Manusia harus menjaga perilaku dan mulutnya. Manusia, siapapun dia: Yang pandai maupun yang bodoh, yang luhur dan yang rendah, yang miskin dan yang kaya, ulama maupun orang yang berlaku maksiat, penjahat dan penjudi, laki-laki maupun perempuan, tidak terkecuali.
Semua dilihat dari perilaku mulai duduk sampai berdiri dan mulutnya. Dalam bahasa moderen mungkin hal tersebut merupakan "body language" yang menunjukkan kepribadian seseorang.
Sikap Jawa amat memperhatikan "solah muna-muni dan laku-linggih ini". Diharapkan solah dan laku ini mencerminkan sikap yang "anteng, meneng, jatmika".
Hal ini disebutkan dalam Serat Wulangreh, karya Sri Pakubuwana IV, pupuh Pangkur, bait ke 5 dan 6, lengkapnya sebagai berikut:
Oleh
sebab itu sepanjang hari setiap saat manusia harus tahu apa yang harus
diabdikan dalam hidup ini. Tahu yang baik dan yang buruk (ala lan becik), memperhatikan adat
istiadat (adat waton) dan tatakrama. Siang maupun malam (siyang ratri) harus selalu diingat. Hal ini disebut pada bait pertama pupuh Pangkur sebagai
berikut:
ORANG SEKARANG KURANG
MEMAHAMI “BASA BASUKI”
Disebutkan
pada bait ke 9 masih dalam pupuh Pangkur bahwa sekarang ini jarang dijumpai orang yang masih memiliki "basa basuki" (mohon ijin saya terjemahkan sebagai "etika" terkait dengan tiga hal yang disebutkan pada bait pertama, yaitu: (a) Ala lan becik (b) adat waton dan (c) tatakrama. Umumnya orang sekarang kelakuannya: Drengki, droi, dora, iren-meren, panasten, kumingsun, openan, nora prasaja, jail, muthakil dan besiwit. Lengkapnya bait ke 9 sebagai berikut:
Lalu
seperti apakan sifat-sifat yang jumlahnya sebelas tersebut? Pengertiannya sebagai berikut:
a) Drengki: Tidak senang melihat orang
lain senang dan ingin mencelakakan
b) Droi: (Drohi) Tidak setia
c) Dora: Suka berkata dusta
d) Iren-meren: Iri pada kelebihan orang
lain sehingga timbul perasaan kalah, lalu timbul keinginan harus melebihi.
Misal kalah kalah pangkat, kalah cantik
e) Panasten: Hati yang panas karena perasaan
iri
f) Kumingsun: Sifat “sok”
g) Openan: Suka ikut campur urusan orang
lain
h) Nora prasaja: Tidak prasaja, tidak
bersifat “apa adanya”
i) Jail: Suka mengerjai orang. Sering
dijadikan kata majemuk: Jail-methakil
j) Methakil: Banyak akal busuk
k) Besiwit: Urik, nakal. Curang dalam
permainan.
Masih kurang dengan kelakuan yang "sebelas" pada bait ke 9 di atas, maka dalam pupuh Pangkur bait ke 10 ditambahkan sebagai berikut:
a) Alaning liyan den andhar (kejelekan
orang disebar-luaskan)
b) Beciking liyan dipun simpen (kebaikan
orang disembunyikan
c) Becike dhewe ginunggung kinarya
pasamuwan (kebaikan sendiri dipamer-pamerkan)
d) Nora ngrasa alane dhewe (tidak
merasakan kejelekan sendiri)
e) Ngedhukur (sombong, tinggi hati)
pada baris terakhir disebutkan bahwa orang
seperti itu tidak pantas untuk didekati (nora pantes den pedhaki)MEREKA ORANG-ORANG DUR BALA MURKA
Pada bait ke 11 di bawah disebutkan “Iku wong dur bala murka”. (Dur: jelek/jahat; Bala: kekuatan; Murka: nafsu ingin memiliki sebanyak-banyaknya) dengan sifat-sifat (merupakan rangkuman A dan B:
1. Walau apa yang diinginkan sudah
diperoleh, hati tetap tidak puas dan ingin memperoleh lebih banyak lagi. Hanya
menuruti kehendak nafsu luamah dan amarah (Bait ke 11)
2. Tidak mau kalah, tidak mau ada yang
melebihi, merasa tidak ada yang menyamai dan merasa dirinya paling luhur (bait
ke 12)
Lengkapnya
bait ke 11 dan 12 sebagai berikut:
KESIMPULAN
No comments:
Post a Comment