara sederhana yang dimaksud dengan “sembada”
adalah perbuatan yang sesuai dengan penampilan dan omongannya. Orang yang “sembada” pasti tidak akan banyak omong
tetapi tindakannya menyelesaikan masalah.
WIRATAMA
Wiratama atau Wirotama
dengan mudah dapat dipahami dari sudut bahasanya. “Wira” menunjukkan kegagah-beranian dan “Tama” berarti “utama”,
yang tertinggi, yang terbaik. Wiratama boleh diartikan yang paling gagah
berani. Tentunya dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Wiratama dan Sembada
adalah dwitunggal. Tidak ada orang yang wiratama tanpa bekal sembada. Demikian
pula tidak ada orang sembada yang
tidak wiratama.
KESIMPULAN
Teman saya
manggut-manggut. “Kalau gitu mas, saya pegang Harjuna untuk ksatria yang anteng, meneng, jatmika, sembada dan
wiratama. Kelihatannya saja klelar-kleler. Ketika ketemu Buta Cakil mula-mula
sepertinya ia juga enggan melawan. Ketika kesabarannya habis, Cakil yang tidak
anteng, tidak meneng dan tidak jatmika tetapi berlagak wiratama ternyata tidak
sembada. Ia mati oleh kerisnya sendiri. (IwMM)
Harjuna: Sembada Wiratama |
No comments:
Post a Comment