Sunday, September 23, 2012

MEMAHAMI “OLD SOLDIERS NEVER DIE; THEY JUST FADE AWAY” MELALUI FILOSOFI JAWA

Dalam “farewell address to a Joint Session of Congress”  pada  tanggal 19 April 1951 Jenderal Douglas MacArthur, menyampaikan kata-kata perpisahan yang sampai sekarang masih populer: “OLD SOLDIER NEVER DIE”. Bukunya ada, film di layar perak juga ada. Lebih lengkapnya sebagai berikut:


The world has turned over many times since I took the oath on the plain at West Point, and the hopes and dreams have long since vanished, but I still remember the refrain of one of the most popular barracks ballads of that day which proclaimed most proudly that old soldiers never die; they just fade away.

Terbayang seperti di film, sang Jenderal “fade away” melangkah keluar dari gedung konggres dengan tegak. Terngiang di telinga nada-nada tembang Durma dan Pangkur yang salah satu maknanya adalah  “darma” dan “mungkur”: Darma tetaplah darma walaupun sudah mungkur dari pengabdian formal kepada bangsa dan negara (Baca: Tembang Macapat “All in one”). Seperti itulah seharusnya semangat setelah orang menjadi tua dan pensiun.


ORANG TUA HARUS TETAP “WIKAN”


“Wikan” artinya “tahu”. Untuk tahu orang harus belajar. Bila kita pernah mempelajari teori “learning organization” maka belajar adalah seumur hidup. Bukan berhenti setelah kita selesai pendidikan formal. Memperoleh gelar S3 bukan berarti saatnya kita Stop karena sudah Selesai dan bisa Santai. Singkatnya orang harus tetap belajar walaupun tidak melalui sekolah resmi. Masyarakat adalah sekolah informal yang bisa membuat kita bijak. Setelah tua orang tidak boleh mengurung diri tetapi harus tetap melihat dunia luar, sehingga ia tetap “mikani rasa”  tidak “gonyak-ganyuk nglelingsemi” dalam pergaulan (Serat Wedhatama: “Biar tua harus tetap belajar”) Seperti disebutkan pada Pupuh Pangkur bait ke dua di atas


“FADE AWAY” YANG BETUL-BETUL “FADE dan AWAY”

“Fade away” kurang lebihnya berarti pupus pelahan-lahan. “Lengser keprabon madheg pandita” adalah salah satu contoh “fade away” asal benar-benar melaksanakan “dharmaning pandita” secara konsekwen. Yaitu pandita yang menjadi tempat berkonsultasi, mau memberi masukan, tetapi tidak ikut campur lagi dalam urusan keputusan. Salah-salah nanti dikatakan “Lengser keprabon ngrusuhi ratu”. Demikian pula “Fade away” bukanlah orang yang “Lengser kaprabon ganti kaprajan”. Ini kan setali tiga uang tidak ada “fade”nya dan samasekali tidak “away”.

“Fade away” juga bukan karena “mutung”. Lantaran dikecewakan kemudian kita menyingkir. Dalam hal ini ada yang  langsung lenyap. Sehingga tidak bisa dikatakan “fade” karena langsung “away”.  Ada juga yang kemudian bergabung kelompok lain dan dari situ ia “ngisruh”. Yang ini juga tidak “fade” sekaligus tidak “away”, malah "ngiwi-iwi" walaupun dia sudah “out”.


TULADHA DARI SERAT WEDHATAMA DAN SERAT WULANGREH


Dalam Serat Wedhatama, pupuh Gambuh bait ke 10 Sri Mangkunegara menekankan bahwa tugas orang tua intinya adalah memberi pitutur; siapa tahu bisa dipergunakan. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar sebelah.

Terjemahannya kurang lebih: Namun terpaksa berbicara; Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi petuah; Siapa tahu dapat menjadi pedoman  laku utama; Siapa yang bersungguh-sungguh akan memperoleh; Anugerah kemuliaan dan kehormatan


Bila kita lihat dalam Serat Wulangreh, pupuh Girisa bait ke 21. Sri Sunan Pakubuwana IV menyebutkan bahwa usianya sudah senja dan hidup manusia belum tentu sampai seratus tahun. Lengkapnya dapat dilihat pada gambar 11

Terjemahannya kurang lebih: Saya semisal matahari; Hampir terbenam di barat waktunya; sudah dekat senja; jauh dari terbitnya; Berapa lama di dunia; Dalam kehidupan manusia; Apa sampai seratus tahun; Itulah umur manusia.



Selanjutnya pada bait ke 21 Sri Sunan Pakubuwana IV meneruskan, Oleh sebab itu saya tulis sebuah buku, saya berikan petuah kepada anak-anakku supaya dipelajari dan dipahami. Lengkapnya bait 22 dapat dilihat pada gambar di sebelah.

Terjemahannya kurang lebih: Oleh sebab itu saya ajarkan kepada; Semua anak-anakku; Saya tulis dalam tembang; Supaya semua senang; Waktu membaca; Serta merasakan ceritera; Tidak bosan menghapalkan; Ingat siang dan malam


KESIMPULAN

Prajurit tua tidak pernah mati. Tetap harus melaksanakan “dharma” yaitu kalau tidak bisa "uwur" ya "sembur", memberikan “pitutur” (nasihat) yang “luhur” bukan ngajak “udur” (bertengkar) yang muda mengingat ia sudah harus “mungkur” (mundur) karena “umur”.

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST