Saturday, June 2, 2012

WEKTU ORA BISA BALI, AJA KONGSI ANA WEKTU LIWAT TANPA GUNA

Ini juga pitutur R Kartawibawa dalam buku Gagasan Prakara Tindaking Ngaoerip, cetakan Balai Pustaka, 1921 “Wektu ora bisa bali, aja kongsi ana wektu liwat tanpa guna”. (Waktu tidak bisa kembali, jangan ada waktu telewatkan sia-sia). Jaman dulu pun  masyarakat yang kelihatannya masih adhem ayem dan belum begitu terlibat dalam persaingan, demikian pula dunia belum globalisasi, yang namanya “waktu” sudah menjadi perhatian.

Contoh yang diberikan, dalam beberapa aspek kehidupan, masih relevan untuk dibaca pada jaman sekarang. Terjemahan sebagai berikut:

Sekali “waktu” lewat, tidak bisa dipanggil pulang. Apa yang sudah terjadi tidak bisa kembali lagi, tidak bisa diubah. Waktu yang sekilas itu adalah potongan dari waktu yang lama. Keberuntungan dan kesialan, hidup dan mati terjadi pada potongan waktu yang sebentar itu, hanya potongan yang mana, manusia tidak tahu. Kesalahan dalam waktu sepemakan sirih bisa membawa keberuntungan yang lama, bisa juga membawa kesialan yang tidak segera berganti keberuntungan. Oleh sebab itu jangan menyepelekan waktu.

Misalnya kita dipanggil oleh orang yang sedang menghadapi sakratul maut, akan diberi warisan satu juta rupiah asal bisa menerima langsung, ternyata terlambat dua menit dan kereta expres telah berangkat. Warisan diberikan orang lain.

Adipati Karna waktu melawan Harjuna (dalam perang Bharatayuda), kalah cepat sepemakan sirih dalam menyiapkan senjata, lehernya putus terpanah oleh Harjuna. Orang menjawab pertanyaan ujian terlalu lama lima menit bisa urung menerima ijazah. Orang punya hutang di bank, terlambat sehari melunasinya bisa hilang tabungan atau asuransinya. Oleh sebab itu, apapun juga jangan berlama-lama. Segeralah kerjakan.

Satu jam adalah bagian dari umur. Bila dikalikan, lama-lama jadi bertahun-tahun. Maka janganlah suka menganggur walau hanya satu jam dalam sehari. Kita ingin belajar bahasa Belanda (karangan ini tahun 1921) misalnya satu jam bisa menghapalkan 10 kata maka dalam setahun kita hapal 3000 kata. Padahal kata yang digunakan dalam percakapan harian bahasa Belanda jumlahnya tidak sampai 1000.

Pelajaran di sekolahan, dalam satu hari, misalnya kalau ditulis jumlahnya 10 lembar. Kalau kita baca, dalam satu jam bisa mengerti 20 lembar. Kenapa kita tidak bisa mengerjakan ulangan untuk besok paginya? Misalnya menggunakan 15 menit sehari dari waktu menganggur kita untuk mengarang, kita bisa mendapatkan satu lembar. Bila setiap hari kita lakukan demikian, maka dalam setahun akan menjadi sebuah buku yang tebal. Andaikan bisa dijual, akan memperoleh uang banyak. Lalu dimana karangan para guru yang jumlahnya ratusan itu?

Tanaman padi umurnya 6 bulan. Tetapi petani tidak buang waktu menggunakan waktu 5 hari untuk tanam. Karena dalam waktu 5 hari tersebut, panas dinginnya udara bisa berubah, bisa hujan bisa panas, hal itu mempengaruhi cepat lambatnya benih tumbuh maupun menetasnya telur hama. Bisa-bisa benih tumbuh langsung dimakan hama.

Bila orang sudah tahu nilai dari “waktu”, tidak layaklah rasanya untuk menganggur. Lebih-lebih orang yang menganggur sering timbul pikiran-pikiran  tidak baik. Makin banyak menganggur makin bertumpuk pula kesalahan yang diperbuat. Lebih baik membaca buku-buku yang baik, belajar hal-hal yang bermanfaat. Bisa menyingkirkan diri dari hal-hal buruk dan memperoleh hal-hal yang baik. Kelolalah waktu sebaik-baiknya.

Kesimpulan:

Sama dengan posting Wong nganggur saejam sedina mubadirake saprapatlikuring umure,  yang membuat hitungan jumlah waktu terbuang selama hidup, dalam tulisan ini Kartawibawa memberikan beberapa contoh apa saja yang disia-siakan orang sehingga waktu terbuang. Keduanya bicara tentang “time management” (IwMM)
 

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST