Wednesday, February 1, 2012

YITNA YUWANA, LENA KENA

Yitna, prayitna: Waspada, awas, hati-hati; Yuwana: Selamat; Lena: Lengah; Kena: Kena, dalam hal ini kena sesuatu yang tidak baik akibat kita lengah. Hal ini terkait dengan posting sebelum ini Gedheg lan Anthuk, Dududan lan Anculan . Bila kita ingin selamat (yuwana) maka kita harus waspada (yitna, prayitna).

Sikap “prayitna” tentusaja tidak hanya untuk menangkal “si Gedheg lan si Antuk”. Dimanapun dan kapanpun kita harus waspada. Sebelum meninggalkan rumah, semua listrk dimatikan, cendela dan pintu dikunci, kemudian menitipkan rumah pada orang yang dipercaya, itu semua merupakan sikap “prayitna”. Demikian pula sebelum berangkat melakukan checking mobil, buka kap mesin check olie dan air radiator, fungsi rem, lampu sein, ban serep, dll adalah sikap waspada. Pendek kata dalam segala hal kita tidak boleh “lena” kalau ingin “yuwana”, termasuk menghadapi manusia.

Orang yang “prayitna” tidak usah merasa risih kalau diketawakan teman-temannya karena dianggap terlalu ruwet dalam segala urusan, walaupun kadang-kadang orang “prayitna” ini menyebalkan juga. Bayangkan kita sedang antri di counter pembayaran di supermarket, orang di depan kita kok sempat-sempatnya mengecek item per item pada stroke belanjaannya. Dulu kalau saya nyetir mobil dan ayah saya duduk di samping, perintahnya betul-betul menyebalkan. Kurangi kecepatan, kopling, ganti presneleng, rem, lampu dim dan seterusnya sampai akhirnya saya tidak kuat, mobil saya pinggirkan dan saya persilakan bapak saya yang menyetir. Almarhum ayah saya menyebut sikap “prayitna” dalam menyetir mobil ini sebagai “defensive driving”. Anggap saja semua yang di depan, samping dan belakang kita akan melakukan pelanggaran. Saya adopsi “defensife driving” ini menjadi “defensive living” dalam terjemahan saya sendiri, yaitu: Anggap semua orang yang belum kita kenal akan mencelakanan kamu.

Sikap tidak gampang percaya pada orang memang berakibat kita di beri label sebagai orang tidak ramah. Ya tinggal bagaimana kita bersikap. Orang Jawa kan mengerti makna “sinamun ing samudana, sesadon ingadu manis”. Walaupun kita curiga atau tidak percaya, kan harus tetap bertutur-kata manis dengan wajah tetap ramah. Hanya jangan lupa satu kata ini “Prayitna”


Peringatan untuk “prayitna” banyak kita jumpai dimana-mana. Tulisan “awas copet” ada dimana-mana, tetapi tetap ada saja yang kecopetan. Ada lagi di perumahan “hati-hati banyak anak-anak”, padahal tidak terlihat banyak anak di jalan. Bila kita memasuki pesawat, peringatan “matikan handphone” selalu kita dengar, tetapi banyak juga yang tetap menggunakan telepon genggamnya. Bahkan larangan dokter untuk kesehatannya sendiri dilanggar juga. “Hindari makanan berlemak”, kita tetap tenang-tenang makan sate dan gule. Ketika ditanya: “Katanya kholesterolmu tinggi”. Jawaban dari Sabang sampai Merauke semua sama: “Kholesterol adanya di laboratorium. Yang disini namanya sate dan gule”.

Pernah naik bis kota? Ada peringatan dari kernet waktu kita akan turun. “Kaki kiri dulu”. Peringatan supaya “prayitna” dari awak bis kota ini kalau tidak diindahkan, dan kita turun dengan kaki kanan dulu, padahal bis langsung tancap gas sebelum kedua kaki kita menapak bumi, kita pasti terjatuh. Tidak percaya boleh coba. Dimanapun, ingat pesan leluhur yang satu ini: “Yitna yuwana, lena kena” (IwMM)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST