Dalam kehidupan
sehari-hari kita selalu bergulat dengan masalah. Yang satu belum selesai,
muncul lagi masalah baru. Melalui pendidikan kita belajar menyelesaikan masalah
(problem solving). Tetapi sepertinya kita hanya jalan ditempat. Yang banjir
tetap banjir dan yang macet tetap macet. Kata-kata indah pun muncul: Selesaikan
masalah, bukan memasalahkan masalah.
Di bawah adalah
beberapa contoh ungkapan Jawa yang berceritera tentang masalah yang ruwet dan
bertambah besar.
1.
BOLU RAMBATAN LEMAH
Bolu dalam hal ini
bukan kue bolu yang enak tetapi tanaman (termasuk buahnya) yang merambat di
tanah. Bila kita coba mengurai batangnya mulai dari pangkal sampai ke ujung
pasti akan mengalami masalah besar, karena sudah saling berbelit satu sama
lain.
Bolu rambatan lemah
menggambarkan masalah yang satu sama lain saling terkait tetapi mengurainya
sulit. Contoh yang paling umum adalah kemacetan lalulintas. Keterkaitannya amat
banyak.
2.
EMPRIT ABUNTUT BEDHUG
Emprit adalah burung
kecil sedangkan bedug pasti barang besar. Burung emprit yang berekor bedug
menggambarkan masalah yang awalnya kecil kemudian menjadi besar. Contoh
sederhana ada orang keluar rumah pakai sandal jepit. Diingatkan temannya, mbok
ya pakai yang alasnya lebih keras. Ia bilang ah cuma dekat saja kok. Ternyata
ia menginjak paku dan tembus sampai ke telapak kaki. Disuruh ke dokter tidak
mau karena hanya luka kecil. Seminggu kemudian kena tetanus.
Ada juga yang
mengatakan peribahasa ini dengan PEKING
ABUNTUT MERAK. Peking sejenis emprit juga dengan buntut kecil sementara
merak ekornya besar. Dalam hal ini yang dilihat adalah ukuran ekornya, bukan
keindahan ekornya. Kalau yang kita lihat keindahannya kan malah jadi bagus.
Awal jelek akhir bagus.
3.
KRIWIKAN DADI GROJOGAN
Pengertiannya sama
dengan butir 2 di atas: masalah kecil yang menjadi besar. Ibarat kriwikan
(selokan kecil) yang lama-kelamaan menjadi grojogan (air terjun)
4.
ULA-ULA DAWA
Ula-ula adalah tulang
belakang yang memang panjang (dawa) membentang dari tulang leher sampai tulang
ekor. Dalam hal ini pengertiannya adalah masalah yang menjadi berkepanjangan.
5.
JUJUL MUWUL
Menggambarkan masalah
yang sudah berat (jujul) masih ditambahi (wuwul) masalah baru lagi sehingga
beban semakin bertambah. Dalam hal ini juga bisa diartikan harta yang sudah
cukup berlimpah masih mendapat banyak tambahan lagi. Kalau harta yang makin berlimpah barangkali tidak
pernah dikeluhkan sebagai masalah. Tetapi kalau beban hidup barulah orang
berkeluh panjang pendek.
6.
AMBUNTUT ARIT
Ibarat arit (sabit)
yang pangkalnya kecil saja tetapi buntutnya panjang dan lengkung maka suatu hal
yang kelihatannya sederhana dan lurus-lurus saja jangan dianggap enteng:
jangan-jangan ambuntut arit. Semua
hal perlu diteliti terlebih dahulu. Banyak tawaran-tawaran yang kelihatannya
enak dan nyaman, ternyata di belakang tidak seenak yang ditawarkan bahkan bisa panjang
urusannya. Hati-hatilah dengan kata-kata seperti: Cepat, murah, aman, gratis
dll.
Kata ambuntut arit
cukup istimewa karena disebutkan dalam Serat Wulangreh. Dapat dibaca di tulisan
Enam watak yang tidak pantas dalam Serat Wulangreh: Lonyo, lemer, genjah, angrong pasanakan, nyumur gumuling danambuntut arit.
Bila ingin yang lebih
sederhana maka ada paribasan lain dengan makna sama yang lebih mudah dipahami: MBENDHOL BURI.
LIDING
DONGENG
Menyelesaikan masalah
memang tidak gampang. Dalam hal ini orang Jawa punya ungkapan sendiri: OTHAK-ATHIK DIDUDUT ANGEL. Kita selalu
othak-athik (antara lain melalui rapat, workshop dll), tetapi pada waktu harus “ndudut”
(menarik untuk mengurai) ternyata tidak segampang itu.
No comments:
Post a Comment