Sama-sama bagian tubuh
manusia, “lambe” (bibir) yang dalam krama inggil disebut “lathi” mempunyai
kedudukan istimewa karena lebih “sensitif gender” khususnya untuk bentuk bibir
dan keindahan bibir kaum perempuan. Bagi yang laki-laki harap maklum. Dalam
bahasa Indonesia pun demikian. Kita mengenal kata “bibirnya seperti delima
merekah” maka ini adalah ungkapan pujian untuk bibir wanita. Belum lama ini
saya ketemu teman yang orang Minang, dia mengatakan: “Kalau di tempat saya ada
kata-kata bibirnya bak limau seulas”. Ini juga bibir indah untuk wanita, walau saya timpali juga: "Kalau seulas kan cuma satu, padahal bibir ada dua, atas dan bawah.
“Lambe” indah bukan
monopoli orang Jawa. Semua bangsa di dunia memuja keindahan “lambe” dengan
kriteria yang berbeda-beda. Ada suku bangsa di Afrika yang barangkali menurut
pendapat kita merusak bentuk “lambe” karena bibir bisa dibuat sampai lebar seperti piring; tetapi bagi mereka di sana, mungkin itulah yang namanya
“indah”.
Dalam urusan “lambe”
ini barangkali ungkapan dalam bahasa Jawa yang paling kaya. Banyak kalimat yang
menggunakan kata “lambe”. Mulai dari bentuk “lambe”, gerakan “lambe”,
peribahasa, tembung entar dan sebagainya.
BENTUK
BIBIR
Di bawah dapat dibaca 9
bentuk bibir menurut orang Jawa. Nomor 1, 2 dan 3 digunakan untuk “panyandra”
wanita”, sedangkan no 4 sd 9 berlaku untuk pria dan wanita, sebagai berikut:
- DHAMIS:
Bibir atas dan bawah ukuran sedang; pertemuan kedua bibir rapat dan pas,
tidak ada yang menonjol
- NGGULA
SATEMLIK: Tipis + Dhamis
- NYIGAR
JAMBE: Ukuran bibir sedang, bibir
atas dan bawah sama tebal-tipisnya
- GUGUT:
Bibir atas “cupet” (semacam
kurang panjang atau lebar)
- DONGOS:
Bibir atas dan bawah “cupet”
- NGGANDHUL:
Bibir bawah agak besar
- NDOMBLE:
Bibir
bawah Nggandhul + tebal + gusi bawah kelihatan
- NYONGOR:
Bibir lancip + tebal (ada yang menyebut NYUCUK)
- KOKOP:
Sudut bibir yang ada bekas penyakit
patek (sekarang sudah amat jarang karena tidak banyak lagi orang yang kena penyakit patek atau frambusia)
WARNA BIBIR
Warna
bibir yang umum adalah merah. Ada banyak cara untuk memerahkan bibir mulai yang
tradisional sampai modern. Sekarang ini pewarna bibir tidak dimonopoli warna
merah. Ada banyak warna pilihan. Walau demikian, merah tetap menjadi kriteria
utama warna bibir yang indah. Dalam bahasa Jawa kita kenal ungkapan “lambene
kaya MANGGIS KARENGAT”. Ini adalah bahasa “pepindhan”, membandingkan dengan
barang lain. Dalam hal ini pembandingnya adalah manggis yang “rengat”. Rengat =
retak. Kulit buah manggis yang retak (atau diretakkan) akan kelihat bagian
dalam (dalam penampang lintang) kulit buah tersebut. Seperti itulah warna merahnya “manggis karengat”
PERILAKU BIBIR
Walaupun
bibir ukurannya amat kecil dibandingkan tubuh manusia secara keseluruhan,
tetapi gerakannya amat bervariasi. Gerak bibir terkait dengan bahasa tubuh, membawa
getaran pesan yang mampu menimbulkan berbagai reaksi emosi. Beberapa contoh
perilaku bibir adalah sebagai berikut:
1. MESEM: Tersenyum. Senyum menurut pengertian
Jawa hanya gerakan mulut tanpa membuka mulut. Bila gerakan mulut hanya sedikit
disebut “mesem pendhem”. Secara umum “mesem” adalah ungkapan hati yang sedang senang. "Mesem kecut" tentunya bukan senyum melainkan cemberut.
2. MENCEP: Menjep. Bibir bawah ditekuk sebelah.
Menunjukkan kekecewaan. Dalam hal ini "suasana" perlu diperhatikan karena
“mencep” juga bisa bermakna lain.
3. NGEPRETI: Menggerakkan bibir atas dan bawah sedemikian
sehingga terdengar suara “pret”. Maknanya menunjukkan ketidak-percayaan
(maido).
4. MLECU: Atau MECUCU. Bibir atas dan bawah dilancipkan ke
depan. Menunjukkan kekecewaan atau kemarahan.
5. NYAWETI: Ngawet. Kebalikan dari “mlecu”. Disini
bibir dilipat ke dalam, menyentuh gigi. Biasanya mata melotot. Menunjukkan
orang yang sedang menahan emosi.
LAMBE (BIBIR) DALAM KIASAN DAN
PERIBAHASA
Kiasan
(tembung entar) yang menggunakan kata “lambe” cukup banyak. Karena menggunakan
kata “lambe” tentunya maknanya terkait dengan pembicaraan. Sebagian besar sudah
jarang kita dengar dalam pembicaraan sehari-hari.
1. KURANG
LAMBE: Artinya kurang bicara. Misalnya dalam rapat membahas sesuatu yang
penting kita tidak banyak urun rembug.
2. KEMBANG
LAMBE: Jadi pembicaraan. Bisa karena kebaikannya maupun kejelekannya.
3. ABANG-ABANG
LAMBE: Bicara pulasan, tidak tulus dari lubuk hati yang sebenarnya.
4. ENTHENG
(TIPIS) LAMBENE: Suka membicarakan orang lain (ngrasani)
5. KELAMBEN:
orang yang banyak bicara tidak baik
6. LAMBE
SATUMANG KARI SAMERANG: Orang yang sudah terlalu banyak memberi nasihat,
tetapi yang diberi nasihat tetap cuek. Digambarkan dengan “lambe” yang sebesar
“tumang” (semacam ganjal atau tumpukan barang, tinggal “samerang”; merang:
batang padi).
7. AJINING
DHIRI DUMUNUNG ANA ING LATHI: Dapat dibaca pada posting Ajining Raga Dumunung Ana Ing Busanadan Ajining Diri Dumunung Ana Ing Lati
PENUTUP
Demikianlah “lambe”.
Dalam perjalanan hidup manusia akhirnya ia akan sampai pada pemahaman bahwa
bukan bentuk bibir yang indah laksana ini atau bak itu yang menyejukkan hati,
tetapi apa yang diucapkan bibir tersebut. Bibir terindah adalah bibir yang
mampu amemangun karyenak tyasing sesama. (IwMM)
No comments:
Post a Comment