Sunday, September 15, 2013

MASALAH YANG RUWET DAN BERTAMBAH PANJANG DALAM PARIBASAN JAWA

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu bergulat dengan masalah. Yang satu belum selesai, muncul lagi masalah baru. Melalui pendidikan kita belajar menyelesaikan masalah (problem solving). Tetapi sepertinya kita hanya jalan ditempat. Yang banjir tetap banjir dan yang macet tetap macet. Kata-kata indah pun muncul: Selesaikan masalah, bukan memasalahkan masalah.
 
Di bawah adalah beberapa contoh ungkapan Jawa yang berceritera tentang masalah yang ruwet dan bertambah besar.
 
 
1. BOLU RAMBATAN LEMAH
 
Bolu dalam hal ini bukan kue bolu yang enak tetapi tanaman (termasuk buahnya) yang merambat di tanah. Bila kita coba mengurai batangnya mulai dari pangkal sampai ke ujung pasti akan mengalami masalah besar, karena sudah saling berbelit satu sama lain.
 
Bolu rambatan lemah menggambarkan masalah yang satu sama lain saling terkait tetapi mengurainya sulit. Contoh yang paling umum adalah kemacetan lalulintas. Keterkaitannya amat banyak.
 
2. EMPRIT ABUNTUT BEDHUG
 
Emprit adalah burung kecil sedangkan bedug pasti barang besar. Burung emprit yang berekor bedug menggambarkan masalah yang awalnya kecil kemudian menjadi besar. Contoh sederhana ada orang keluar rumah pakai sandal jepit. Diingatkan temannya, mbok ya pakai yang alasnya lebih keras. Ia bilang ah cuma dekat saja kok. Ternyata ia menginjak paku dan tembus sampai ke telapak kaki. Disuruh ke dokter tidak mau karena hanya luka kecil. Seminggu kemudian kena tetanus.
 
Ada juga yang mengatakan peribahasa ini dengan PEKING ABUNTUT MERAK. Peking sejenis emprit juga dengan buntut kecil sementara merak ekornya besar. Dalam hal ini yang dilihat adalah ukuran ekornya, bukan keindahan ekornya. Kalau yang kita lihat keindahannya kan malah jadi bagus. Awal jelek akhir bagus.
 
3. KRIWIKAN DADI GROJOGAN
 
Pengertiannya sama dengan butir 2 di atas: masalah kecil yang menjadi besar. Ibarat kriwikan (selokan kecil) yang lama-kelamaan menjadi grojogan (air terjun)
 
4. ULA-ULA DAWA
 
Ula-ula adalah tulang belakang yang memang panjang (dawa) membentang dari tulang leher sampai tulang ekor. Dalam hal ini pengertiannya adalah masalah yang menjadi berkepanjangan.
 
5. JUJUL MUWUL
 
Menggambarkan masalah yang sudah berat (jujul) masih ditambahi (wuwul) masalah baru lagi sehingga beban semakin bertambah. Dalam hal ini juga bisa diartikan harta yang sudah cukup berlimpah masih mendapat banyak tambahan lagi.  Kalau harta yang makin berlimpah barangkali tidak pernah dikeluhkan sebagai masalah. Tetapi kalau beban hidup barulah orang berkeluh panjang pendek.
 
6. AMBUNTUT ARIT
 
Ibarat arit (sabit) yang pangkalnya kecil saja tetapi buntutnya panjang dan lengkung maka suatu hal yang kelihatannya sederhana dan lurus-lurus saja jangan dianggap enteng: jangan-jangan ambuntut arit. Semua hal perlu diteliti terlebih dahulu. Banyak tawaran-tawaran yang kelihatannya enak dan nyaman, ternyata di belakang tidak seenak yang ditawarkan bahkan bisa panjang urusannya. Hati-hatilah dengan kata-kata seperti: Cepat, murah, aman, gratis dll.
 
Kata ambuntut arit cukup istimewa karena disebutkan dalam Serat Wulangreh. Dapat dibaca di tulisan Enam watak yang tidak pantas dalam Serat Wulangreh: Lonyo, lemer, genjah, angrong pasanakan, nyumur gumuling danambuntut arit.
 
Bila ingin yang lebih sederhana maka ada paribasan lain dengan makna sama yang lebih mudah dipahami: MBENDHOL BURI.
 
LIDING DONGENG
 
Menyelesaikan masalah memang tidak gampang. Dalam hal ini orang Jawa punya ungkapan sendiri: OTHAK-ATHIK DIDUDUT ANGEL. Kita selalu othak-athik (antara lain melalui rapat, workshop dll), tetapi pada waktu harus “ndudut” (menarik untuk mengurai) ternyata tidak segampang itu.
 

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST