Klobot adalah kulit buah jagung, ringan, warnanya kekuningan, yang kalau kering ditumpuk-tumpuk tentusaja bunyinya kresek-kresek. Dulu dipakai sebagai pengganti kertas rokok, sehingga dikenal “rokok klobot” yang biasanya ada campurannya, selain klembak juga menyan. Disamping sebagai pengganti kertas rokok juga dipakai sebagai pembungkus makanan tradisional, khususnya jenang-jenangan.
“Omong klobot” sepertinya ini istilah “Jawa Timuran” adalah omong-omong ringan sambil cangkrukan atau sambil istirahat melepas lelah. Konon doeloe ibu-ibu sambil “petan” juga omong kresek-kresek ini. Aslinya omong klobot memang omongan enteng tentang kehidupan sehari-hari. Guyon bareng-bareng, nggedabrus sama-sama. Tidak ada diskusi berat yang menimbulkan silang pendapat. Katanya “omong klobot” ini sama dengan terapi kelompok tapi tanpa dokter jiwa. Selesai omong-omong kepala dan pundak terasa ringan, beban hidup hilang, senyum kembali merekah.
Seiring dengan kemajuan jaman, klobot pun meningkat menjadi komoditas yang lebih tinggi. Dengan sentuhan kreatifitas artistik klobot bisa disulap menjadi cenderamata yang manis. Demikian pula “omong klobot” kalau dulu harus kumpul-kumpul cangkrukan atau jagongan, sekarang bisa secara virtual di dunia maya melalui facebook, twitter, atau jejaring sosial lainnya (walau tidak semua demikian).
Ada teman yang tanya: “Mas, kalau perbincangan yang di TV itu termasuk omong klobot apa tidak?” Agak sulit menjawabnya. memang fungsi klobot telah meningkat tetapi apa fungsi omong klobot yang kemresek entheng itu juga harus ditingkatkan? Setelah saya pikir agak lama, akhirnya saya jawab demikian: “Rumusnya demikian dik. Sepanjang itu hanya dari kita ke kita, tidak marah-marahan, tidak debat, tidak mencampuri urusan orang lain dan selesai omong-omong kita bisa tidur nyenyak maka itulah omong klobot” (IwMM).
No comments:
Post a Comment