Kata “mengemban” yang saat ini sering kita dengar adalah “mengemban tugas”. Pengertiannya adalah memegang amanah untuk melaksanakan tugas. Tugasnya juga bukan tugas kecil-kecilan seperti disuruh beli rokok, melainkan tugas yang terkait dengan kewajiban negara. “Ngemban” dalam bahasa Jawa adalah salah satu cara menggendong bayi. “Biyung emban” adalah wanita pemomong, biasanya momong sekar kedaton di keputren.
Dewasa ini alat penggendong bayi beranekaragam jenisnya. Posisi bayi pun bisa dibuat beraneka macam, mau di belakang, di depan atau di samping semuanya bisa. Pada jaman dulu umumnya bayi diemban pakai selendang. Dengan selendang pun posisi bayi juga bisa bermacam-macam. Selendang untuk mengemban bayi tentusaja berbeda dari selendang yang dipakai untuk resepsi. Mestinya lebih lebar dan lebih kuat sehingga mampu menahan berat badan bayi dan cukup panjang untuk diikat di pundak.Yang jelas selendang terbuat dari kain.
Kain “Cindhe” tentusaja kain yang bagus, lunak, dan bayi kalau diemban pakai kain cinde mungkin lebih comfort dan tidur dalam gendongan lebih nyenyak. Sementara “siladan” bukan kain. “Siladan” adalah bambu yang diiris tipis memanjang. Bila dianyam renggang menjadi kreneng (lihat gambar di samping) yang dulu biasanya untuk wadah gudeg kendil.
Memang tidak ada bayi diemban pakai “siladan”. Andaikan ada karena tepi bilah tipis bambu pasti tajam dan keras, kulit bayi yang masih lembut tentunya akan terluka bila diemban pakai “siladan”. Ungkapan ini hanya untuk menggambarkan dua kutub ekstrim. Yang satu diemban pakai “cindhe” yang lain pakai “siladan”. Gambaran orang yang tidak adil, orang yang pilih kasih.
“Pilih kasih” bisa terjadi di mana saja. Mulai dari rumah sampai ke tempat kerja. Orang tua bisa saja bertindak pilih kasih terhadap anak yang satu dengan lainnya. Yang satu sepertinya lebih disayang. Mungkin karena lebih cantik, atau lebih pandai, atau pernah sakit keras, hal-hal lain yang menyebabkan orang tua lebih memberi perhatian pada anak yang satu dibanding satunya.
Demikian pula pilih kasih di tempat kerja. Mungkin staf yang ini cara kerjanya cepat, hasilnya bagus dan selalu siap kapan saja maka banyak tugas penting kita berikan padanya. Kemudian teman yang lain merasa dikesampingkan. Ada saja hal yang menyebabkan seorang lebih dekat kepada atasan baik karena sesuatu yang positif maupun yang negatif.
Hati-hati, ketika di rumah ada “neglected child” dan di tempat kerja ada “abandoned staff” maka stabilitas di rumah maupun di kantor menjadi terancam. Kalau pimpinannya kebetulan laki-laki maka staf laki-laki yang dekat sama dia bisa disebut “anak emas” dan lebih celaka lagi kalau yang dekat itu staf perempuan karena bisa dicap WILnya Boss. Pitutur Jawa selalu minta kita berhati-hati dalam pergaulan antara pria dan wanita. Ingat: “Tan nyata asring katarka” yang dapat dibaca dalam posting Wangsalan Dengan Tembang Walaupun tidak betul tetapi sering diterka yang bukan-bukan”.
Terjadinya “emban cindhe emban siladan” memang tidak “akut” melainkan pelan-pelan sehingga sering tidak dirasakan oleh yang mengalami tetapi dilihat oleh orang lain. Justru yang begini kita harus lebih “prayitna” (baca: Yitna yuwana lena kena). IwMM
Kain “Cindhe” tentusaja kain yang bagus, lunak, dan bayi kalau diemban pakai kain cinde mungkin lebih comfort dan tidur dalam gendongan lebih nyenyak. Sementara “siladan” bukan kain. “Siladan” adalah bambu yang diiris tipis memanjang. Bila dianyam renggang menjadi kreneng (lihat gambar di samping) yang dulu biasanya untuk wadah gudeg kendil.
Memang tidak ada bayi diemban pakai “siladan”. Andaikan ada karena tepi bilah tipis bambu pasti tajam dan keras, kulit bayi yang masih lembut tentunya akan terluka bila diemban pakai “siladan”. Ungkapan ini hanya untuk menggambarkan dua kutub ekstrim. Yang satu diemban pakai “cindhe” yang lain pakai “siladan”. Gambaran orang yang tidak adil, orang yang pilih kasih.
“Pilih kasih” bisa terjadi di mana saja. Mulai dari rumah sampai ke tempat kerja. Orang tua bisa saja bertindak pilih kasih terhadap anak yang satu dengan lainnya. Yang satu sepertinya lebih disayang. Mungkin karena lebih cantik, atau lebih pandai, atau pernah sakit keras, hal-hal lain yang menyebabkan orang tua lebih memberi perhatian pada anak yang satu dibanding satunya.
Demikian pula pilih kasih di tempat kerja. Mungkin staf yang ini cara kerjanya cepat, hasilnya bagus dan selalu siap kapan saja maka banyak tugas penting kita berikan padanya. Kemudian teman yang lain merasa dikesampingkan. Ada saja hal yang menyebabkan seorang lebih dekat kepada atasan baik karena sesuatu yang positif maupun yang negatif.
Hati-hati, ketika di rumah ada “neglected child” dan di tempat kerja ada “abandoned staff” maka stabilitas di rumah maupun di kantor menjadi terancam. Kalau pimpinannya kebetulan laki-laki maka staf laki-laki yang dekat sama dia bisa disebut “anak emas” dan lebih celaka lagi kalau yang dekat itu staf perempuan karena bisa dicap WILnya Boss. Pitutur Jawa selalu minta kita berhati-hati dalam pergaulan antara pria dan wanita. Ingat: “Tan nyata asring katarka” yang dapat dibaca dalam posting Wangsalan Dengan Tembang Walaupun tidak betul tetapi sering diterka yang bukan-bukan”.
Terjadinya “emban cindhe emban siladan” memang tidak “akut” melainkan pelan-pelan sehingga sering tidak dirasakan oleh yang mengalami tetapi dilihat oleh orang lain. Justru yang begini kita harus lebih “prayitna” (baca: Yitna yuwana lena kena). IwMM
No comments:
Post a Comment