Demikian
kayanya bahasa Jawa sehingga yang namanya “SUMBER AIR” (Banyu) saja bisa
macam-macam bergantung asal usul atau lokasi, besar dan cara memancarnya. Sumber
air bisa menjadi obyek wisata bisa pula dianggap angker tetapi yang jelas
sumber air adalah sumber kehidupan.
Sebagai
catatan, yang dimaksud dengan “sumber air” dalam hal ini adalah sumber air
tawar alami. Yang buatan manusia atau terlalu banyak dimanipulasi manusia,
misalnya: Bendungan, Kolam (blumbang), bak penampung air hujan, tidak termasuk
didalamnya.
Posting ini melengkapi tulisan AIR DAN UNGKAPAN JAWA (1), (2) dan (3)
Posting ini melengkapi tulisan AIR DAN UNGKAPAN JAWA (1), (2) dan (3)
Beberapa
contoh di bawah, saya dapatkan dari Serat Bauwarna, tulisan Ki Padmasusastra,
Ngabehi Wirapustaka ing Surakarta, 1898 kiranya dapat dijadikan rujukan (Bahasa
Jawanya saya sertakan).
KAWAH: Air panas di puncak gunung (Banyu
panas ing sapucuking gunung)
TLAGA (TELAGA): Mata air besar yang berada di
pegunungan, diapit gunung. Kebalikannya adalah “rawa” (Sendhang agung kang ana ing tanah pagunungan, kaapit ing gunung,
kosokbaline rawa).
RAWA: Mata air besar yang berada di dataran
rendah. Kebalikannya adalah “telaga” (Sendhang
agung kang ana ing tanah ngare, kosokbaline tlaga). Dengan demikian dapat
kita pahami mengapa “Rawa Pening” tidak disebut “Tlaga Pening”
SENDHANG: Mata air yang keluar dari tanah yang
tidak dekat sungai. Berada di desa atau di luar desa. Air yang keluar dapat
digunakan untuk mengairi sawah. (Tuk kang
metu saka sawijining palemahan kang ora cedhak kali, ana sajero utawa
sajabaning desa, banyune kena ginawe ngocori sawah sawatara).
SUMBER: Rembesan yang keluar dari tanah yang
tidak dekat sungai. Berada di desa atau di luar desa. Air yang keluar dapat
digunakan untuk kebutuhan desa tetapi tidak cukup mengairi sawah. (rerembesan metu saka sawijining palemahan
kang ora cedhak kali, ana sajero utawa sajabaning desa, banyune kena ginawe kabutuhaning
desa, ora cukup ginawe ngocori sawah)
BELIK: Rembesan yang keluar dari tanah didekat sungai, airnya mengalir ke sungai (Rerembesan metu saka palemahan sacedhaking kali, banyune mili marang kali. Mohon diperhatikan bahwa "belik" letaknya pasti dekat sungai sedangkan "sendhang" dan "sumber" pasti jauh dari sungai.
BELIK: Rembesan yang keluar dari tanah didekat sungai, airnya mengalir ke sungai (Rerembesan metu saka palemahan sacedhaking kali, banyune mili marang kali. Mohon diperhatikan bahwa "belik" letaknya pasti dekat sungai sedangkan "sendhang" dan "sumber" pasti jauh dari sungai.
UMBUL: Keluar dari tanah datar, airnya
memancar mengalir jadi sungai. Digunakan untuk mengairi sawah. (Metu saka sawijining panggonan ing tanah
ngare, udale muncar mili dadi kali, kanggo sesawah)
GROJOGAN: Air yang keluar dari perut gunung,
jatuh ke jurang menjadi sungai. (Banyu
metu saka lambunging gunung, tiba ing jurang dadi kali). Dalam bahasa
Indonesia kita sebut grojogan dengan AIR TERJUN. Kita kenal nama “Grojogan
Sewu” yang kurang lazim kalau disebut Air Terjun Sewu, tetapi kita juga kenal
Air Terjun Sedudha dan Air Terjun Coban Randha.
PANCURAN: Air rembesan dari gunung yang
mengumpul kemudian diberi talang dari bambu, menjadi pancuran yang digunakan
untuk kebutuhan desa (Banyu rerembesaning
gunung kalumpuke tinalangan pring dadi pancuran, kanggo kabutuhaning desa).
TRITIS: Air yang keluar dari rembesan gunung
batu atau padas, tersebar (ura) diseputar
gunung, sehingga kelihatan gunung padas (rejeng)
meneteskan air. (Banyu metu saka
rerembesaning gunung watu utawa padhas, ura saubenging gunung, rerejenge padha
tetes banyune). Kita kenal nama pantai Parang Tritis di selatan Yogyakarta.
Parang: Karang atau padas, dan pengertian “tritis” sudah dijelaskan di atas.
GAMBAR
Di bawah adalah foto Telaga Ngebel (Ponorogo, Jawa Timur), Rawa Jombor (Klaten, Jawa Tengah) dan Sendang Keyongan (Grobogan, Jawa Tengah). Kiranya Bapak/Ibu dapat mencocokkan dengan pengertian menurut Ki Padmasusastra, 1898, tersebut di atas.
Bila kita merujuk ke Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939, pengertiannya memang berbeda karena bausastra adalah semacam kamus. Rawa dikatakan sebagai tanah cekung yang berisi air, atau telaga kecil. Sedangkan Sendhang adalah belik besar, kemudian Belik adalah Sendhang kecil di dekat sungai.
Bawah: Rawa Jombor (Klaten) gambar diambil dari wisata.kompasiana.com
Bawah: Sendang Keyongan (Grobogan) gambar diambil dari www.berita86.com
GAMBAR
Di bawah adalah foto Telaga Ngebel (Ponorogo, Jawa Timur), Rawa Jombor (Klaten, Jawa Tengah) dan Sendang Keyongan (Grobogan, Jawa Tengah). Kiranya Bapak/Ibu dapat mencocokkan dengan pengertian menurut Ki Padmasusastra, 1898, tersebut di atas.
Bila kita merujuk ke Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939, pengertiannya memang berbeda karena bausastra adalah semacam kamus. Rawa dikatakan sebagai tanah cekung yang berisi air, atau telaga kecil. Sedangkan Sendhang adalah belik besar, kemudian Belik adalah Sendhang kecil di dekat sungai.
No comments:
Post a Comment