Thenguk-thenguk atau thethenguk menurut Poerwadarminta, 1939 adalah orang yang sedang duduk-duduk menganggur. Jadi orang ini sedang santai-santai tidak melakukan apa-apa. Orang yang “nemu” sesuatu artinya memperoleh sesuatu tanpa disengaja atau tanpa upaya. Sifatnya kejutan atau surprise. Dalam peribahasa ini orang yang sedang tidak melakukan apa-apa tahu-tahu mendapatkan “kethuk”, alias rejeki.
“Kethuk” adalah salah satu perangkat gamelan Seperti kenong tetapi lebih kecil, posisinya di dekat kenong. Ada banyak perangkat gamelan Jawa. Perangkat yang berongga antara lain Kethuk, kenong, kempul dan gong. Kethuk yang paling kecil dan gong yang paling besar dan paling mantap bunyinya Pertanyaan teman saya: “Mengapa tidak thenguk-thenguk nemu gong sekalian, mas”. Tentu ini terkait dengan purwakanthi. Ungkapan-ungkapan Jawa pada umumnya menggunakan purwakanthi sehingga manis didengar (Baca: penggunaan purwakanthi dalam penyampaian pitutur). Menjadi tanpa purwakanthi kalau ungkapannya berbunyi “thenguk-thenguk nemu gong”. Kan lebih pas kalau “thenguk-thenguk nemu kethuk”.
“Kethuk” adalah salah satu perangkat gamelan Seperti kenong tetapi lebih kecil, posisinya di dekat kenong. Ada banyak perangkat gamelan Jawa. Perangkat yang berongga antara lain Kethuk, kenong, kempul dan gong. Kethuk yang paling kecil dan gong yang paling besar dan paling mantap bunyinya Pertanyaan teman saya: “Mengapa tidak thenguk-thenguk nemu gong sekalian, mas”. Tentu ini terkait dengan purwakanthi. Ungkapan-ungkapan Jawa pada umumnya menggunakan purwakanthi sehingga manis didengar (Baca: penggunaan purwakanthi dalam penyampaian pitutur). Menjadi tanpa purwakanthi kalau ungkapannya berbunyi “thenguk-thenguk nemu gong”. Kan lebih pas kalau “thenguk-thenguk nemu kethuk”.
Kalau diuangkan, kethuk juga tidak murah lho. Uang satu juta masih kurang kalau untuk beli kethuk. Tapi ingat kethuk juga berongga, jadi kalau dibalik, bisa untuk wadhah sesuatu. Kalau yang diwadhahi “mas picis rajabrana”, sak kethuk sudah cukup untuk bekal hidup.
Ungkapan yang usianya lebih tua sebenarnya bukan “thenguk-thenguk” melainkan “ngantuk”. Hal ini dapat dibaca pada Serat Jaka Lodhang, anggitan R Ngabehi Ranggawarsita pada pupuh Megatruh bait ke tiga sebagai berikut:
Tinemune wong ngantuk anemu kethuk; Malenuk samargi-margi; marmane bungah kang nemu; Marga jroning kethuk isi; Kencana sesotya abyor
Terjemahannya kurang lebih sebagai berikut:
Adanya orang mengantuk menemukan kethuk; Malenuk (saya tidak tahu terjemahannya, bentuk kethuk dalam bahasa Jawa memang “mlenuk”) disepanjang jalan; Yang menemukan gembira hatinya; Karena didalam kethuk berisi; emas berlian yang berkilau. (catatan: Tetapi kondisi ini terjadi pasca jaman kalabendu)
Jadi makna “thenguk-thenguk nemu kethuk” adalah orang sedang nganggur tidak ada kerjaan tahu-tahu ada kejutan memperoleh sesuatu. Ada juga teman yang tanya: “Boss-boss yang tanpa gerak tapi banyak dapat hadiah apa termasuk “thenguk-thenguk nemu kethuk?” tafsirannya memang macam-macam. Saya sendiri berpendapat “tidak termasuk”. Alasan saya, dia ngantuk-ngantuk tetapi menyandang predikat boss. Pemberian yang terkait dengan jabatan namanya “gratifikasi” dan dilarang KPK. Kalau sampai diterima harus dilaporkan ke KPK, apakah boleh dimiliki atau harus diserahkan kepada negara.
“Thenguk-thenguk nemu kethuk” adalah berbau kejutan. Orang yang sedang thenguk-thenguk samasekali tidak memikirkan bahwa ia akan memperoleh kethuk. Dengan demikian “thenguk-thenguk nemu kethuk” juga tidak sama dengan “njagakake endhoge si blorok”. Yang terakhir ini, orangnya boleh saja sedang thenguk-thenguk tetapi otaknya punya “harapan” ada sesuatu yang ia peroleh, padahal belum pasti.
... Wah ada yang mengetuk pintu. Tetangga sebelah bawa oleh-oleh banyak dan macam-macam dari Yogya. Dhuh, dhuh ... maturnuwun sanget, paribasan thenguk-thenguk nemu kethuk, ora nucuk nanging pikantuk. Mangga-mangga lenggah dulu ... (IwMM)
No comments:
Post a Comment