Friday, August 3, 2012

BAMBU DAN UNGKAPAN JAWA (2): DONGENG DAN PARIBASAN

Melanjutkan tulisan “Bambu dan Ungkapan Jawa (1): Pring dan lagu ayo ngising",  salah satu bukti bahwa orang Jawa akrab dengan “pring” (bambu) adalah penggunaan kata “pring” atau terkait dengan “pring” dalam dongeng dan peribahasa.

DONGENG KANCIL DAN HARIMAU

Kancil sebagai tokoh fabel Jawa banyak muncul dalam ceritera sebelum tidur. Salah satunya adalah kisah “Kancil dan Harimau”. Rumpun bambu yang ditiup angin menimbulkan suara yang konon seperti alunan seruling. Kancil yang cerdik memanfaatkan fenomena alam ini untuk mengibuli harimau.

Alkisah kancil sedang terkantuk-kantuk di bawah rumpun bambu. Datanglah seekor harimau: “Nah ketangkap kali ini kamu Cil”. Kancil dengan kalem menjawab: “Apa kamu tidak melihat, bahwa aku sedang memainkan seruling Kanjeng Nabi Sulaiman? Dengarlah suara musiknya yang indah mendayu-dayu”. Harimau lupa laparnya. Ia pun ingin ikut memainkan alat itu. Tentusaja kancil berdalih. Hanya dia yang diijinkan memainkan. Setelah bernego cukup lama, kancil pun menyerah: “OK harimau, kau boleh memainkan setelah aku pergi.” Lalu kancil menunjukkan caranya. Harimau disuruh menjulurkan lidah, kemudian lidahnya dijepit diantara dua batang bambu. Kancil pun terbirit-birit menyelamatkan diri, meninggalkan harimau yang kesakitan karena lidahnya terjepit batang bambu. Saya tidak pandai berceritera, tetapi ceritera bisa seru dan menegangkan bergantung kepiawaian si juru ceritera bertutur-kata.

PARIBASAN

Beberapa paribasan yang dapat saya kumpulkan terkait dengan “pring” adalah:


1.    RAI GEDHEG: Gedheg adalah anyaman bambu untuk dinding rumah. Ungkapan “Rai gedheg” digunakan untuk menyebut orang yang tidak punya rasa malu. Dapat dibaca pada tulisan saya tahun lalu: Rai gedheg

2.    BUNG PRING PETUNG: “Bung” adalah rebung, anakan bambu yang dapat kita makan sebagai sayur atau pengisi lumpia. Bambu petung adalah bambu yang besar. Tentusaja “bung”nya juga besar. Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan anak yang cepat besar (longgor), lebih besar dari teman-teman sebayanya. 

3.    JAKSA PRING SADHAPUR: Menggambarkan pengadilan yang anggotanya dari pimpinan sampai bawahan masih keluarga. Mungkin kejadian seperti ini ada pada jaman dulu.  

4.    NYERET PRING SAKA PUCUK: Bayangkan kita menebang pohon bambu, lalu batang bambu yang sudah roboh kita tarik (seret) untuk kita garap lebih lanjut. Menyeretnya dari pucuk atau dari pangkal batangnya? Logikanya akan lebih mudah menarik dari pangkal batangnya yang besar. Ungkapan ini menggambarkan orang yang mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan karena cara mengerjakannya salah. Dalam bahasa manajemen sekarang, gambaran orang yang menyelesaikan masalah bukan pada masalah pokoknya. Atau orang yang menyelesaikan masalah di hilir tanpa melakukan tindakan di hulu.
Jangan lupa juga dengan kata-kata “Pring reketeg gunung gamping ambrol” yang dapat dibaca pada BAMBU DAN UNGKAPAN JAWA (3): NGELMU PRING (A)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST