Manusia memanfaatkan jasa anjing dalam berbagai hal. Teman berburu, penjaga ternak, penjaga rumah, menuntun orang buta, main sirkus, dipiara di rumah sebagai binatang kesayangan, dan mungkin masih ada lagi yang lain. Salah satu ciri khas anjing adalah sifatnya yang “galak” walau ada peribahasa “anjing menyalak tidak menggigit”, orang tetap saja takut kalau digonggong anjing.
Anjing juga suka makan tulang. Sepertinya tulang adalah barang berharga bagi anjing. Kalau kita pergi ke “Pet Shop” kita akan menjumpai “tulang” sintetis dalam berbagai bentuk, ukuran dan rasa, yang harganya cukup mahal. Kandungan gizinya cukup bagus, sekaligus bisa untuk melatih geraham dan membersihkan gigi. Katanya demikian.
Kesukaan anjing dengan tulang dan berkelahi rupanya menginspirasi orang Jawa membuat peribahasa “KAYA ASU REBUTAN BALUNG”, seperti anjing berebut tulang, menggambarkan manusia yang berkelahi untuk masalah yang sepele.
Kesukaan anjing dengan tulang dan berkelahi rupanya menginspirasi orang Jawa membuat peribahasa “KAYA ASU REBUTAN BALUNG”, seperti anjing berebut tulang, menggambarkan manusia yang berkelahi untuk masalah yang sepele.
Kalau anjing bisa bicara bahasa manusia, mungkin ia protes: “Lho mas, sampeyan jangan memandang dari sudut pandang manusia, itu tidak adil. Bagiku tulang amat berharga”. Orang-orang yang suka berkelahi untuk hal-hal sepele (tidak perlu saya beri contoh) tentunya harus berterimakasih pada anjing. “Lha iya, kamu kan tidak tahu urusanku, bagiku hal itu bukan barang sepele”.
Sayang anjing tidak bisa berbahasa manusia, sehingga masih ada peribahasa yang kedua, “REBUTAN BALUNG TANPA ISI”, ada juga yang menyebut MADU BALUNG TANPA ISI, berebut sesuatu yang tidak ada harganya. Seolah memberi penegasan bahwa tulang itu tidak ada apa-apanya. Setelah direbus, disedot sumsumnya dan dikupas daging-daging yang tersisa, mau diapakan lagi kalau tidak dibuang atau diberikan anjing? Sementara menurut anjing, tulang masih amat bermanfaat. Minimal ada zat kapurnya, sekaligus untuk menggosok dan mengasah gigi.
Anjing hanya bisa menggerutu. “Manusia memang suka mempertahankan sudut pandangnya sendiri, makanya dunia manusia penuh pertikaian. Padahal kamu berteori tentang win-win solution, nyatanya .....”
Gerutunya terhenti ketika seekor anjing kecil lari terbirit-birit sekaligus menangis terkaing-kaing karena tulangnya direbut oleh anjing yang lebih besar. Lahirlah peribahasa yang ke tiga: “ASU GEDHE MENANG KERAHE”, (Kerah: Berkelahi). Si anjing tersenyum (seperti apa ya senyum anjing): “Nah, kali ini anda betul, Mas. Yang lebih gede selalu menang. Dan itu berlaku di dunia kita, termasuk sampeyan juga lho .... jangan ingkar” (IwMM).
Gerutunya terhenti ketika seekor anjing kecil lari terbirit-birit sekaligus menangis terkaing-kaing karena tulangnya direbut oleh anjing yang lebih besar. Lahirlah peribahasa yang ke tiga: “ASU GEDHE MENANG KERAHE”, (Kerah: Berkelahi). Si anjing tersenyum (seperti apa ya senyum anjing): “Nah, kali ini anda betul, Mas. Yang lebih gede selalu menang. Dan itu berlaku di dunia kita, termasuk sampeyan juga lho .... jangan ingkar” (IwMM).
No comments:
Post a Comment