Jaman dulu gambaran seorang profesor adalah laki-laki tua, botak, berkacamata plus pelupa saking tuanya. Sekarang ini sudah banyak profesor muda. Usianya belum mencapai limapuluh tahun, dan tidak botak. Saat itu nunut berbahagialah orang botak, Sepanjang dia tutup mulut, bisa dianggap sebagai orang pandai. Apalagi kalau pakai kacamata tebal.
Demikian
pula gambaran orang berilmu harus kelas atas dan kaya sebenarnya dari dulu
mestinya sudah dihilangkan. Memang untuk bisa sekolah tinggi harus punya biaya.
“Jer basuki mawa beya”. Tetapi saya banyak melihat orang tua yang
ingin anaknya “jadi orang” akan mengorbankan segala-galanya supaya anak bisa
sekolah. Demikian pula anak yang ulet, temen dan punya kemauan akan membantu
semampunya untuk meringankan beban orang tua.
Sri
Mangkunegara IV, menyebutkan dalam Serat wedhatama, Pupuh Pangkur, bait ke 11:
Terjemahan
bebasnya kurang lebih sebagai berikut:
Coba nak,
tanyakan; Kepada para sarjana yang menguasai ilmu; Kepada jejak hidup yang
menjadi suri tauladan; Mampu menahan hawa napsu; Ketahuilah bahwa senyatanya
ilmu; Tidak
harus dikuasai orang tua; Bisa juga dikuasai orang muda atau orang miskin,
nak.
“Kawawa nahen hawa" (mampu menahan hawa napsu)
merupakan kata kunci penguasaan ilmu. Anak muda yang “taberi”, mengorbankan
kesenangan hidup usia mudanya dan lebih memprioritaskan belajar sekaligus
mencari sendiri biaya untuk belajar, termasuk anak yang “kawawa nahen hawa”.
Buahnya dipetik kemudian.
Tigapuluh tahun lalu saya membantu mengajar di
Sekolah Perawat Kesehatan, setingkat SMA. Murid-murid yang pandai selalu saya
tanya: “kenapa kamu tidak masuk SMA saja, lalu mendaftar di Fakultas Kedokteran?”
Pada umumnya semua menjawab: “Supaya bisa langsung kerja” (dalam pengertian
orang tuanya tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi).
Tigapuluh tahun kemudian ketika saya ketemu, banyak diantara
mereka yang sudah meraih gelar S-2 bahkan S-3 dalam maupun luar negeri pada usia yang belum tua. Mereka pandai,
dan banyak yang berhasil mendapat beasiswa. Mereka termasuk anak-anak yang "kawawa nahen hawa" Mereka semua anak orang kecil yang tidak kaya.
Intinya, penguasaan ilmu itu “Tan mesthi ing janma wredha” bisa
pada kaum “mudha tuwin sudra” sepanjang “kawawa nahan hawa”
(IwMM)
No comments:
Post a Comment