Sri Mangkunegara tidak hanya menegur dan menasihati (Serat Wedhatama: Menasihati para muda) tetapi juga menyemangati mereka.
Generasi muda yang memang masih gelisah, meraba dan mencari jati diri, tidak hanya cukup diberi pitutur, tetapi juga dimotivasi. Antara lain dengan memberi kesadaran bahwa orang berilmu tidak harus tua.
Sri Mangkunegara IV juga memberi rujukan untuk panutan, seorang tokoh yang memang pantas jadi panutan. Beliau yang wawasan dan bacaannya luas, tidak mencarikan tokoh panutan dari luar negeri, misalnya Napoleon atau Julius Caesar. Mengapa mesti mencari di luar kalau yang di negeri sendiri ada.
KAWAWA NAHEN HAWA
Kawawa nahen hawa (mampu menahan hawa napsu) merupakan kata kunci penguasaan ilmu. Tidak harus orang tua. Anak muda pun bisa menguasai. Itulah motivasi yang diberikan Sri Mangkunegara IV kepada orang muda. Jangan kalah sama yang tua, kamu pasti bisa. (berbeda dengan yang disampaikan kepada orang tua: Mbok jangan seperti anak-anak (Serat Wedhatama: Pesan kepada orang tua)
Motivasi supaya "kawawa nahen hawa" dapat dibaca pada pupuh Pangkur bait ke 11:
Syaratnya adalah "mampu menahan hawa nafsu". Motivasi pun dilanjutkan dengan menjelaskan makna “kawawa nahan hawa” dalam bait ke duabelas pupuh pangkur di bawah, yang intinya bila sudah mengendap jasmani dan rohaninya itulah “sepuh” sepi ing hawa. Anak muda pun kalau sudah manunggal jiwa dan raganya, mampu mengendalikan hawa napsu sudah bisa disebut “sepuh”.
TOKOH PANUTAN
Tidak cukup dengan motivasi, Sri Mangkunegara IV pun merujuk seorang tokoh besar yang pantas dijadikan panutan oleh generasi muda saat itu. Dalam baris terakhir bait ke empatbelas \pupuh Pangkur disebutkan: ....... Mulane wong anom sami. (Oleh karena itu para muda supaya: .......
Pupuh Pangkur berhenti disini, dengan kalimat penutup” “Oleh karena itu para muda .... dilanjutkan pupuh Sinom (gambar sebelah) disitulah pada bait pertama disebutkan tokoh panutan tersebut, yaitu: Panembahan Senopati, Wong agung ing Ngeksiganda.
Terjemahannya kurang lebih: Contohlah perilaku utama; bagi orang tanah Jawa; Orang besar dari Ngeksiganda (Mataram); Panembahan Senopati;Yang tekun; Mengurangi hawa nafsu; dengan jalan prihatin; Serta siang malam; Selalu berkarya membangun ketenteraman hati bagi sesama.
Selanjutnya pada pupuh Sinom bait ke dua di bawah dijelaskan:
Dalam setiap pergaulan; Membangun sikap sabar; Setiap ada kesempatan; Di saat waktu longgar; mengembara untuk menyepi; dalam mencapai cita-cita jiwa; hanyut dalam keheningan kalbu; Senantiasa menjaga hati untuk prihatin (menahan hawa nafsu); dengan tekad kuat, membatasi makan dan tidur.
Jadi: Amemangun karyenak tyasing sesami (menyenangkan sekaligus menenteramkan hati semua orang), amemangun marta martani (selalu sabar, lembah manah), besar tirakatnya dengan Sudane hawa lan nepsu dan pungguh panggah cegah dhahar lan nendra. Itulah priyagung Ing Ngeksiganda.
KESIMPULAN
Bila jaman sekarang ada yang membuat semacam Serat Wedhatama abad ke 21, atau menasihati kawula muda, tentunya terlalu terpaut jauh waktunya kalau mengambil contoh Panembahan Senopati. Tetapi langkah-langkah Sri Mangkunegara IV dapat dicontoh: Menegur, Memberi pitutur seharusnya bagaimana, memotivasi atau menyemangati dan memberi contoh panutan(IwMM)
No comments:
Post a Comment