Tuesday, June 5, 2012

SERAT WEDHATAMA: SUSILA ANOR RAGA


“Susila” adalah perilaku yang santun. “Empan papan” dalam pergaulan, mampu menjaga “ilat, ulat dan ulah”. “Ilat” adalah lidah, artinya pembicaraannya pas dan manis dalam budibahasa yang halus. . “Ulat” adalah ekspresi wajah, dalam hal ini adalah ekspresi wajah yang cerah dan ramah. Sedangkan “ulah” adalah tindak tanduk yang serasi dengan ilat dan ulatnya: Sabar dan halus. Dapat dibaca di Serat Wedhatama: Orang-orang yang tidak bisa menjaga” ilat, ulat dan ulah”

“Anor raga” adalah sikap rendah hati (bukan rendah diri). Sinonim lain dalam bahasa Jawa adalah “andhap asor”. Orang yang tidak ada sombongnya samasekali walaupun ia punya drajat, semat dan kramat. Dalam paribasan Jawa orang yang amat andhap asor disebut BUMI PINENDHEM atau LEMAH PINENDHEM. Bumi sama dengan lemah yang artinya tanah dan pinendhem artinya dipendam. Kesombongannya dipendam dalam bumi.

Alangkah senangnya kalau kita bertemu dengan orang yang “susila anor raga” ini. Apalagi kalau ia pimpinan kita. Pasti kita merasa “Ayem” (tenang, tenteram) dan “Ayom” (Teduh, terlindungi).

Sikap “susila anor raga” dapat kita baca di Serat Wedhatama, KGPAA Mangkunegara IV, Pupuh Sinom bait ke 17 sebagai berikut:

Wedhatama, Pupuh Sinom Bait ke 17
 
Terjemahannya kurang lebih sebagai berikut:

Demikianlah manusia utama; Suka terlarut dalam sepi; Setiap saat; Mempertajam dan membersihkan budi; Dalam menetapi; Tugasnya sebagai ksatria; Susila anor raga; Pandai menyejukkan hati sesama; Itulah yang disebut orang menyenangi agama.

“Wignya met tyasing sesami” pada bait ke 16 ini masih merupakan kelanjutan dari keteladanan Panembahan Senopati yang dapat dibaca pada Serat Wedhatama: Memotivasi para muda.  Pada posting tersebut terdapat kalimat: “Amemangun karyenak tyasing sesami” (berkarya menenteramkan hati sesama) pada pupuh Sinom bait pertama baris terakhir. Jadi yang disebut pada bait ke 17 di atas adalah kemampuannya (wignya) sedangkan pada bait pertama adalah tindakannya (amemangun).

Wedhatama, Pupuh Sinom Bait ke 1

Bila kita kembali ke atas, supaya mampu “amemangun karyenak tyasing sesami” kita harus “wignya met tyasing sesami”. Untuk itu kita harus mempunyai sikap dan perilaku “susila anor raga” yang mampu memelihara “ilat, ulat dan ulah”. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan apabila kita tidak rajin “masah amemasuh budi” melalui “pinesu tapabrata tanapi siyang ratri” dengan kata lain rajin mendekatkan diri kepada Tuhan, menyadari bahwa takabur adalah sifat yang amat dibenci Allah.

Saya kutip dari buku Mukjizat Asmaul Uzma, Ust Saifuddin Al-Damawy, Pustaka Al-Mawardi, 2007: Abdul Mutakabbir adalah Hamba Allah Yang Maha megah. Dia adalah orang yang sukses tetapi tidak lupa diri, berpangkat tinggi tetapi rendah hati, kaya tetapi tidak pelit, Pintar tetapi tidak membodohi. Dia senantiasa sadar akan dirinya dan ingat akan kejadian serta tempat kembalinya. Posisi yang didudukinya tidak membuat dirinya sombong, tetapi justru semakin merasa rendah dihadapan Allah.  (IwMM)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST