Friday, December 2, 2011

OTHAK ATHIK DIDUDUT ANGEL


Othak-athik: saya kira tidak perlu diterjemahkan; Didudut: ditarik (untuk hal-hal yang ringan); Angel: sulit. Maknanya kurang lebih ngomong kelihatannya enak tetapi ketika ditindak-lanjuti ternyata susah bukan main.

Contoh yang paling mudah adalah “rapat”. Diantara kita mungkin banyak yang sering mengikuti rapat. Jenis rapat bisa macam-macam. Ada rapat koordinasi, rapat evaluasi, rapat konsultasi teknis, rapat kerja, rapat pimpinan, rapat pimpinan terbatas, rapat paripurna, dan masih banyak lagi.

Lama rapat juga bervariasi. Bisa satu hari, beberapa hari, atau satu hari lalu pending, kumpulkan bahan lagi dan dilanjutkan lagi. Pending bisa ada ketentuan waktu, bisa juga sampai waktu yang akan ditetapkan kemudian, dimana yang dimaksud “kemudian” tidak ada batasannya.Tempat rapat pun bisa di kantor, bisa dari hotel ke hotel, dari kota ke kota.

Rapat tentusaja ada persamaan dan perbedaan dengan seminar. Persamaannya kita kumpul-kumpul banyak orang, ada yang bicara, ada yang dengar, ada tanya jawab. Ada yang tidur, ada yang main gadget, omong-omong sama teman, merokok entah di luar atau di dalam ruangan bergantung aturannya bagaimana dan masih banyak lagi tentunya. Perbedaan yang mendasar mungkin hanya dua hal. Pada rapat kita mengambil atau menarik kesimpulan kemudian menyusun RTL (Rencana Tindak Lanjut). Ini yang tidak ada pada seminar. Pada seminar mungkin dibuat kesepakatan. Entah siapa yang akan menindak lanjuti, itu urusan lain hari.

Disitulah letak susahnya rapat. Menarik kesimpulan, yang dalam bahasa Jawa tadi disebut “ndudut”. Othak-athiknya gampang tapi ndudutnya yang susah. Untuk “ndudut” kesimpulan sering masih dibentuk tim lagi. Bisa tim kecil bisa tim perumus (yang sering diplesetkan menjadi tim “penjerumus”). Setelah selesai dari tim perumus masih sering diplenokan lagi.

Ungkapan “othak athik didudut angel” sudah lama ada jauh sebelum kita suka rapat. Sesepuh kita seolah-olah sudah mengingatkan. Tidak segampang itu mengambil keputusan. Keputusan kadang-kadang belum menyelesaikan masalah, sehingga harus mengacarakan rapat baru bahkan studi banding ke luar daerah lanjut ke luar negeri.

Saya punya pengalaman (yang kecil-kecilan saja) rapat RT membahas sampah. Benar-benar tidak pernah selesai. Kemauan tiap warga tidak pernah sama. Ketika satu orang mengatakan supaya tidak tercerai berai masukkan kantong plastik taruh di depan rumah. Ada yang menyahut, nanti diodhol-odhol pemulung. Yang lain angkat bicara, pasang tulisan pemulung dilarang masuk. Ada lagi yang menyanggah, pemulungnya tidak bisa baca atau merasa bukan pemulung. Kalau begitu cari petugas khusus untuk membawa ke TPS, tapi siapa yang bayar, iuran RT sudah cukup banyak. Hasilnya warga membakar sampahnya sendiri-sendiri, dan itu bukan keputusan rapat, karena membakar sampah menimbulkan polusi. Itu baru rapat tingkat RT.

Karena “ndudutnya angel” itulah maka ada Bapak yang suka guyon mengatakan: “Pak RT, daripada rapat gak pernah ada keputusan lebih baik bikin keputusan tanpa rapat” Pak RT yang serius menjawab: “Kalau itu aklamasi, OK saya putuskan”. Bapak yang suka guyon tadi meneruskan: “tapi ya ... kerjakan sendiri”, disambut ketawa warga RT. Pak RT cengar-cengir dan ambil langkah “ndudut” yang pasti gampang: “Ndudut” rokok dari kotaknya (IwMM).

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST