Melanjutkan
tulisan “Bambu dan Ungkapan Jawa (1): Pring dan lagu ayo ngising", salah satu
bukti bahwa orang Jawa akrab dengan “pring” (bambu) adalah penggunaan kata
“pring” atau terkait dengan “pring” dalam dongeng dan peribahasa.
DONGENG
KANCIL DAN HARIMAU
Kancil
sebagai tokoh fabel Jawa banyak muncul dalam ceritera sebelum tidur. Salah
satunya adalah kisah “Kancil dan Harimau”. Rumpun bambu yang ditiup angin
menimbulkan suara yang konon seperti alunan seruling. Kancil yang cerdik
memanfaatkan fenomena alam ini untuk mengibuli harimau.
Alkisah
kancil sedang terkantuk-kantuk di bawah rumpun bambu. Datanglah seekor harimau:
“Nah ketangkap kali ini kamu Cil”. Kancil dengan kalem menjawab: “Apa kamu
tidak melihat, bahwa aku sedang memainkan seruling Kanjeng Nabi Sulaiman?
Dengarlah suara musiknya yang indah mendayu-dayu”. Harimau lupa laparnya. Ia
pun ingin ikut memainkan alat itu. Tentusaja kancil berdalih. Hanya dia yang
diijinkan memainkan. Setelah bernego cukup lama, kancil pun menyerah: “OK
harimau, kau boleh memainkan setelah aku pergi.” Lalu kancil menunjukkan
caranya. Harimau disuruh menjulurkan lidah, kemudian lidahnya dijepit diantara
dua batang bambu. Kancil pun terbirit-birit menyelamatkan diri, meninggalkan
harimau yang kesakitan karena lidahnya terjepit batang bambu. Saya tidak pandai
berceritera, tetapi ceritera bisa seru dan menegangkan bergantung kepiawaian si
juru ceritera bertutur-kata.
PARIBASAN
Beberapa
paribasan yang dapat saya kumpulkan terkait dengan “pring” adalah:
1. RAI GEDHEG: Gedheg adalah anyaman
bambu untuk dinding rumah. Ungkapan “Rai gedheg” digunakan untuk menyebut orang
yang tidak punya rasa malu. Dapat dibaca pada tulisan saya tahun lalu: Rai
gedheg
2. BUNG PRING PETUNG: “Bung” adalah
rebung, anakan bambu yang dapat kita makan sebagai sayur atau pengisi lumpia.
Bambu petung adalah bambu yang besar. Tentusaja “bung”nya juga besar. Ungkapan
ini digunakan untuk menggambarkan anak yang cepat besar (longgor), lebih besar
dari teman-teman sebayanya.
3. JAKSA PRING SADHAPUR: Menggambarkan
pengadilan yang anggotanya dari pimpinan sampai bawahan masih keluarga. Mungkin
kejadian seperti ini ada pada jaman dulu.
4. NYERET PRING SAKA PUCUK: Bayangkan
kita menebang pohon bambu, lalu batang bambu yang sudah roboh kita tarik
(seret) untuk kita garap lebih lanjut. Menyeretnya dari pucuk atau dari pangkal
batangnya? Logikanya akan lebih mudah menarik dari pangkal batangnya yang
besar. Ungkapan ini menggambarkan orang yang mengalami kesulitan dalam
melakukan pekerjaan karena cara mengerjakannya salah. Dalam bahasa manajemen
sekarang, gambaran orang yang menyelesaikan masalah bukan pada masalah
pokoknya. Atau orang yang menyelesaikan masalah di hilir tanpa melakukan
tindakan di hulu.
Jangan
lupa juga dengan kata-kata “Pring reketeg gunung gamping ambrol” yang dapat
dibaca pada BAMBU DAN UNGKAPAN JAWA (3): NGELMU PRING (A)
No comments:
Post a Comment