Sunday, July 1, 2012

SERAT SABDA TAMA: PULIH DUK JAMAN RUMUHUN


Setelah kemelut di jaman Kala Bendu maka inilah jaman yang diharapkan, “Pulih duk jaman rumuhun” yang artinya “pulih seperti dahulu”. R Ngabehi Ranggawarsita dalam hal ini menjelaskan seperti apa yang dimaksud pulih ini, dalam pupuh Gambuh bait ke 15 sampai dengan 21.

Bait ke 15-16 merupakan pendahuluan sirnanya jaman Kala bendu. Dikisahkan bahwa memang sudah kehendak Tuhan bahwa jaman berubah. Semua orang bahagia turun temurun dan demikian pula kehidupan bernegara: Rukun dengan negara lain, sekaligus disegani dalam pergaulan internasional. Bait ke 15 dan 16 selengkapnya sebagai berikut:

15. Rasa wes karasuk; Kesuk lawan kala mangsanipun; Kawises kawasanira Hyang Widhi; Cahyaning wahyu tumelung; Tulus tan kena tinegor

16. Karkating tyas katuju; Jibar-jibur adus banyu wayu; Yuwanane turun-temurun tan enting; Liyan praja samyu sayuk; Keringan saenggon-enggon

Terjemahan:

(15) Rasanya sudah merasuk; Telah tiba pergantian masa; Karena kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa; Cahaya Wahyu telah turun; Terlaksana tidak dapat dihalangi lagi

(16) Kehendak hati yang dituju; Mengguyur badan dengan air “wayu” (wayu: sudah diinapkan semalam; dipercaya sebagai syarat keselamatan); Keselamatannya turun-temurun sampai anak cucu tidak habis; dengan negara lain rukun; Terhormat dimana-mana.


SEMUA KEMBALI NORMAL: SEPERTI APA?

Selanjutnya pada bait ke 17 sd 21 dijelaskan kehidupan normal yang akan terjadi itu seperti apa. Intinya sebagai berikut:

1. Luka lama sirna, semua orang gembira dan beruntung (bait 17)
2. Negara aman, tidak ada maling (Bait 18)
3. Orang jahat insyaf (bait 19)
4. Semua orang rajin, taat aturan, atas dan bawah sehati (bait 20)
5. Sifat manusia: Teteg, teguh, tanggon (bait 21)

Bait ke 17 sd 21 selengkapnya adalah sebagai berikut:

17. Tatune kabeh tuntun; Lelarane waluya sadarum; Tyas prihatin ginantun suka mrepeki; Wong ngantuk anemu kethuk; Isine dinar sabokor

18. Amung padha tinumpuk; Nora ana rusuh colong jupuk; Raja kaya cinancangan angeng nyawi; Tan ana nganggo tinunggu; Parandene tan cinolong

19. Diraning durta katut; Anglakoni ing panggawe runtut; Tyase katrem kayoman hayuning budi; Budyarja marjayeng limut; Amawas pangesthi awon

20. Ninggal pakarti dudu; Pradapaning parentah ginugu; Mring pakaryan saregep tetep nastiti; Ngisor dhuwur tyase jumbuh; Tan ana wahon winahon

21. Ngratani sapraja agung; Keh sarjana sujana ing kewuh; Nora kewran mring caraka agal alit; Pulih duk jaman runuhun; Tyase teteg teguh tanggon

Adapun terjemahannya:

(17) Semua luka hilang; Semua penyakit sembuh; Hati yang prihatin berganti gembira; Orang mengantuk menemukan kethuk (baca: Thenguk-thenguk nemu kethuk); Isinya dinar satu bokor.

(18) Terjemahan: Semuanya hanya ditumpuk; Tidak ada yang berbuat rusuh mencuri; Binatang ternak diikat di luar; Tidak dijaga; Walau demikian tidak ada yang dicuri

(19)  Orang yang berbuat jahat ikut; Menjalani perbuatan baik; Hatinya merasa diayomi oleh kebaikan budi; Budi yang baik dapat mengalahkan yang jahat

(20) Pekerjaan tidak baik ditinggalkan; Aturan-aturan pemerintah ditaati; Dalam pekerjaan semua rajin dan sungguh-sungguh; Atas dan bawah sehati; Tidak ada yang saling mencela

(21)  Merata diseluruh negara agung; Banyak kaum cerdik pandai sibuk;tidak kesulitan menghadapi orang-orang yang kasar maupun halus; Kembali seperti jaman dulu; Hatinya “teteg teguh tanggon (baca: Tatag, teteg, Tangguh, Tanggon, Tanggap danTutug).


PENUTUP

Itulah jaman yang ditunggu-tunggu kedatangannya pada suatu saat nanti. Kapankah itu? Dalam bait ke 14 disebutkan:

Supaya pada emut; Amawasa benjang jroning tahun; Windu kuning kono ana wewe putih; Gegamane tebu wulung; Arsa angrebaseng wedhon

Banyak yang mengatakan  bait ini adalah ramalan. Ki Pujangga menulisnya dalam bahasa perlambang. Saya tidak berani “ngonceki” bait ini, saya juga dihinggapi keraguan Ranggawarsita yang diungkap pada bait ke tujuh pupuh Gambuh yang sudah saya terjemahkan pada tulisan Serat Sabda Tama: Selain aji mumpung apa lagi?

7. Galak gangsuling tembung; Ki Pujangga panggupitanipun; Rangu-rangu pamanguning reh harjanti; Tinanggap prana tumambuh; Katenta nawung prihatos

Yang jelas pada masa tersebut yang di tulisan lain disebut "jaman Kala Suba" kira-kira “aji mumpung” sudah tidak populer lagi. Kondisi negara dan masyarakat seperti yang diucapkan Ki Dhalang dalam pagelaran wayang kulit: “Tata titi tentrem kerta raharja, gemah ripah loh jinawi” dan seterusnya. Semuanya bergantung pada kita. Mau apa tidak. (IwMM)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST