Keteladanan
Panembahan Senapati, antara lain tersurat dalam kalimat “amemangun karyenak tyasing sesama”, yang artinya adalah berkarya
untuk menenteramkan hati sesama manusia.
Manusia senantiasa gelisah, meraba dan mencari ketenteraman jiwa. Anak kecil yang tidak terteram secara tidak sadar akan mengisap jempol, sebagai manifestasi tidak sadar dari ketenteraman masa bayi saat menyusu ibunya. Ada juga orang yang salah cari, dikira ketenteraman dapat diperoleh melalui alkohol dan narkoba. Padahal hasilnya hanya kecanduan dan penyakit kronis. Demikian pula orang sakit, ia mencari ketenteraman dengan berbagai manifestasi tingkah dan perilakunya. "Health seeking behavior" tiap orang tidak sama. Yang jelas ia akan mengupayakan apa saja untuk kesehatannya.
ORANG SAKIT BUTUH SEHAT
Manusia senantiasa gelisah, meraba dan mencari ketenteraman jiwa. Anak kecil yang tidak terteram secara tidak sadar akan mengisap jempol, sebagai manifestasi tidak sadar dari ketenteraman masa bayi saat menyusu ibunya. Ada juga orang yang salah cari, dikira ketenteraman dapat diperoleh melalui alkohol dan narkoba. Padahal hasilnya hanya kecanduan dan penyakit kronis. Demikian pula orang sakit, ia mencari ketenteraman dengan berbagai manifestasi tingkah dan perilakunya. "Health seeking behavior" tiap orang tidak sama. Yang jelas ia akan mengupayakan apa saja untuk kesehatannya.
ORANG SAKIT BUTUH SEHAT
Tidak
ada orang ingin sakit. Sayangnya kebanyakan dari kita tidak berupaya mencegah
supaya tidak sakit, melalui perilaku hidup bersih dan sehat. Yang terjadi
adalah kalau sakit itu sudah terjadi, maka kita akan melakukan apa saja supaya
kembali sehat. Kita berobat, berpantang makanan tertentu, rajin periksa laboratorium,
termasuk pengobatan alternatif baik yang rasionil maupun yang tidak rasionil. Pokoknya
kita akan berupaya walau harus merayap sampai ke Timbuktu di Afrika.
Perilaku orang sakit bisa menjadi aneh-aneh bergantung tingkat kesakitan dan ketahanan mentalnya menunggu kesembuhan yang tidak kunjung tiba. Maunya kan begitu ketemu dokter, langsung sembuh. Tamba teka lara lunga.
SAKIT ITU MENDERITA
Perilaku orang sakit bisa menjadi aneh-aneh bergantung tingkat kesakitan dan ketahanan mentalnya menunggu kesembuhan yang tidak kunjung tiba. Maunya kan begitu ketemu dokter, langsung sembuh. Tamba teka lara lunga.
SAKIT ITU MENDERITA
Apapun
penyakitnya, orang pasti merasa tidak enak. Bahkan ada yang mengatakan
“tersiksa”. Sebagai contoh:
1. Mata tidak mampu menikmati pemandangan
indah. Semua yang orang lain merasa kesengsem, baginya kelihatan pudar dan
kering.
2. Telinga tidak mampu menikmati kicau
burung maupun lagu-lagu indah. Walaupun iramanya mendayu-dayu, baginya tetap
“grombyangan”
3. Hidung tidak mampu merasakan bebauan
harum. Kamar sudah diberi pewangi termasuk aromaterapi paling mahal, ia tetap
merasa tidak nyaman.
4. Lidah tidak mampu merasakan makanan
enak. Percuma disediakan makanan enak sekaligus mahal karena daya pengecapnya
seolah matirasa.
5. Belum lagi ditambah penderitaan akibat
sakitnya: panas, pusing, sakit kepala, sesak napas, sakit perut, gatal, ngilu tulang dan
lain-lain
Pokoknya
bagi orang sakit tak ada satupun kenyamanan hidup yang tersisa. Yang ada hanya
siksa, Semua tidak ada yang benar. Kadang-kadang orang sakit menjadi cepat
marah.
KELAKUAN ORANG SAKIT BERANEKA-RAGAM
KELAKUAN ORANG SAKIT BERANEKA-RAGAM
Bagi
orang sakit yang tebal imannya, dan berpendapat bahwa sakit adalah salah satu
cobaan dari Allah, selanjutnya yakin bahwa cobaan Allah tidak pernah di luar
kemampuan manusia untuk mengatasi, masalahnya selesai. Ia tabah, jiwanya akan
tenteram, tidak terasa penyakitnya sembuh. Masalahnya tidak semua orang
berperilaku demikian.
Contoh
paling mudah adalah anak sakit. Ia pasti rewel. Orang dewasa pun juga bisa
rewel dan uring-uringan, tidak sadar bahwa ia telah membuat dongkol orang lain
khususnya yang merawat. Saya pernah ketemu seorang ibu yang mengatakan, lebih
baik dia yang sakit, ketimbang suami atau anak, karena dia masih mampu mengurus
rumah, suami dan anak. Tapi kalau suami dan anak yang sakit, maka semua tidak
terurus. Apakah ibu ini mewakili keperkasaan kaum wanita dalam urusan sakit,
kelihatannya memang demikian.
Intinya
orang sakit itu kelihatan seperti mau
menang sendiri dan memang kurang lebih demikian adanya, orang sakit butuh
dimenangkan supaya tenang dan tenteram.
MEMENANGKAN ORANG SAKIT.
MEMENANGKAN ORANG SAKIT.
Menang
adalah kenikmatan. Coba saja tanya orang-orang yang menang. Bisa berupa
kemenangan dalam pertandingan olahraga, menyelesaikan pendidikan atau mendapat
promosi. Hari itu dunia menjadi miliknya dan semua perhatian tertumpah
kepadanya. Memenangkan orang sakit adalah dengan memberi perhatian, kita lihat
saja beberapa contoh:
1. Anak kecil kalau sakit pasti rewel. Ia
akan merasa tenteram kalau dijaga dan
dihibur ibunya.. Beruntunglah seorang anak, karena naluri ibu adalah me-nomorsatu-kan
anaknya dalam segala hal. Seorang ibu bisa tidak tidur demi anak Lalu bagaimana
dengan orang dewasa, siapa mau kasih perhatian 24 jam?
2. Orang tua yang sedang sakit dan
dikunjungi banyak tamu, ternyata hatinya senang sekali. Ia merasa
tidak hanya diberi perhatian tetapi juga menjadi pusat perhatian. Aneh juga rasanya, orang sakit mestinya banyak
istirahat, jangan banyak tamu, supaya cepat sembuh. Yang ini justru dengan banyak tamu, hatinya senang,
merasa diberi perhatian, lupa sakitnya dan menjadi segar. Ketika pengunjung
sudah pulang, mulai lagi ia dengan keluh kesahnya.
3. Sering kita dengar dokter berkata kepada pasien yang
intinya “tidak apa-apa, jangan khawatir”. Demikian pula perawat selalu ramah
dan helpful dalam memberikan pelayanan.. Semua bertujuan menenteramkan jiwa. Tetapi
ada juga teman berargumentasi: “Dokter bisa ramah kan mereka hanya berkunjung
waktu visite, demikian pula perawat ada giliran jaganya. Lha kalau di rumah kan
yang ada cuma kita-kita ini, 24 jam lagi. Harap maklum lah kalau lama-lama
menjadi sebel juga”.
KESIMPULAN
Orang
sakit butuh diberi perhatian lebih, butuh “dimenangkan” melalui perilaku dan
ucapan yang menenteramkan. Salah satu operasionalisasi “Amemangun
karyenak tyasing sesama” adalah “nentremake
atine kang lagi nandang lara”. Berlaku tidak hanya untuk dokter dan
paramedis sebagai petugas pemberi pelayanan kesehatan, tetapi juga kepada keluarga
yang di rumah dan seluruh masyarakat. Mengapa masyarakat? Karena masih ada
“stigma” terhadap beberapa penyakit tertentu yang mengakibatkan si sakit
dijauhi dan dkucilkan. Kapan mereka akan “bagas
waras lan waras wiris kaya wingi uni” kalau dijauhi dan dikucilkan oleh
sesama manusia. (IwMM)
No comments:
Post a Comment