Ungkapan yang amat sederhana ini “Andum amilih” saya dapatkan di Kalawarti “Kejawen”, terbitan Balai Pustaka, tanggal 26 April 1930. kata yang jarang kita jumpai lagi dalam tulisan jaman sekarang walau perilaku “Andum amilih” masih lestari sampai saat ini. Andum adalah membagi. Amilih sama dengan memilih. Pengertiannya: “Orang yang membagikan sesuatu, memilih duluan”.
MEMILIH YANG PALING BAGUS
Tentusaja manusia akan memilih yang paling baik untuk dirinya. Kalau yang dibagikan adalah "benda" maka ia akan memilih yang paling bagus. Kalau yang dibagikan "pekerjaan/tugas" maka ia akan memilih yang paling ringan atau risikonya paling kecil. Demikian pula kalau yang dibagikan "makanan", ia pasti memilih yang paling enak, atau yang ukurannya paling besar.''
Watak seperti ini sudah barang tentu tidak baik. Orang yang diberi kepercayaan untuk membagi adalah orang yang dipercaya dan sudah seharusnya memiliki sifat adil. Masalahnya memang sulit untuk menjadi orang adil. Ada juga pendapat yang mengatakan hal tersebut “manusiawi”. Mana ada orang tidak tergoda, membagi sesuatu sementara dirinya juga termasuk orang yang mendapat bagian. Kalau mau adil, mestinya tugas “andum” ini diberikan kepada orang yang tidak punya kepentingan dengan barang yang harus dibagi.
Membagi sama persis memang amat sulit, demikian pula adil memang tidak harus persis sama. tapi kalau kita harus membagi katakanlah buah “Mangga” maka pasti kita akan memilih yang paling bagus lebih dahulu, baru selebihnya kita bagikan. Demikian pula kalau ada “Kain Sarung” sepuluh potong dan harus kita bagi, maka kita pasti akan pilih dulu yang motifnya paling bagus. Dalam perjalanan dinas pun demikian. Kalau kita yang membagi tugas sementara kita juga ikut supervisi, maka kita pasti pilih tempat yang paling enak
Perilaku “Andum amilih” tidak melihat gender, umur maupun kedudukan. Anak-anak, perempuan atau laki-laki, orang berpangkat atau orang rendahan setali tiga uang, hanya jenis dan bobotnya berbeda. Orang dewasa pasti punya tehnik dan taktik “Andum amilih” yang kelihatan lebih sopan. Tapi jangan dikira anak-anak tidak punya akal yang lebih licin.
KISAH TIGA ANAK
Adalah tiga anak, sebut saja namanya Amril, Badu dan Coki, memandang pisang goreng di piring dengan perasaan harap-harap ingin. sayangnya ada masalah, bahwa pisang hanya dua potong sementara mulut yang menunggu ada tiga. Setelah beberapa saat ke tiga pasang mata mereka saling pandang, Amril bergerak memanggil inisiatif. Satu pisang dia potong dua, kemudian ditawarkan kepada Badu untuk memilih potongan yang mana. Hal sama dilakukan untuk pisang satunya lagi, ditawarkan kepada Coki. Badu dan Coki puas karena hak pilihnya dihormati”. Sementara Amril cepat-cepat memasukkan pisang ke mulutnya sebelum Badu dan Coki sadar bahwa Amril sebenarnya memegang dua potong pisang (IwMM)
MEMILIH YANG PALING BAGUS
Tentusaja manusia akan memilih yang paling baik untuk dirinya. Kalau yang dibagikan adalah "benda" maka ia akan memilih yang paling bagus. Kalau yang dibagikan "pekerjaan/tugas" maka ia akan memilih yang paling ringan atau risikonya paling kecil. Demikian pula kalau yang dibagikan "makanan", ia pasti memilih yang paling enak, atau yang ukurannya paling besar.''
Watak seperti ini sudah barang tentu tidak baik. Orang yang diberi kepercayaan untuk membagi adalah orang yang dipercaya dan sudah seharusnya memiliki sifat adil. Masalahnya memang sulit untuk menjadi orang adil. Ada juga pendapat yang mengatakan hal tersebut “manusiawi”. Mana ada orang tidak tergoda, membagi sesuatu sementara dirinya juga termasuk orang yang mendapat bagian. Kalau mau adil, mestinya tugas “andum” ini diberikan kepada orang yang tidak punya kepentingan dengan barang yang harus dibagi.
Membagi sama persis memang amat sulit, demikian pula adil memang tidak harus persis sama. tapi kalau kita harus membagi katakanlah buah “Mangga” maka pasti kita akan memilih yang paling bagus lebih dahulu, baru selebihnya kita bagikan. Demikian pula kalau ada “Kain Sarung” sepuluh potong dan harus kita bagi, maka kita pasti akan pilih dulu yang motifnya paling bagus. Dalam perjalanan dinas pun demikian. Kalau kita yang membagi tugas sementara kita juga ikut supervisi, maka kita pasti pilih tempat yang paling enak
Perilaku “Andum amilih” tidak melihat gender, umur maupun kedudukan. Anak-anak, perempuan atau laki-laki, orang berpangkat atau orang rendahan setali tiga uang, hanya jenis dan bobotnya berbeda. Orang dewasa pasti punya tehnik dan taktik “Andum amilih” yang kelihatan lebih sopan. Tapi jangan dikira anak-anak tidak punya akal yang lebih licin.
KISAH TIGA ANAK
Adalah tiga anak, sebut saja namanya Amril, Badu dan Coki, memandang pisang goreng di piring dengan perasaan harap-harap ingin. sayangnya ada masalah, bahwa pisang hanya dua potong sementara mulut yang menunggu ada tiga. Setelah beberapa saat ke tiga pasang mata mereka saling pandang, Amril bergerak memanggil inisiatif. Satu pisang dia potong dua, kemudian ditawarkan kepada Badu untuk memilih potongan yang mana. Hal sama dilakukan untuk pisang satunya lagi, ditawarkan kepada Coki. Badu dan Coki puas karena hak pilihnya dihormati”. Sementara Amril cepat-cepat memasukkan pisang ke mulutnya sebelum Badu dan Coki sadar bahwa Amril sebenarnya memegang dua potong pisang (IwMM)
No comments:
Post a Comment