Thursday, December 20, 2012

SERAT RAMA DAN ASTA BRATA (2): PULIHNA PRAJA NGALENGKA

Melanjutkan  Asta Brata (1): Sri Rama Menyerahkan tahta Alengkadiraja Kepada Gunawan Wibisana, saat itu Gunawan Wibisana sebenarnya sedang dalam kegalauan. Tiga saudara kandungnya tewas: Rahwana, Kumbakarna dan Sarpakenaka. Bagaimanapun, ia amat mencintai keluarganya. Wibisana juga malu kepada Kumbakarna, kakaknya, yang punya sikap sama dengan dia, yaitu tidak sependapat dengan tindakan Rahwana. Pada akhirnya Kumbakarna memang maju perang juga. Bukan membela kakaknya melainkan membela tanah airnya. Ia berperang dengan kesadaran tinggi untuk “bela negara”.
 
Satu dari tiga ksatria utama dalam Serat Tripama anggitan Sri Mangkunegara IV adalah Kumbakarna, bersama Patih Suwanda (Bambang Sumantri) dan Adipati Karna Narpati Ngawangga
 
 
SRI RAMA YANG BIJAK
 
Perintah utama Sri Rama kepada Gunawan Wibisana dapat dibaca pada  bait ke 9 pupuh Pangkur: pulihna praja Ngalêngka”. Sri Rama melihat bahwa ada sesuatu yang tidak betul dalam pemerintahan Rahwana. Ia berperang melawan Rahwana sebenarnya demi mengambil kembali Dewi Shinta, Istrinya, yang diambil paksa oleh Rahwana. Sepeninggal Rahwana, Rama tidak akan membiarkan Alengkadiraja menjadi seperti negeri yang dikalahkan garuda. Maka ia perintahkan kepada Wibisana: “pulihna praja Ngalêngka”.
 
Apa yang harus dipulihkan? Perlu diingat bahwa Ngalengka adalah kerajaan raksasa. Pada baris ke dua dan seterusnya masih dalam pupuh ke 9 disebutkan bahwa yang harus dipulihkan adalah keselamatan dan kesejahteraan para raksasa. Dijelaskan bahwa raksasa banyak yang masih muda dan bodoh (mudha punggung). Kalau tidak dibimbing, wajar saja kalau banyak yang memiliki hati durjana. Oleh sebab itu, kumpulkanlah, didiklah, kuasailah mereka supaya memurut dan menghentikan tingkah laku murkanya di bumi ini. Demikianlah kurang-lebihnya terjemahan bebas bait ke 9 yang lengkapnya sebagai berikut:

 
 Sri Rama memang memiliki sifat tidak pendendam, apalagi kepada rakyat yang tidak bersalah. Tetapi Sri Rama juga melihat, kalau rakyat dibiarkan liar tanpa pimpinan tanpa pembinaan, pasti akan menjadi liar dan tidak terkendali.
 
 
LIDING DONGENG
 
Bila kita mendapat promosi memegang suatu teritorial, kita pasti akan berusaha menjadi orang yang amanah. Hanya saja cara melaksanakan amanah bisa berbeda-beda. Ada yang melaksanakan dengan kekerasan dan mengarah ke sifat diktator. Hasilnya kelihatan terkendali, tetapi setiap saat bisa saja meledak. Oleh sebab itu, Sri Rama meminta Gunawan Wibisana untuk waspada, tetap dilandasi tatakrama dan tidak melanggar pituturnya sendiri. Dapat dibaca pada tulisan selanjutnya: Serat Rama dan Astabrata (3): Memimpin Harus : “Krama Tuhu” dan “Aja Atinggal Sarat” (IwMM)

No comments:


Most Recent Post


POPULAR POST