Cacat yang dimaksud Ki Padmasusastra Ngabehi Wirapustaka, Surakarta, dalam
Layang Madubasa, 1912 ini bukan cacat tubuh tetapi cacat kelakuan yang
menyebabkan orang tidak disukai, disamping itu keburukannya bisa menjadi bahan
pembicaraan orang, seperti contoh di bawah ini:
1. Anak: Kalau tidak mencintai kedua
orang tuanya
2. Bapa (bapak): kalau tidak mengupayakan
supaya anaknya pandai (catatan: menyekolahkan anak)
3. Biyung (Ibu): kalau tidak mengurus
anaknya (catatan: bandingkan dengan bapak)
4. Budi: Kalau tidak tahu malu, selalu minta
dihormati (krodha lumahing asta*)
5. Damar (lampu): Kalau tidak terang (catatan: dulu ada lampu dengan minyak damar. tugas damar memberi penerangan. Analoginya, tugas manusia juga memberi "pepadhang" (penerangan) kepada sesama, harus bisa madhangi sing turu.
6. Guru: Kalau dalam mengajar hanya
mengandalkan hapalan (Catatan: maksudnya tanpa buku pegangan. Sepandai-pandai manusia, tidak boleh mengandalkan hapalan. Apalagi seorang guru yang tugasnya mentransfer ilmu)
7. Kriya (pengrajin): Kalau
sambungan-sambungan dalam garapannya tidak rapat atau tidak pas. Walaupun
garapan dan ukiran halus, kalau sambungan tidak klop tetap tidak baik.
8. Mangan (makan): Kalau terlalu lahap (Catatan: semua yang berlebihan tidak baik. Apalagi makan berlebihan. Dalam jangka pendek terjadi gangguan pencernakan. Dalam jangka panjang bisa terjadi kegemukan, kholesterol, darah tinggi dll)
9. Melek (tidak tidur): Kalau semalam
suntuk tidak tidur (Catatan: Tidur merupakan kebutuhan manusia, tetapi kelebihan tidur juga tidak baik)
10. Mitra (teman): kalau tidak jujur dan
tidak terbuka
11. Mlarat (miskin): Kalau hidup tanpa
perhitungan (Akibatnya akan semakin miskin)
12. Pandita (pendeta; pemuka agama): kalau
kurang ibadah
13. Parentah (pemerintah): Kalau tidak
adil. (Catatan: pemerintah harus ambeg adil paramarta)
14. Punggawa (pegawai yang punya kedudukan
bisa di pemerintahan bisa di kantor: kalau tidak utama (Catatan: Tidak punya kompetensi; punya kompetensi tetapi tidak punya komitmen; punya kompetensi tetapi korupsi, dll)
15. Raga: Hapus dengan kelakuan baik (Catatan: Orang-orang dengan cacat fisik tidak perlu rendah diri. Manusia tidak akan mencela cacat fisik orang lain kecuali kelakuannya tidak baik)
16. Ratu (Raja): Tidak ada. Jeleknya raja
masih lebih baik dari orang yang paling baik (mungkin ini sindiran)
17. Satriya (Ksatria): Kalau tidak berbudi
19. Sudagar (saudagar): Kalau bicaranya
tidak jujur (Catatan: Saudagar memang hidup dari keuntungan. Tetapi kalau berkata hanya kembali modal padahal untungnya besar, namanya tidak jujur)
20. Sugih (kaya): Kalau pelit (Catatan: Orang hidup harus berbagi)
21. Tangi (bangun tidur): kalau kesiangan (Catatan: berarti tidur terlalu lama)
22. Tani: Kalau tidak “temen” (rajin dalam pekerjaannya olah tani)
23. Turu (Tidur): Kalau samasekali tidak
bergerak dan tidak rapat menutup aurat
24. Urip (hidup): Kalau kehilangan budi
baik. Walaupun kaya dan punya kedudukan terhormat, hilang nilainya sebagai
manusia
KRODHA LUMAHING ASTA
Disebutkan
pada angka 4 di atas: *) Krodha lumahing
asta. Maksudnya kerja dengan menadahkan tangan. Yang sering disebut
demikian, biasanya pengemis. Ki Padmasusastra di tempat lain menyebutkan bahwa
orang kaya yang minta selalu dihormati (gila hormat) sama saja dengan pengemis
yang kelakuannya “krodha lumahing asta” Sama-sama mintanya. Yang satu minta
uang kecil, satunya lagi minta dihormati.
Cacad-cacad tersebut di atas menyangkut perilaku dan watak manusia. Perilaku masih dapat diperbaiki sepanjang ada kemauan kuat. Demikian pula watak yang buruk, seharusnya dapat diperbaiki walaupun ada peribahasa "Ciri wanci lelai ginawa mati" yang makna kasarnya, kalau sudah "gawan bayi" ya tidak bisa diubah.(IwMM).
Cacad-cacad tersebut di atas menyangkut perilaku dan watak manusia. Perilaku masih dapat diperbaiki sepanjang ada kemauan kuat. Demikian pula watak yang buruk, seharusnya dapat diperbaiki walaupun ada peribahasa "Ciri wanci lelai ginawa mati" yang makna kasarnya, kalau sudah "gawan bayi" ya tidak bisa diubah.(IwMM).
No comments:
Post a Comment