Saat
Pandawa dibuang ke hutan setelah kalah main dadu, Yudistira bertemu dengan Resi
Markandeya, dan bertanya adakah wanita yang kesetiaannya dapat disejajarkan
dengan Draupadi, istrinya?
Resi
Markandeya pun menjawab: Adalah seorang wanita, Savitri (Jawa: Sawitri), anak
raja Asvapati (Jawa: Aswapati) dari Madra. Ia menikah dengan Satyavan (Jawa:
Setiawan), anak raja Dyumatsena (Jawa: Jumatsena). Sang raja telah buta,
terusir dari keprabon dan tinggal di hutan sebagai brahmanaraja. Sementara
Satyavan pun menurut Batara Narada telah ditentukan umurnya, tinggal satu
tahun. Savitri tidak mempedulikan hal ini. Ia menanggalkan busana kerajaan dan
mengikuti Satyawan tinggal di tepi hutan sebagai orang sudra.
Satu
tahun kemudian tiba saatnya Dewa Yama (Jawa: Yamadipati) sang pencabut nyawa
datang. Apapun upaya Savitri merayu Dewa Yama nyaris tak berhasil. Hati Yama
memang luluh dengan kesantunan dan kegigihan Savitri. Ia berjanji untuk
mengabulkan semua permintaan Savitri, termasuk mengembalikan kerajaan mertua
yang dirampas, mengembalikan penglihatan mertua yang buta, semua dikabulkan.
Tetapi ketika Savitri menyebut nama Satyavan, dewa Yama cuma geleng-geleng
kepala.
Savitri
menguntit perjalanan dewa Yama membawa nyawa Satyavan. Dewa Yama tetap
bersikukuh: “Mintalah apapun, kecuali Satyavan”. Savitri tersadar, ia
harus mengubah taktik permintaannya:
“Wahai Dewa Yamadipati, aku mohon bisa punya 100 anak”. Karena tidak menyebut
nama Satyavan, Yama pun OK saja. Savitri melanjutkan: “Lalu darimana aku bisa
memperoleh 100 anak kalau tidak punya suami? Tidak ada laki-laki lain di
hatiku”. Yama menyerah terhadap
permintaan tidak langsung yang samasekali tidak menyebut nama Satyavan. Ia
pulang ke kadewatan, dan Savitri hidup bahagia dengan suaminya sampai tua
sekali dengan anak yang banyak. Kerajaan dan penglihatan mertuanya pun kembali.
Versi
lain: Savitri tidak minta 100 anak tetapi minta tangguh satu tahun karena
merasa belum memperlakukan suaminya dengan baik, akan menjadi aib besar baginya
kalau Satyavan keburu dibawa Dewa Yama. Yama pun setuju, tapi ia lupa bahwa
satu tahun untuk dewa adalah 100 tahun untuk manusia. Akhirnya Savitri dan
Satyavan hidup sampai tua juga dengan keturunan yang banyak.
Kisah
Savitri (Sawitri) dan Satyavan (Setiawan) versi India sama dengan yang versi
Jawa. Teladan yang dapat dipetik adalah “Cinta dan kesetiaan”.
LIDING DONGENG
LIDING DONGENG
Kalau
punya “karep” maka “ulat” harus “madhep” disertai hati yang “mantep” (Syarat punya karep: Harus ulat madhep ati mantep). Supaya “karep” dapat terlaksana, jangan
menoleh kanan-kiri, jangan berubah tujuannya. Kelembutan, kesantunan, kegigihan
plus akal ternyata dapat mengalahkan dewa. (IwMM)
No comments:
Post a Comment